Ketika Media Sosial Jadi Candu
Keaktifan yang berlebihan di sosial media justru membuat Anda akan benar-benar merasa kosong nantinya.
Editor: Ade Mayasanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Coba kita bersama-sama menjawab satu persatu pertanyaan dibawah ini dengan menjawab Ya atau Tidak.
1. Saat berkumpul dengan orang lain, apakah 50% dari waktu Anda tetap lengket dengan SmartPhone atau Gadget Anda?
2. Saat bertemu dengan orang lain apakah 50% dari waktu Anda masih aktif di sosial media?
3. Apakah Anda sering chatting tanpa menghasilkan sebuah pertemuan dengan orang lain atau tidak ada hasil bisnis dan deal-deal yang lain?
4. Apakah Smartphone adalah yang pertama Anda pegang di pagi hari dan malam hari sebelum tidur?
5. Apakah seluruh dunia tahu yang Anda lakukan dari pagi sampai malam hari karena postingan Anda di sosial media?
6. Apakah Anda pernah chatting saat Anda berkendara mobil atau motor?
7. Apakah sesungguhnya Anda sendiri jarang bersosialisasi secara nyata dengan teman-teman Anda?
Tidak ada panduan seberapa banyak Anda menjawab Ya dan menjawab Tidak untuk mengetahui apakah Anda kecanduan media sosial atau tidak. Namun yang paling penting dalam tulisan ini adalah poin nomor 7. Beberapa pertanyaan di atas bisa jadi awal deteksi apakah Anda mulai "memutus" hubungan sosial riil dengan orang lain dan lebih nyaman dengan teman virtual Anda.
Tidak ada yang menyalahkan bahwa kehidupan modern zaman sekarang membangun manusia untuk lebih dekat teknologi SmartPhone dengan aplikasi media sosial. Update status dan chatting seolah sudah menjadi kebutuhan utama setiap individu jaman sekarang. Sebab, segala kegiatan ngobrol sudah mempunyai wadah atau fasilitas yang canggih.
Dibanding beberapa tahun lalu, chatting harus ke warnet dan bahkan harus membuka aplikasi mIRC yang saat masuk ke aplikasi kadang harus dibantu penjaga warnet. Sekarang komunikasi virtual itu bisa dilakukan dimana-mana dan kapan saja dalam genggaman tangan.
Jika keaktifan dimedia sosial mempunyai hasil yang optimal seperti bisnis atau awal dari sebuah "kopdar" atau kopi darat atau pertemuan riil, hal itu bisa dikatakan wajar-wajar saja. Tetapi jika keaktifan yang berlebihan di sosial media itu untuk mengisi kekosongan Anda, maka Anda akan benar-benar merasa kosong nantinya. Bisa jadi malah stres atau depresi karena merasa hampa dan punya dunia sendiri yang tidak nyata. Ini membuat Anda "disconnect to connect".
Sebuah penelitian menyatakan bahwa orang dengan karakter yang kolektivis (lebih suka bersosialisasi) akan lebih stres saat terlalu sering berinteraksi dengan media sosial sebagai Social Network Sites, dibandingkan orang yang individualis.
Orang dengan kecenderungan individualis memang berkarakter lebih suka sendiri dan tidak terlalu mudah berinteraksi dengan orang lain. Sehingga mereka lebih "survive" meski hanya berinteraksi virtual dengan orang lain. Penelitian juga menunjukkan keterlibatan di media sosial bisa menyebabkan depresi dan kesendirian.
Selain itu, ternyata di Indonesia ditemukan fakta bahwa masih banyak masyarakat yang suka menyendiri (individualis). Terlepas dari karakter yang manakah Anda, baiknya jika Anda gunakan sosial media secara positif dan dengan bijak dari sekarang.
Gunakan media sosial sebagai alat penyambung hubungan, dan tindak lanjuti dengan pertemuan dengan teman-teman dan rekan-rekan Anda. Atau bisa saja gunakan media sosial untuk bisnis jika memang Anda punya kemampuan dan kemauan untuk melakukannya.
Kecanduan media sosial juga bisa mengarahkan pada sikap kurang etis saat bertemu dengan orang lain atau malah membahayakan diri. Sikap etis untuk tidak bermain sosial media atau SmartPhone saat Anda bertemu dengan orang lain harus selalu diingat untuk diterapkan.