Tidak Hanya Pedofilia, Ternyata Ada Sebutan Lain untuk Pelaku Kejahatan Seksual Anak
Tidak semua pelaku kejahatan atau kekerasan seksual terhadap anak bisa disebut pedofilia.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Tidak semua pelaku kejahatan atau kekerasan seksual terhadap anak bisa disebut pedofilia.
Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel menjelaskan, ketika terjadi kontak seksual antara orang dewasa dan anak-anak atau yang berusia di bawah 18 tahun, sebutannya perlu dibedakan.
"Pedofilia, jika korbannya adalah anak-anak usia pra-pubertas. Hebefilia, jika korbannya anak-anak usia pubertas. Serta Efebofilia, jika korbannya adalah anak-anak pasca-pubertas," papar Reza yang juga Pakar Psikologi Forensik, kepada Warta Kota (Tribunnews.com Network), Selasa (15/8/2017).
Meski begitu, kata dia, semuanya berkonsekuensi hukum sama, yakni pidana bagi pelaku.
"Namun untuk kepentingan rehabilitasi, implikasinya bisa berlainan," kata Reza.
Pada hebefilia misalnya, kata Reza, korban yang berusia pubertas sedikit banyak sudah punya minat seksual.
"Sehingga, perlu dicek apakah anak melakukan perlibatan aktif dalam interaksi seksual. Jika ya, maka sesungguhnya bukan hanya si predator yang harus direhabilitasi, tetapi korban juga perlu. Agar nantinya mampu mengendalikan dorongan seksual khas di usia pubernya," tuturnya.
Reza mengatakan hal ini kian relevan pada efebofilia, di mana individu yang menjadi korban adalah anak-anak (berdasarkan UU Perlindungan Anak), namun pada saat yang sama sudah memasuki usia boleh nikah berdasarkan UU Perkawinan.
"Tiga pembedaan tadi, menjadi dasar untuk memastikan apa yang sesungguhnya dilakukan si pemangsa. Apakah berupa perundungan, pelecehan seksual, ataukah rayuan atau grooming," bebernya.
Apa pun itu, kata Reza, sekali lagi, untuk pelaku dewasa tetap harus dihukum pidana.
"Juga waspadai eskalasi perilaku. Hari ini 'sebatas' sexting, tapi besok bisa saja naik kelas menjadi sentuhan dan seterusnya, hingga aksi pemangsaan berupa persenggamaan," ucapnya.
Bagi sekolah, kata dia, sebaiknya dilakukan orientasi untuk siswa baru serta sosialisasi berkala bagi siswa lama, yang memuat materi tentang UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Anak kudu dibikin melek hukum, mampu mengidentifikasi faktor risiko, sistem pengaduan, dan ketentuan sanksi, serta pemahaman akan ajaran agama dan moral," papar Reza. (*)