Hati-Hati, Akun Medsos Bisa Jadi Portofolio Anda
Hadir sebagai pembicara Head of Socmed Crisis Center Kantor Staf Kepresidenan RI, Alois Wisnuhardana; Psikolog Best Seller Autho
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK -- Akun media sosial seseorang bukan tidak mungkin dapat dijadikan referensi sebagai curriculum vitae (CV) atau portofolio seseorang. Kata-kata yang diposting dalam akun media sosial dapat mencerminkan siapa diri Anda. Untuk itu, sebaiknya bijaklah bermedia sosial.
Demikian salah satu kesimpulan dari Talkshow ‘Saring Dulu Baru Sharing, Bijak Dengan Media Sosial’ yang diselenggarakan Gereja Katolik Santo Matheus, Depok, pada Minggu (3/12). Talkshow dilakukan sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Natal 2017 oleh panitia Natal Gereja Katolik Santo Matheus Depok.
Hadir sebagai pembicara Head of Socmed Crisis Center Kantor Staf Kepresidenan RI, Alois Wisnuhardana; Psikolog Best Seller Author ‘Rising Children In Digital Era’, Elizabeth T. Santosa; dan Margareta Astaman, Praktisi Sosial Media Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Alois mengatakan dari hasil sejumlah riset, saat ini empat dari 10 orang aktif bermedia sosial, sekitar 60% tidak mempunyai rekening tabungan, namun 85% memiliki telpon seluler (ponsel), saat ini orang bisa hidup tanpa ponsel paling lama 7 menit, mengakses internet rata-rata 8-11 jam sehari, minat baca masyarakat Indonesia ke-60 dari 61 negara.
“Dari 262 juta penduduk Indonesia, 371,4 juta pengguna ponsel; 132,7 juta nya adalah pengguna internet dan 106 juta diantaranya pengguna media sosial. Bisa dibayangkan sebanyak apa pengguna medsos saat ini. Kita harus bijak bermedia sosial, perlu diingat juga, jangan percaya berita HOAX, saring dulu sebelum sharing. Sosial media akan menjadi portofolio atau menjadi CV kita dikemudian hari. Tidak mustahil, kemungkinan nanti untuk pengajuan ke luar negeri akan melihat akun media sosial kita,” tutur Alois.
Pada kesempatan yang sama, Margareta mengatakan kejadian kurang enak terkait status di akun media sosial sudah banyak terjadi. Contohnya kasus penolakan mahasiswa oleh Harvard University, Amerika Serikat. Harvard University telah mencabut tawaran pendaftaran masuk setidaknya 10 calon mahasiswa yang sebelumnya telah diterima.
Beberapa calon mahasiswa tahun pertama yang akan masuk itu membuat sebuah grup Facebook pribadi. Dalam grup tersebut, mereka bertukar gambar dan pesan yang secara eksplisit bernada rasisme.
“Tentunya kita tidak ingin ini terjadi kepada kita maupun anak-anak kita kelak kan. Yuk gunakan sosial media sebagai rekam jejak positif yang dapat mendukung karir dan cita cita kita. Ajak orang sekitar kita untuk bersosmed yang positif,” ajak Margareta.
Elizabeth mengatakan, sebagai psikolog, dia menyoroti perilaku orang bersosial media yang akan menyebabkan kecanduan. “Tidak sedikit keluarga yang mengeluh karena tercerai berai akibat anggota keluarganya yang kecanduan media sosial,” katanya.
Elizabeth menambahkan tak jarang, orang-orang yang suka akan berita HOAX biasanya sudah mengerti media sosial namun kurang pemahaman akan konten yang dimaksud.