Mengenal Sosok Pramoedya Ananta Toer Melalui Namaku Pram: Catatan dan Arsip
Pameran ini menampilkan sosok Pram yang bukan hanya sebagai penulis, tetapi lebih sebagai manusia dalam kesehariannya dan dokumentator Indonesia
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melihat lebih dekat Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan besar yang pernah dimiliki Indonesia, Titimangsa Foundation dan Dia.Lo.Gue, dan didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, menggelar pameran bertajuk ‘Namaku Pram: Catatan dan Arsip’.
Pameran ini menampilkan sosok Pram yang bukan hanya sebagai penulis, tetapi lebih sebagai manusia dalam kesehariannya dan dokumentator Indonesia.
Pameran ini resmi dibuka hari ini di Galeri Indonesia Kaya dengan menampilkan Slamet Rahardjo, Najwa Shihab, Ratna Riantiarno dan Ananda Sukarlan.
Penikmat seni juga dapat menyaksikan mini pamerannya yang akan diselenggarakan di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia pada tanggal 17 April – 2 Mei 2018 mendatang, sedangkan pameran yang menampilkan lebih banyak catatan dan arsip Pram ini juga dapat dilihat di Dia.Lo.Gue Kemang pada 17 April – 20 Mei 2018.
Namaku Pram: Catatan dan Arsip merupakan sebuah pameran yang menampilkan barang-barang keseharian Pram dan kegiatannya yang suka sekali mencatat dan mengarsipkan segala sesuatu.
Pameran ini tercetus setelah suksesnya penyelenggaraan pementasan Bunga Penutup Abad di tahun 2016 dan 2017 silam.
Baca: Diakui Lucinta Luna sebagai Mantan Kekasihnya, Daniel Mananta Bingung dan Bilang Sorry Itu Siapa?
Naskah pementasan yang diprakarsai oleh Titimangsa Foundation dan didukung Bakti Budaya Djarum Foundation ini, merupakan adaptasi dari novel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer.
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation menyatakan, Indonesia pernah mempunyai seorang penulis yang tidak hanya unggul dalam karya, tetapi juga merupakan seorang pencatat yang rajin.
"Dia juga konsisten dalam mendokumentasikan berbagai peristiwa dari seluruh pelosok tanah air," katanya.
Semoga pameran Namaku Pram: Catatan dan Arsip ini dapat memperlihatkan sisi lain seorang Pramoedya Ananta Toer dalam kesehariannya dan dapat menginspirasi generasi muda untuk lebih mencintai sastra Indonesia serta menjadikan sastra sebagai bagian gaya hidup sehari-hari,” ujar
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, 6 Februari 1925 dan karya-karyanya mulai dikenal sejak tahun 1950-an seperti cerpen dan novel.
Selama tujuh dekade masa hidupnya dipakai untuk menulis lebih dari 50 buku, dan cerita-ceritanya ini diterjemahkan ke dalam 42 bahasa dunia termasuk di antaranya Bahasa Spanyol pedalaman dan Bahasa Urdu.
Pramoedya Ananta Toer merupakan satu-satunya penulis Indonesia yang berkali-kali menjadi kandidat peraih Nobel Sastra.
Pameran ini didukung oleh tim kolaborasi yang bekerja dengan solid dan profesional yaitu Keluarga Besar Pramoedya Ananta Toer, Studio Dasar, LeBoYe, Table Six, RIOP, Visual Journal dan Serrum.