Ini Niat Puasa Syawal, Lengkap dengan Tata Cara, Ketentuan, dan Keutamaan
Memasuki hari keempat bulan Syawal 1440 H, tersisa waktu 25 hari untuk melakukan puasa Syawal. Berikut niat, tata cara, ketentuan dan keutamaannya!
Penulis: Fitriana Andriyani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Hari ini, Senin (10/6/2019) kita memasuki hari keenam bulan Syawal 1440 Hijriah.
Tanggal 1 Syawal 1440 Hijriah yang merupakan Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 5 Juni 2019.
Bukan Syawal terdiri dari 29 hari, berarti kita masih memiliki waktu 23 hari untuk melakukan puasa Syawal.
Setelah menjalankan puasa wajib selama 30 hari di bulan Ramadan umat Islam dapat melanjutkan dengan puasa Syawal.
Puasa Syawal adalah puasa sunnah yang dapat ditunaikan selama 6 hari di bulan Syawal setelah Hari Raya Idul Fitri.
Orang yang berpuasa selama 6 hari di bulan Syawal setara dengan berpuasa selama setahun penuh.
Perintah melakukan puasa Syawal disebutkan dalam hadits Abu Ayyub Al-Anshari r.a., Nabi Saw.,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164).
Baca: Keutamaan Puasa Syawal, Lengkap dengan Aturan Bagi yang Memiliki Utang Puasa Ramadan
Baca: Apakah Boleh Menggabungkan Puasa Syawal dan Puasa Senin-Kamis? Simak Penjelasannya!
Untuk melakukan puasa Syawal, simak niat, tata cara, ketentuan, keutamaan puasa Syawal berikut.
Niat Puasa Syawal
Berikut ini niat untuk puasa sunnah di bulan Syawal :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
"Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Syawwal esok hari karena Allah SWT.”
Untuk puasa sunah, niat boleh dilakukan di siang hari sejauh yang bersangkutan belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh.
Ia juga dianjurkan untuk melafalkan niat puasa Syawal pada siang hari.
Berikut ini lafalnya :
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
"Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Syawwal hari ini karena Allah SWT.”
Baca: Apakah Boleh Menggabungkan Puasa Syawal dan Bayar Utang Puasa Ramadan? Berikut Penjelasannya!
Baca: Berikut Ketentuan, Waktu dan Bacaan Niat Puasa Syawal Lengkap dengan Artinya
Tata Cara Melakukan Puasa Syawal
Tata cara puasa Syawal sama dengan tata cara puasa lainnya secara umum, di antaranya:
1. Melafalkan niat
Jangan lupa berpuasa Syawal didasari dengan niat telebih dahulu.
2. Makan sahur
Disunnahkan makan sahur sebelum terbit fajar.
Namun, tidak makan sahur pun (misalnya terlambat bangun) tidak apa-apa jika kuat, dalam artian puasa tetap sah.
3. Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa
Saat berpuasa, hendaknya senantiasa untuk menahan diri dari makan, minum serta hal lain yang dapat membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari, atau waktu Maghrib.
4. Berbuka puasa
Disunnahkan menyegerakan berbuka puasa ketika matahari terbenam, yakni bersamaan dengan masuknya waktu Maghrib.
Silakan berbuka puasa melalui doa berikut:
Doa pertama:
Terdapat sebuah hadits shahih tentang doa berbuka puasa, yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah-ed.”
"Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki." (Hadits shahih, Riwayat Abu Daud [2/306, nomor 2357] dan selainnya; lihat Shahih al-Jami’: 4/209, nomor 4678)
Periwayat hadits adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Pada awal hadits terdapat redaksi, “Abdullah bin Umar berkata, ‘Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau mengucapkan ….‘”
Yang dimaksud dengan إذا أفطر adalah setelah makan atau minum yang menandakan bahwa orang yang berpuasa tersebut telah “membatalkan” puasanya (berbuka puasa) pada waktunya (waktu berbuka).
Oleh karena itu doa ini tidak dibaca sebelum makan atau minum saat berbuka.
Sebelum makan tetap membaca basmalah, ucapan “bismillah” sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan,
“Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”. (HR Abu Daud nomor 3767 dan At Tirmidzi nomor 1858. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
Doa kedua:
Adapun doa yang lain yang merupakan atsar dari perkataan Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma adalah,
اَللَّهُمَّ إنِّي أَسْألُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ، أنْ تَغْفِرَ لِيْ
“Allahumma inni as-aluka bi rohmatikal latii wasi’at kulla syain an taghfirolii-ed”
[Ya Allah, aku memohon rahmatmu yang meliputi segala sesuatu, yang dengannya engkau mengampuni aku] (HR Ibnu Majah: 1/557, nomor 1753; dinilai hasan oleh al-Hafizh dalam takhrij beliau untuk kitab al-Adzkar; lihat Syarah al-Adzkar: 4/342).
Ketentuan Puasa Syawal
1. Ketentuan pelaksanaan 6 hari, haruskah berturut-turut?
Bukan suatu syarat yang perlu bahwa mereka harus berpuasa secara berurutan.
Jika Anda berpuasa secara terpisah atau berurutan, tidak apa-apa.
Semakin cepat Anda melakukannya, semakin baik, karena Allah berfirman:
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al-Maidah: 48)
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)
Nabi Musa AS berkata:
وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى
“Dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku).” (QS. Thaha: 84)
Dan, Anda harus cepat berpuasa enam hari ini, karena menunda dapat menyebabkan masalah.
Ini adalah pandangan para Syafii dan beberapa Hambali, tetapi tidak apa-apa jika Anda tidak mempercepatnya dan Anda menunda sampai pertengahan atau akhir bulan.
Imam Nawawi r.a. berkata
“Menurut ulama Syafi’iyah, puasa enam hari di bulan Syawal disunnahkan berdasarkan hadits di atas.
Disunnahkan melakukannya secara berturut-turut di awal Syawal.
Jika tidak berturut-turut atau tidak dilakukan di awal Syawal, maka itu boleh.
Seperti itu sudah dinamakan melakukan puasa Syawal sesuai yang dianjurkan dalam hadits.
Sunnah ini tidak diperselisihkan di antara ulama Syafi’iyah, begitu pula hal ini menjadi pendapat Imam Ahmad dan Daud.” (Al-Majmu’, 6: 276)
2. Bolehkah berpuasa Syawal saat belum membayar utang puasa Ramadan?
Berikut jawaban dari Ustaz Ammi Nur Baits, Dewan Pembina Konsultasi Syariah.
Pertama, terkait dengan puasa wajib Ramadan, puasa sunah ada dua:
Puasa sunah yang berkaitan dengan puasa Ramadan. Contoh puasa sunah semacam ini adalah puasa sunah Syawal. Berdasarkan hadis,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadan, kemudian dia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa selama setahun.” (HR. Ahmad 23533, Muslim 1164, Turmudzi 759, dan yang lainnya).
Puasa sunah yang tidak ada kaitannya dengan puasa Ramadan. Seperti: puasa Arafah, puasa Asyura’, dan lain-lain.
Kedua, untuk puasa sunah yang dikaitkan dengan puasa Ramadan, puasa sunah ini hanya boleh dikerjakan jika puasa Ramadan telah dilakukan dengan sempurna, karena hadis di atas menyatakan,
“Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadan, kemudian …,”
Sementara orang yang memiliki utang puasa Ramadan tidak dikatakan telah melaksanakan puasa Ramadan.
Karena itu, orang yang memiliki utang puasa Ramadan dan ingin melaksanakan puasa Syawal harus
meng-qadha utang puasa Ramadan-nya terlebih dahulu, baru kemudian melaksanakan puasa Syawal.
Fatwa Imam Ibnu Utsaimin tentang wanita yang memiliki utang puasa ramadhan, sementara dia ingin puasa syawal,
إذا كان على المرأة قضاء من رمضان فإنها لا تصوم الستة أيام من شوال إلا بعد القضاء ، ذلك لأن النبي صلى الله عليه وسلم يقول : ( من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال ) ومن عليها قضاء من رمضان لم تكن صامت رمضان فلا يحصل لها ثواب الأيام الست إلا بعد أن تنتهي من القضاء
Jika seorang wanita memiliki utang puasa ramadhan, maka dia tidak boleh puasa syawal kecuali setelah selesai qadha.
Berdasarkan sabda Nabi Saw..
“Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadan, kemudian dia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal…”.
Sementara orang yang masih memiliki utang puasa ramadhan belum disebut telah berpuasa ramadhan. Sehingga dia tidak mendapatkan pahala puasa 6 hari di bulan syawal, kecuali setelah selesai qadha. (Majmu’ Fatawa, 19/20).
Ketiga, untuk puasa sunah yang tidak terkait dengan puasa Ramadan, boleh dikerjakan, selama waktu pelaksanaan qadha puasa Ramadan masih panjang.
Akan tetapi, jika masa pelaksanaan qadha hanya cukup untuk melaksanakan qadha puasanya dan tidak memungkinkan lagi untuk melaksanakan puasa sunah lainnya maka pada kesempatan itu dia tidak boleh melaksanakan puasa sunah.
Contoh: Ada orang yang memiliki utang enam hari puasa Ramadan, sedangkan bulan Sya’ban hanya tersisa enam hari.
Selama enam hari ini, dia hanya boleh melaksanakan qadha Ramadhan dan tidak boleh melaksanakan puasa sunah.
Keempat, makna tekstual (tertulis) hadis di atas menunjukkan bahwa niat puasa Syawal dan niat qadha puasa Ramadan itu tidak digabungkan.
Karena puasa Syawal baru boleh dilaksanakan setelah puasa Ramadhan telah dilakukan secara sempurna.
Bagaimana mungkin bisa digabungkan?
Keutamaan Puasa Syawal
Orang yang berpuasa di bulan Syawal selama 6 hari senilai dengan puasa setahun penuh.
Kenapa puasa Syawal bisa dinilai berpuasa setahun? Mari kita lihat pada hadits Tsauban berikut ini,
عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »
Dari Tsauban, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fithri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan semisal.” (HR. Ibnu Majah no. 1715. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Disebutkan bahwa setiap kebaikan akan dibalas minimal dengan sepuluh kebaikan yang semisal.
Ini menunjukkan bahwa puasa Ramadhan sebulan penuh akan dibalas dengan 10 bulan kebaikan puasa.
Sedangkan puasa enam hari di bulan Syawal akan dibalas minimal dengan 60 hari (2 bulan) kebaikan puasa.
Jika dijumlah, seseorang sama saja melaksanakan puasa 10 bulan + 2 bulan sama dengan 12 bulan.
Itulah mengapa orang yang melakukan puasa Syawal bisa mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh.
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani)
Sumber: Muslim.or.id, Konsultasi Syariah, Sunnahonline.com