Tak Cuma Kue Keranjang, Nastar dan Lapis Legit Juga Disajikan Saat Imlek, Ini Makna di Baliknya
Kue imlek memang identik dengan kue keranjang. Ternyata tak hanya itu lo yang biasa disajikan.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Kue imlek memang identik dengan kue keranjang. Ternyata tak hanya itu lo yang biasa disajikan.
Kue keranjang sejatinya adalah dodol, tapi dodol khas masyarakat Tionghoa.
Setiap Tahun Baru Cina, kue selalu ada di hampir semua rumah masyarakat Tionghoa.
Kue keranjang bisa dibilang jadi camilan wajib.
Kenapa?
Sebab, kehadiran kue keranjang di rumah-rumah masyarakat Tionghoa saat Imlek memiliki makna khusus.
Ada beberapa kue yang biasanya disajikan saat Lebaran atau Natal juga disediakan saat Tahun Baru Imlek. Apa saja sih?
Kue Nastar
Kue yang pertama adalah kue nastar.
Bagi masyarakat Tionghoa, kue Nastar merupakan simbol kemakmuran.
Warna emas nastar dan rasa manis serta lembutnya isian nanas melambangkan rezeki yang manis berlimpah.
Dalam dialek Hokkian nastar disebut dengan ong lai (yang arti harfiahnya adalah pir emas).
Kue nastar biasa dibuat berdasarkan resep turun temurun.
Dalam perkembangan kue nastar memang terus berkembang modelnya. Seperti Nastar Green Tea atau Nastar Keju.
Lapis Legit
Selain nastar, Lapis Legit juga termasuk kue yang wajib tersaji di perayaan Imlek.
Lapis legit yang dibuat selapis demi selapis, melambangkan kekayaan yang berlapis-lapis.
Arti Nama Kue Keranjang
Aslinya kue ini bernama Nian Gao atau Ni-Kwe, alias kue tahunan.
Disebut kue tahunan karena memang hanya dibuat setahun sekali, yaitu menjelang Tahun Baru Cina.
Kata Nian sendiri berarti tahun, sementara Gao berarti kue.
Namun kata Gao juga terdengar seperti kata tinggi.
Itu sebabnya cara penyajian kue keranjang disusun bertingkat.
Penyusunan kue keranjang yang bertingkat ini memiliki makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran.
Kisah Kue Keranjang
Zaman dahulu, masyarakat Tionghoa percaya bahwa terdapat Dewa yang dikirim oleh Yik Huang Shang Ti (Raja Surga) dalam setiap anglo (tempat masak) di dapur setiap rumah.
Dewa tersebut dikenal juga dengan sebutan Dewa Tungku, yang ditugaskan untuk mengawasi segala sesuatu yang dilakukan di setiap rumah dalam menyediakan masakan setiap hari.
Nah, setiap akhir tahun, tepatnya tanggal 24 bulan 12 Imlek (atau H-6 Tahun Baru Cina), Dewa Tungku konon akan pulang ke surga dan melaporkan tugasnya kepada Raja Surga.
Jadi, demi menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan, timbullah gagasan untuk memberikan hidangan yang menyenangkan atau hal-hal yang dapat membuat Dewa Tungku tidak murka.
Akhirnya masyarakat Tionghoa pun berusaha mencari bentuk sajian yang manis, hingga ditemukanlah resep kue yang disajikan dalam keranjang ini.
Saat menyajikan kue untuk Dewa Tungku, kue keranjang juga ditentukan bentuknya.
Bentuk bulat dipilih karena memiliki makna keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat berkumpul (setidaknya satu tahun sekali), serta tetap menjadi keluarga yang bersatu, rukun, dan memiliki tekad bulat dalam menghadapi tahun yang baru.
Olahan Kue Keranjang
Nah, walau selalu hadir dalam tahun baru Cina, tapi kue keranjang tidak langsung dimakan saat itu juga.
Kue yang tahan lama karena dibuat dari tepung beras dan gula ini baru dimakan setelah lewat capgomeh.
Di rumah-rumah, biasanya kue keranjang dipotong kecil lalu dibalur dengan tepung seperti pisang goreng.
Kue keranjang juga seringkali hanya dikukus hingga lembek kembali lalu dibalur dengan kelapa parut.
Wah, ternyata unik, ya, sejarah kue keranjang?
Jadi tidak sabar lagi untuk mencicipi camilan khas Imlek yang legit ini.