7 Dampak Buruk Kebiasaan Orang Tua Terlalu Banyak Ambil Foto Anak, Narsis hingga Pencurian Identitas
Berikut tujuh dampak buruk memotret anak dan membagikan hasil jepretan di media sosial yang Tribunnews.com himpun dari Bright Side:
Penulis: Siti Nurjannah Wulandari
Editor: Wulan Kurnia Putri
TRIBUNNEWS.COM - Pada era modern ini, media sosial dan kamera ponsel memang memanjakan setiap orang.
Kini, orang-orang bisa mengabadikan setiap momen hanya dengan ujung jari mereka.
Terutama bagi para orang tua.
Mereka selalu ingin abadikan momen kecil anak-anak saat masa pertumbuhan.
Bukan hanya mengabadikannya, orang tua selalu reflek membagikannya ke dunia maya.
Alih-alih menjaga sang buah hati, kebiasaan mengambil foto anak terlalu banyak ternyata menimbulkan masalah.
Menerut penelitian yang dikutip dari Bright Side, setidaknya 81 persen anak di bawah 2 tahun yang sudah dibagikan ke media sosial muncul banyak masalah.
Baca: 8 Kebiasaan Buruk Penumpang Pesawat, Pernah Melakukannya?
Baca: Ini Cara Epson Antisipasi Penyebaran Virus Corona
Berikut tujuh dampak buruk memotret anak dan membagikan hasil jepretan di media sosial yang Tribunnews.com himpun dari Bright Side:
1. Anak mungkin berpikir mereka adalah pusat perhatian dunia
Jika orang tua terus menerus memotret anak sendirian tanpa ditemani keluarga atau teman, maka anak tersebut akan memiliki rasa penghargaan yang tinggi.
Hal ini terjadi karena mereka paham jika kamera selalu ada pada diri mereka.
Sang anak bisa saja berpikir jika semua mata juga harus menatap mereka setiap saat.
Bahkan mereka bisa saja membuka kamera ponsel dan selfie narsis sendirian.
Sebuah penelitian telah menemukan bahwa posting gambar dan selfie berlebihan dapat menimbulkan peningkatan narsisme.
2. Anak akan terlalu kritis terhadap kekurangan diri mereka sendiri
Terlalu banyak foto yang disimpan akan membuat anak semakin sadar akan kekurangan mereka.
Bahkan jika gambar yang diambil tidak mereka suka.
Mungkin saja mereka akan protes dan menuntut pakaian yang lebih bagus atau terobsesi pada filter untuk menutupi kekurangan mereka.
Bisa saja anak protes pada orang tua, mengapa dia dilahirkan tidak secantik atau setampan teman-temannya.
Mereka akan bandingkan foto mereka dengan teman sebaya.
Membanding-bandingkan dengan teman bukanlah pendidikan anak yang baik.
Sebuah penelitian menyebutkan jika anak menghabiskan waktu melihat media sosial Facebook, maka rasa ketidak puasan dengan diri sendiri meningkat.
3. Sibuk ambil foto, orang tua lupa membentuk karakter anak
Orang tua yang sibuk mengambil momen menarik anak di dalam jepretan kamera terkadang lupa membantu anak untuk belajar.
Orang tua terkadang lupa diri, jika anak perlu banyak belajar dan mengenal hal baru.
Menurut hasil penelitian, ingatan anak akan terganggu jika mereka selalu diabadikan di belakang lensa.
Seharusnya orang tua selalu ada di dekat mereka.
Baca: 5 Kebiasaan Sopan di Indonesia yang Justru Dianggap Kasar di Negara Lain
Baca: 6 Kebiasaan Makan yang Dianggap Jorok di Indonesia, tapi Biasa Dilakukan di Negara Lain
4. Mempermalukan anak saat beranjak dewasa
Dampak lain mengabadikan momen masa kecil anak di media sosial adalah saat mereka tumbuh dewasa.
Orang tua biasanya memposting semua momen lucu anak.
Hal ini bisa saja menjadi bahan lelucon rekan anak jika menemukan potret memalukan tersebut.
Bisa saja anak kalian malu di sekolah karena ulah orang tua di masa lalu.
5. Privasi anak terganggu
Orang tua memang memiliki hak untuk memilih bagaimana membesarkan anak.
Namun jangan lupa, jika anak juga memiliki hak untuk melindungi privasinya.
Orang tua tak mungkin meminta izin anak untuk membagikan potret mereka di media sosial.
Kebiasaan orang tua yang ingin membagikan cerita anak terkadang lupa dengan privasi anak yang lebih penting.
6. Diskriminasi di usia dini
Komentar pedas memang menjadi risiko pengguna media sosial.
Jika membagikan potret anak di media sosial, orang tua harus paham jika dampaknya mereka bisa menerima komentar netizen.
Bentuk paling sering dilontarkan adalah sikap diskriminasi yang akan diterima anak.
Kaum minoritas akan selalu terlihat mencolok.
Bahkan komentar soal rasisme juga bisa menyerang anak-anak.
7. Risiko pencurian identitas
Secara tak sadar, orang tua sudah memberikan informasi detail terkait anak mereka.
Seperti tanggal lahir, jenis kelamin, dan nama lengkap.
Ini menjadi sasaran empuk para pencuri identitas.
Mereka tidak memiliki riwayat kredit, sehingga bisa dimanfaatkan orang tak bertanggung jawab untuk urusanan finansial. (Tribunnews.com/ Siti Nurjannah Wulandari)