Keluarga Bisa Pengaruhi Rasa Insecure Pada Anak, Ini Dampaknya Pada Pertumbuhan Buah Hati
Sebagian besar orangtua di Indonesia tidak memberikan edukasi memanajemen emosi sejak kecil pada anak.Ini membuat anak insecure hingga tak percaya dir
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kata insecure belakangan menjadi viral di media sosial.
Misalnya setiap kali ada postingan dari seseorang yang menunjukkan kebahagiaan nya di media sosial, beberapa netizen ada yang mengatakan 'saya insecure'.
Biasanya kata insecure disebut hanya sebagai bahan guyonan saja.
Tapi tidak sedikit pula orang yang benar-benar insecure saat melihat postingan orang lain di media sosial.
Insecure sendiri merupakan perasaan di mana seseorang merasa tidak aman atau gelisah.
Baca juga: Media Sosial Bikin Insecure ? Begini Penjelasannya
Baca juga: Insecure Sebetulnya Perasaan yang Wajar, Tapi Bahaya Apabila Berlebihan
Dan jika dibiarkan berlarut-larut, insecure membuat seseorang merasa kurang percaya diri.
Namun ternyata tidak hanya dari pihak eksternal saja yang memengaruhi tumbuhnya rasa insecure, keluarga pun turut menjadi faktor.
Hal ini diungkapkan oleh seorang psikolog anak Anastasia Satriyo, M. Psi, Psi dalam live streaming yang diadakan di akun Instagram Kompas muda, Rabu (17/2/2021).
"Tentu saja sangat berpengaruh. Kenapa? Karena ini dimulai sejak sepenuhnya masih dalam pengawasan orangtua," katanya, Rabu (17/2/2021).
Anastasia mengungkapkan jika dahulu, sebagian besar orangtua di Indonesia tidak memberikan edukasi memanajemen emosi sejak kecil pada anak.
Sehingga anak merasa dirinya tidak diterima apa adanya.
Misalnya anak dilarang untuk menunjukkan rasa takut. Sehingga saat tumbuh besar nanti, anak bingung bagaimana menghadapi rasa takut.
Begitu pula saat anak sedih, anak juga dilarang untuk menangis.
Padahal menangis merupakan salah satu cara untuk melepaskan tekanan atau emosi.
Orangtua juga kerap membandingkan anak dengan orang lain. Hal ini membuat anak merasa tidak berharga.
Semua contih di atas menurut Anastasia sangat memengaruhi kerentanan anak mengalami insecure yang berlebihan.
"Jadi sampai sekarang masih banyak orang dewasa yang berkutat belajar memproses emosi. Karena masih ada rasa takut yang masih tersimpan," terangnya.
Oleh karena itu Anastasia berpesan pada orangtua untuk mengenal emosi sendiri terlebih dahulu.
Ketika orangtua sudah memahami emosi yang mereka miliki, anak bisa belajar dari orangtua. Bagaimana memanajemen emosi dan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki.