Budaya Palembang hingga Bali Jadi Inspirasi Tiga Desainer Ini Merancang Perabot Rumah
Ketiga koleksi yang mereka desain kemudian dihadirkan dan dipromosikan oleh produsen furniture yang berfokus pada kearifan lokal yakni Dio Living.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan alam melimpah serta budaya dan adat istiadat beragam.
Setiap daerah memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri dalam menampilkan kebudayaan dan kearifan lokalnya.
Melihat potensi kekayaan alam dan budaya Indonesia yang begitu melimpah, banyak produsen furniture yang akhirnya memilih menggunakan material, desain dan corak khas nusantara untuk produk mereka agar tidak hanya dapat terlihat unik, namun tetap classy dan memiliki nilai filosofi yang tinggi.
Karena furniture yang diproduksi menggunakan material lokal pun tidak kalah dengan produk internasional, bahkan banyak negara yang melirik produk buatan Indonesia.
Nah kali ini, ada tiga desainer furniture yang terinspirasi dari kekayaan budaya Indonesia.
Mereka adalah Hendro Hadinata yang menampilkan koleksi 'Musi Banyuasin', Cynthia Margareth 'Tabanan' dan Eugenio Hendro 'Minahasa'.
Baca juga: Malinda Furniture Terjun Ke Bisnis Online
Ketiga koleksi yang mereka desain kemudian dihadirkan dan dipromosikan oleh produsen furniture yang berfokus pada kearifan lokal yakni Dio Living.
General Manager Dio Living, Hansen Partison mengatakan bahwa pihaknya ingin mendorong masyarakat Indonesia untuk lebih mencintai produk sendiri melalui kehadiran tiga koleksi furniture asli nusantara ini.
Menurutnya, produk perabot yang dibuat menggunakan bahan serta corak khas Indonesia, tidak kalah dengan produk impor.
Jika masyarakat Indonesia lebih menghargai dan mencintai produk dalam negeri, ia pun optimis banyak produk furniture lokal yang akan menembus pasar internasional.
Perlu diketahui, saat ini telah banyak negara yang mengakui bahwa produk furniture asli Indonesia memiliki 'signature style' yang khas dan unik.
"Dio Living, selain merupakan satu brand baru yang mengemban kearifan lokal Indonesia, juga merupakan gerakan di mana kami ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk mencintai Indonesia tanpa titik dan tanpa batas. Sehingga dengan bangga dapat dibawa ke kancah internasional," ujar Hansen, dalam keterangan resminya, Selasa (1/6/2021).
Dio Living pun sengaja menghadirkan tiga koleksi furniture yang menunjukkan sisi tradisional yang terinspirasi dari tiga daerah di tanah air, yakni Sulawesi Utara, Sumatera Selatan dan Bali.
Koleksi tersebut memiliki filosofi kuat mengenai banyak hal yang terkait dengan tiga daerah itu.
"Melalui tiga koleksi pertama yang didesain oleh product designer anak bangsa terpilih, terinspirasi dari tiga daerah, yakni Minahasa di Sulawesi Utara, Musi Banyuasin di Sumatera Selatan, dan Tabanan di Bali, kami memiliki harapan besar agar kebudayaan dan kekayaan pada daerah-daerah tersebut dapat dikenal melalui kehidupan sehari-hari, sejak bangun tidur, menjalani kehidupan sehari-hari, hingga menutup hari," tegas Hansen.
Koleksi 'Musi Banyuasin'
Koleksi karya Hendro Hadinata ini sebenarnya terinspirasi dari nama sebuah tempat yang terletak di kota Palembang, Sumatera Selatan.
Ia terinspirasi Sungai Musi dan Pulau Kemaro di tepi sungai itu.
Di sana, budaya Tionghoa 'hidup berdampingan' dengan budaya dan tradisi masyarakat Palembang.
Hendro juga terinspirasi dari profesi yang dijalani masyarakat setempat yakni sebagai nelayan.
Selain itu, inspirasi lainnya yang dipilih adalah hewan kerbau dan tapir.
Kerbau diyakini dapat membawa kesuburan dan menolak malapetaka, sedangkan tapir merupakan fauna asli provinsi itu.
Lalu inspirasi lainnya ia peroleh dari keindahan bunga lotus dan kain jumputan.
Koleksi 'Musi Banyuasin' ini adalah kumpulan benda maupun perabot yang memiliki filosofi kekayaan budaya nusantara yang dipadukan ke gaya hidup modern.
'Tabanan'
Tabanan merupakan koleksi yang didesain oleh Cynthia Margareth.
Koleksi ini terinspirasi dari Kabupaten Tabanan yang terletak di provinsi Bali.
Menariknya, desainnya pun diterjemahkan dari filosofi yang dianut oleh masyarakatnya yaitu Tri Hita Karana atau perhormatan masyarakat terhadap alam.
Perlu diketahui, Tri Hata Karana terdiri dari Pawongan (hubungan antarmanusia), Parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), dan Palemahan (hubungan manusia dengan alam).
Filosofi yang dituangkan dalam produk furniture koleksi ini terkesan sangat kuat.
Setiap perabot dalam koleksi Tabanan ini terinspirasi dari bangunan khas Bali yakni Sanggah Pamerajan, yang merupakan tempat suci, dan Gapura.
Tidak hanya itu, Pantai Sunset juga menjadi salah satu inspirasi dalam koleksi perabotan ini dan direpresentasikan sebagai keindahan alam Bali.
'Minahasa'
Minahasa menjadi koleksi yang di hasilkan desainer produk Eugenio Hendro.
Ia menafsirkan kebudayaan dan alam di Minahasa dengan tampilan yang baru dan unik.
Koleksi Minahasa ini terinspirasi dari suku Minahasa, rumah adat woloan, kolintang, dan keindahan laut Manado.
Setiap koleksi, menceritakan sisi lain dari Indonesia penghormatan terhadap warisan budaya nusantara yang telah ada sejak berabad-abad.
Produk furniture yang dihadirkan melalui tiga koleksi ini pun memiliki harga yang cukup terjangkau.
Untuk produk aksesorisnya, anda bisa mendapatkan dengan harga ratusan ribu rupiah.
Sedangkan untuk produk sofa, anda bisa membelinya mulai dari Rp 2 juta.
Membuka showroom saat pandemi
Di tengah pandemi virus corona (Covid-19), produsen furniture satu ini mengaku 'percaya diri' membuka showroom.
Hal itu karena brand ini telah lama mematangkan riset dan pengembangan produk.
Oleh karena itu, pandemi tidak dianggap sebagai hambatan, melainkan peluang bisnis.
Menurut Hansen, pandemi membuat sebagian besar masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah, sehingga tentunya mereka membutuhkan furniture yang dapat memberikan kenyamanan saat harus melakukan lebih banyak aktivitas di dalam rumah.
Selain itu, kata dia, memproduksi koleksi berbasis lokal tentunya akan 'memberdayakan' kembali para pengrajin lokal yang 'babak belur' dihantam pandemi.
"Dengan adanya pengembangan produk dan produksi saat masa pandemi justru memberikan kita kesempatan untuk mengaktifkan perajin dan pekerja lokal untuk terus berkarya melestarikan budaya hasil karya negeri kita sendiri," kata Hansen.
Showroom pertama Dio Living yang menyasar pasa domestik, khususnya kalangan milenial ini mulai hadir di Pondok Indah Mall (PIM) 2, Lantai Dasar No G14 pada 1 Juni 2021.
Untuk informasi lebih lanjut cek di www.dio-living.id.