Buku Panduan SLP, Sarana Edukasi Makanan Bergizi Seimbang untuk Para Santri di Masa Pandemi
Buku Panduan School Lunch Program (SLP) akan diimplementasikan ke lebih banyak pesantren, untuk menurunkan prevalensi status anemia anak didik.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Anemia merupakan masalah kesehatan yang diukur berdasarkan jumlah hemoglobin, yakni protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen.
Untuk diketahui, anemia merupakan kondisi ketika jumlah sel darah merah di dalam tubuh terlalu rendah.
Ketika sel darah merah rendah, jumlah oksigen dalam darah pun lebih rendah. Sebab, sel darah merah bertugas untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Penurunan kadar oksigen yang dibawa ke seluruh jaringan tubuh akan menimbulkan berbagai gejala anemia, salah satunya adalah tubuh terasa lelah dan lemas.
Baca juga: Jika Alami Anemia Serta Penurunan Berat Badan, Segera Periksakan! Bisa Jadi Itu Gejala Kanker Tulang
Baca juga: Garda Depan Covid-19, Nakes Harus Dapat Asupan Gizi Cukup
Setiap proses atau kondisi yang mengakibatkan penurunan atau kerusakan sel darah merah dapat menjadi penyebab penyakit anemia.
Dilansir dari Healthline, berikut adalah faktor-faktor yang dapat menurunkan produksi sel darah merah dan merusak sel darah merah.
Faktor yang menurunkan produksi sel darah merah:
1. Stimulasi produksi sel darah merah yang tidak memadai oleh hormon erythropoietin
2. Asupan zat besi, vitamin B-12, atau folat yang tidak mencukupi
3. Hipotiroidisme
Banyak faktor yang meningkatkan kerusakan sel darah merah. Namun, secara keseluruhan, kekurangan zat besi merupakan penyebab penyakit anemia yang paling umum.
Hampir setengah dari kasus anemia disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi.
Oleh karena itu, Ajinomoto Indonesia hendak mengimplementasikan Buku Panduan School Lunch Program (SLP) ke banyak pesantren dan sekolah umum.
Tujuannya, yakni meningkatkan status gizi anak-anak remaja di Indonesia, terutama di masa pandemi.
Khususnya menurunkan prevalensi status anemia para santri di pondok pesantren melalui edukasi tentang gizi sekaligus pemberian makanan bergizi seimbang.
“Setelah kami menyediakan menu yang tinggi kandungan zat besi (seperti Rendang Hati Ayam,) dan menu sayur yang dimasak dengan mudah dan nikmat menggunakan produk kami, santri mulai makan lebih banyak," ucap ujar Public Relations Manager Ajinomoto Indonesia Katarina Larasati.
Sejauh ini upaya itu berhasil mengurangi 8% kejadian anemia di kalangan santri Pondok Pesantren Pertanian Darul Falah Bogor, dan 20,9 persen di Pondok Pesantren Darussalam Bogor.
"Karena sukses ini, maka dari itu kami ingin melanjutkan kontribusi untuk mengatasi masalah gizi anak di Indonesia. Melalui sosialisasi SLP ini, kami ingin lebih banyak lagi pesantren yang melaksanakan program ini. Program ini menurut kami sangat penting, karena semua anak di Indonesia berhak mendapatkan metode pembelajaran yang efektif tanpa takut akan ancaman kesehatan di sekitarnya, apalagi di saat situasi pandemi seperti ini,” lanjut Katarina.
Menurut Dr. Rimbawan, Dosen di Departemen Gizi Masyarakat IPB sekaligus ketua project SLP, buku panduan ini tidak hanya bermanfaat bagi siswa/i di pesantren maupun sekolah-sekolah umum, namun bermanfaat juga bagi tenaga pengajar di institusi pendidikan yang menerapkan.
Bersama Ajinomoto Indonesia dan Kementerian Agama RI, pihaknya menyusun panduan SLP menjadi tiga buku.
Buku pertama berisikan modul edukasi gizi di pesantren yang bermanfaat untuk membekali tenaga pengajar pengetahuan dasar tentang gizi dan kesehatan untuk anak dan remaja.
Buku kedua berisikan modul penyediaan makan bergizi seimbang di pesantren, buku kedua ini bermanfaat bagi pengelola dan tim penyedia makan pesantren.
"Buku ketiga berisikan kumpulan resep dan pilihan aplikasi menu lezat bergizi seimbang.
“Mengapa kami memilih pesantren sebagai pilot project sebelumnya, dan di tahun ini kami mengadakan sosialisasikan program SLP ke lebih banyak pesantren, karena pengamatan kami menunjukkan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengalami banyak kemajuan, namun dalam hal pangan, gizi, dan kesehatan, masih belum mendapatkan perhatian yang proporsional,” ujar Dr. Rimbawan.
Oleh karena itu, menurut dia, jika kondisi pangan, gizi dan kesehatannya baik, akan sangat berdampak pada peningkatan capaian pembelajarannya.
Dr. H. Waryono Abdul Ghafur, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI yang hadir membuka acara Webinar School Lunch Program menyampaikan apresiasi untuk PT AJINOMOTO INDONESIA dan IPB atas kolaborasi yang dijalankan.
Menurutnya, project SLP ini sangat dapat mendukung dan membantu santri di pesantren meningkatkan status gizi, sehingga siswa/i lebih mudah menerima pembelajaran untuk kurikulum pendidikan formal dan agamanya.
“Saya menyampaikan apresiasi kepada Ajinomoto Indoensia & IPB atas terlaksananya kegiatan sosialisasi School Lunch Program secara virtual di dua hari ini. Alhamdulillah acara kali ini dihadiri kurang lebih 120 perwakilan pesantren di Jawa Barat dan Jawa Timur. Saya berharap, untuk periode selanjutnya kita bisa menyebarluaskan SLP ke lebih banyak pesantren di Indonesia,” ucap Waryono.