Sejarah Perayaan Maulid Nabi Pertama Kali sebagai Tradisi Umat Islam dan Nilai yang Terkandung
Berikut ini sejarah perayaan Maulid Nabi pertama kali sebagai tradisi umat Islam dan nilai yang terkandung; nilai spiritual, moral, hingga persatuan.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW dan nilai yang diperoleh dari tradisi Maulid Nabi agar dapat mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari.
Maulid Nabi merupakan hari peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Peringatan tersebut jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah.
Sebagian umat Islam memperingati Maulid Nabi dengan melakukan perayaan sebagai ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad, dikutip dari pn-marabahan.go.id.
Baca juga: Libur Tanggal Merah Maulid Nabi Muhammad Digeser Jadi Rabu 20 Oktober, Begini Penjelasan Kemenag
Baca juga: Jelang Maulid, Kemenag Terbitkan Pedoman Penyelenggaraan Hari Besar Keagamaan saat Pandemi
Tradisi perayaan Maulid Nabi sudah ada sejak zaman dahulu.
Ada berbagai versi sejarah tentang asal mula perayaan Maulid Nabi.
Versi pertama menerangkan perayaan ini dipelopori oleh Sultan Al-Muzhaffar sebagai bentuk rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi Muhammad.
Terlepas dari tokoh penggagas Maulid Nabi, yang terpenting dari perayaan Maulid Nabi adalah tujuan serta manfaat yang diperoleh, karena sebagian umat Islam masih merayakan hari lahir Nabi Muhammad hingga saat ini.
Mari mengenal lebih jauh tentang sejarah perayaan Maulid Nabi dan nilai yang bisa dipetik dari tradisi ini.
Selengkapnya, simak informasi berikut ini.
Baca juga: Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Disertai Nilai dan Maknanya
Baca juga: Surat Abasa (Bermuka Masam) Ayat 1-42: Teguran Allah kepada Nabi Muhammad, Jangan Bermuka Masam
Perayaan Maulid Nabi Pertama Kali
Dikutip dari pn-marabahan.go.id, peringatan ini dilakukan pertama kali oleh Raja Irbil (sekarang Irak) bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri pada awal abad ke 7 Hijriyah.
Dalam kitab Tarikh, Ibn Katsir berkata:
"Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi'ul Awal. Dia merayakannya secara besar-besaran. Dia adalah seorang yang berani, pahlawan, alim dan seorang yang adil – semoga Allah merahmatinya."
Kemudian, Sibth (cucu) Ibn Al-Jauzi menjelaskan tentang peringatan tersebut Sultan Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh ulama.
Ulama yang hadir adalah para ahli dalam bidang ilmu Fiqh, ulama Hadits, ulama dalam bidang ilmu kalam, ulama usul, para ahli tasawuf, dan lainnya.
Sultan Al-Muzhaffar telah melakukan berbagai persiapan sejak tiga hari sebelum peringatan Maulid Nabi.
Dia menghidangkan ribuan kambing dan unta kepada hadirin yang ikut memperingati Maulid Nabi.
Sebagian ulama saat itu membenarkan dan menyetujui tindakan oleh Sultan Al-Muzhaffar tersebut.
Mereka beranggapan Maulid Nabi baik untuk diperingati dengan cara bersedekah seperti itu.
Dalam kitab Wafayat Al-A`yan, Ibn Khallikan menceritakan Al-Imam Al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Maroko menuju Syam, kemudian ke Irak.
Ketika Al-Imam Al-Hafizh Ibn Dihyah melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijriah, dia berpendapat Sultan Al-Muzhaffar sangat perhatian terhadap perayaan Maulid Nabi.
Kemudian, Al-Hafizh Ibn Dihyah menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi berjudul “Al-Tanwir Fi Maulid Al-Basyir An-Nadzir”.
Buku tersebut dihadiahkan kepada Sultan Al-Muzhaffar.
Baca juga: Jelang Maulid, Kemenag Terbitkan Pedoman Penyelenggaraan Hari Besar Keagamaan saat Pandemi
Tradisi Maulid Nabi Hingga Sekarang
Sejak peringatan Maulid Nabi pertama kali itu, tradisi Maulid Nabi dilakukan oleh sebagian umat Islam hingga sekarang.
Para ulama terkemuka dan Huffazh Al-Hadis telah menyatakan demikian.
Adapun ulama tersebut adalah:
- Al-Hafizh Ibn Dihyah (abad 7 H),
- Al-Hafizh Al-Iraqi (w. 806 H),
- Al-Hafizh As-Suyuthi (w. 911 H),
- Al-Hafizh Al-Sakhawi (w. 902 H),
- SyeIkh Ibn Hajar Al-Haitami (w. 974 H),
- Al-Imam Al-Nawawi (w. 676 H),
- Al-Imam Al-Izz ibn Abd Al-Salam (w. 660 H),
- Mantan mufti Mesir, Syeikh Muhammad Bakhit Al-Muthi’i (w. 1354 H),
- Mantan Mufti Beirut Lubnan yaitu Syeikh Mushthafa Naja (w. 1351 H).
Kemudian, perayaan Maulid Nabi menjadi tradisi umat Islam setiap bulan Rabiul Awal bagi generasi umat Islam dari masa ke masa.
Selain pendapat pertama tentang perayaan pertama oleh Sultan Al-Muzhaffar tersebut, ada juga pihak lain yang mengatakan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah orang yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi.
Sultan Salahuddin merayakan Maulid Nabi untuk membangkitkan semangat umat islam pada masa Perang Salib.
Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullah mengatakan,
صَلَاحِ الدِّينِ الَّذِي فَتَحَ مِصْرَ ؛ فَأَزَالَ عَنْهَا دَعْوَةَ العبيديين مِنْ الْقَرَامِطَةِ الْبَاطِنِيَّةِ وَأَظْهَرَ فِيهَا شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ
Artinya:
“Sholahuddin-lah yang menaklukkan Mesir. Dia menghapus dakwah ‘Ubaidiyyun yang menganut aliran Qoromithoh Bathiniyyah (aliran yang jelas sesatnya, pen). Shalahuddin-lah yang menghidupkan syari’at Islam di kala itu.”[2]
Dalam perkataan lainnya, Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullah mengatakan,
فَتَحَهَا مُلُوكُ السُّنَّة مِثْلُ صَلَاحِ الدِّينِ وَظَهَرَتْ فِيهَا كَلِمَةُ السُّنَّةِ الْمُخَالِفَةُ لِلرَّافِضَةِ ثُمَّ صَارَ الْعِلْمُ وَالسُّنَّةُ يَكْثُرُ بِهَا وَيَظْهَرُ
Artinya:
“Negeri Mesir kemudian ditaklukkan oleh raja yang berpegang teguh dengan Sunnah yaitu Shalahuddin. Dia yang menampakkan ajaran Nabi yang shahih di kala itu, berseberangan dengan ajaran Rafidhah (Syi’ah). Pada masa dia, akhirnya ilmu dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin terbesar luas.”[3]
Sumber lain mengatakan perayaan Maulid pertama kali diprakarsai oleh Dinasti Fatimiyyun sebagaimana dinyatakan oleh banyak ahli sejarah.
Baca juga: Daftar Libur Nasional Terbaru: Selain Libur Tahun Baru Islam, Libur Maulid Nabi juga Digeser
Nilai yang diperoleh dari Peringatan Maulid Nabi, dikutip dari Kemenkumham.go.id
1. Nilai spiritual
Nilai spiritual yang didapatkan dari perayaan Maulid Nabi adalah menumbuhkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad.
Ekspresi kegembiraan dalam perayaan tersebut merupakan ceriminan penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad merupakan sosok Nabi yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Sehingga, umat Islam wajib meneladani sifat-sifat terpuji Nabi Muhammad.
Dengan mengingat Maulid Nabi, maka hati akan tergerak mengucap shalawat Nabi dan amalan-amalan lain.
2. Nilai moral
Nilai moral yang dapat diambil dari perayaan Maulid Nabi adalah menyimak akhlak terpuji dari Nabi Muhammad SAW.
Adapun akhlak terpuji itu merupakan ajaran moral yang baik untuk seluruh umat manusia.
Kemudian, diharapkan umat manusia dapat mempraktikan sifat-sifat terpuji Nabi Muhammad dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, nasihat dan pengarahan dari para ulama dalam perayaan Maulid Nabi juga dapat menjadi tuntunan dan bimbingan agama.
3. Nilai sosial
Nilai sosial dari adanya perayaan Maulid Nabi adalah terjalinnya hubungan yang baik antar manusia.
Hubungan tersebut menggambarkan kerukunan umat Islam dalam membantu sesama.
Terutama bagi orang yang menyediakan hidangan dan jamuan bagi para tamu dari golongan fakir miskin.
Maulid Nabi bisa menjadi tradisi untuk mensyukuri rahmat Allah yang diberikan melalui perayaan Maulid Nabi.
4. Nilai persatuan
Nilai persatuan berkaitan erat dengan nilai sosial.
Nilai persatuan menggambarkan persatuan umat Islam dalam memperingati Maulid Nabi.
Umat Islam bersatu dalam suasana suka cita menyambut peringatan kelahiran Nabi Muhammad.
Selain itu, Maulid Nabi juga mengingatkan tentang perayaan Maulid Nabi pada masa Perang Salib yang dapat mempersatukan kekuatan dan kebersamaan para pejuang Islam.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Hukum Memperingati Maulid Nabi
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.