Efek Film Dokumenter Seaspiracy, E-book Berisi Resep Vegan Cita Rasa Laut Diluncurkan
Ebook itu berisi resep seperti tuna semangka, sup kepiting nangka, dan “ikan” goreng tahu. Bisa diunduh di www.sinergiaanimalindonesia.org/resep-laut.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Sejak tayang di Netflix, film dokumenter Seaspiracy memberi dampak luar biasa.
Sebab, tak sedikit orang memutuskan untuk meninggalkan menu ikan, kepiting, udang, dan kerang.
Seiring fenomena itu, LSM internasional Sinergia Animal meluncurkan e-book dengan 15 resep vegan yang terinspirasi makanan laut, di mana sayuran dan jamur menjadi menu utamanya.
Organisasi ini juga menunjukkan berbagai tips seperti bahan, teknik, dan rempah-rempah untuk membuat resep apa pun terasa seperti menyelam dalam laut.
Ebook yang berisi resep-resep seperti tuna semangka, sup kepiting nangka, dan “ikan” goreng tahu, dapat diunduh di www.sinergiaanimalindonesia.org/resep-laut. Semuanya gratis.
Baca juga: Tiap Tahun Kali Bekasi Tercemar, Wali Kota Minta Dinas Lingkungan Hidup Jabar Turun Tangan
Baca juga: Rehabilitasi Mangrove di Kepulauan Riau Dongkrak Penghasilan Nelayan
Indonesia merupakan salah satu negara dengan makanan laut yang paling banyak dikonsumsi di dunia, dan termasuk dalam 15 negara terbesar di dunia untuk konsumsi ikan.
Mempertimbangkan data tersebut, dapat memberikan dampak signifikan terhadap lingkungan jika masyarakat Indonesia dapat mulai mengubah kebiasaan mereka, dengan mengadopsi lebih banyak makanan berbasis nabati ke dalam menu makanan mereka atau.
"Bahkan lebih baik lagi, menjadi vegan,” jelas Annabella, Manajer Tantangan 21 Hari Vegan dari Sinergia Animal, organisasi internasional yang bekerja untuk mempromosikan pilihan makanan yang lebih berkelanjutan dan welas asih.
“Tahun ini, setelah film documenter Seaspiracy dirilis, banyak orang tertarik untuk mengurangi dampak lingkungan melalui pola makan mereka, dan dengan adanya ebook ini akan sangat berguna bagi mereka,” katanya.
Salah satu ancaman terbesar bagi lautan adalah sampah plastik.
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) melaporkan bahwa setiap tahun 11 juta ton plastik menumpuk di lautan.
Namun, bertentangan dengan apa yang dipikirkan banyak orang, sebenarnya kantong plastik, botol, dan sedotan hanyalah salah satu bagian dari masalah tersebut.
"Sebuah studi tahun 2019 dari Greenpeace menunjukkan 10% dari total sampah plastik di laut berasal dari jaring ikan yang sengaja ditinggalkan di laut.
Di beberapa bagian lautan, seperti Great Pacific Garbage Patch, hingga 46% plastik terdiri dari sisa jaring-jaring ikan," katanya.
Menurut studi yang dilakukan oleh University of Queensland di Australia, memperkirakan bahwa Indonesia merupakan penyumbang polusi plastik laut kedua terbesar di dunia setelah China.
Hal tersebut mengancam sistem terumbu karang yang paling beragam dan juga penting di dunia, yang terletak di lautan Indonesia.
"Sampah-sampah tersebut, bertanggung jawab terhadap kematian atau cedera yang serius kepada lebih dari 650 ribu mamalia laut setiap tahunnya secara global, seperti yang dilaporkan oleh The Natural Resources Defense Council," katanya.
Penangkapan ikan yang berlebihan juga menjadi masalah. Persentase jumlah ikan yang berada dalam tingkat yang berkelanjutan secara biologis telah menurun dari 90% pada tahun 1974 menjadi 65,8% pada tahun 2017, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Ini tidak hanya membahayakan keseimbangan ekosistem laut, tetapi juga berarti jutaan ikan, yang merupakan makhluk hidup, mati dengan cara yang kejam yang tidak terbayangkan”, komentar Anna.
“Kabar baiknya kita dapat berkontribusi dengan mengadopsi pola makan berbasis nabati, dan hal itu lebih sederhana dari yang terlihat.
Kita dapat membantu melestarikan ekosistem laut dan kehidupan lebih banyak hewan air tanpa mengorbankan rasa makanan yang biasa kita rasakan, dan inilah yang ingin kami tunjukkan melalui e-book ini.
Ada banyak variasi kreasi makanan vegan cita rasa laut dengan berbagai tekstur dan rasa,” tambah Annabella.