Fenomena Spirit Doll: Kolektor Curahkan Kasih Sayang Layaknya ke Anak, Pakar Sebut Tren Musiman
Arwah yang ada di dalam boneka itu adalah arwah anak-anak yang meninggal karena keguguran atau dibunuh.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Publik kini tengah dihebohkan oleh fenomena spirit doll atau “boneka arwah” yang dikoleksi oleh sejumlah artis dan warga masyarakat.
Bahkan, ada pula sebuah konten viral di media sosial tentang lowongan pekerjaan menjadi baby sitter atau pengasuh “boneka arwah” dengan gaji Rp 10 juta.
Awal mula isu “boneka arwah” ini mencuat setelah artis Ivan Gunawan menunjukkan koleksi spirit doll-nya.
Spirit doll disebut-sebut yang dirawat seperti layaknya manusia, diberi nama hingga fasilitas.
Salah-satu pemilik “boneka arwah” di Bali adalah Queen Athena. Ketika ditemui Tribun Bali, ia sedang memangku spirit doll perempuan yang berpakaian seperti bocah perempuan.
Rambut boneka ini berwarna merah dan dikepang serta diberi nama Shasa. Banyak mengadopsi “boneka arwah”, Queen Athena pun dijuluki Mother Of Spirit Doll Bali.
Banyak alasan segelintir orang bersedia untuk mengadopsi “boneka arwah” ini. Ada yang ingin mengadopsi karena ingin memberikan jalan kepada arwah yang masih gentayangan, atau ada juga ingin merawatnya sampai si arwah dipanggil untuk reinkarnasi.
Ada juga mengoleksi “boneka arwah”, karena kesepian tak memilki anak atau pasangan.
Queen Athena sendiri katanya memiliki “keistimewaan”, yang biasa disebut indigo.
Awal mula mengadopsi spirit doll, karena ia merasa dihibur oleh arwah-arwah anak-anak yang “masuk” ke dalam boneka itu. Jadi, ada energi yang didapatkannya dari situ, ucapnya.
"Ketika ada masalah, mereka hadir bukan untuk mengangkat masalah tapi menghibur. Dasarnya aku cengek. Aku memeluk dia. Sedih ada tapi tidak nangis. Seperti energinya disalurkan ke kita, aku merasa terhibur," ungkap Queen Athena, Kamis (6/1).
Queen Athena mengaku sudah mengadopsi “boneka arwah” sejak dua tahun lalu, Semula ia memiliki tiga boneka, bahkan sempat sampai 80 “boneka arwah”.
Menurut dia, arwah yang ada di dalam boneka itu adalah arwah anak-anak yang meninggal karena keguguran atau dibunuh.
Queen Athena mengatakan, dia memasukkan arwah itu di boneka dan dirawat sampai waktunya arwah ini dipanggil untuk reinkarnasi.
"Saya tidak menyembah mereka dan tidak mendewakan atau menuhankan mereka. Kami yang merawat, murni mengurus mereka, memberikan kasih sayang yang seharusnya mereka dapatkan saat mereka hidup. Jadi kalau mendewakan kan memuja, menaruhnya di tempat khusus. Kita tidak meminta kepada spirit doll. Di luar sana banyak orang tua asuh berlebihan. Itu bentuk kasih sayang terhadap anak asuhnya. Kita bisa katakan, ini anak asuh kita yang memilih mereka,” tambahnya.
Menurut Queen Athena, boneka-boneka itu diberi susu dan makanan setiap harinya.
Boneka-boneka itu, kata dia, sering memanggil, meminta susu dan kue ke bunda –demikian menurut Athena, boneka-boneka itu memanggilnya.
Queen Athena mengaku, dari 80 boneka miliknya, kini jumlahnya sudah berkurang. Ada yang mengadopsi dan juga sudah “dipanggil untuk reinkarnasi”.
"Ya sekarang jadi 70 boneka. Saya buka adopsi tapi untuk orang tertentu tidak sembarangan, dan juga ada arwah yang sudah reinkarnasi,” jelas dia.
Baca juga: Kereta Si Gombar Cibatu - Garut yang Sempat Jadi Kenangan Manis Warga Garut, Beroperasi Lagi
Sekadar Tren
Lantas seperti apa fenomena spirit doll dari pandangan ilmu Sosiologi?
Pakar Sosiologi yang juga dosen FISIP Universitas Udayana (Unud) Bali, Wahyu Budi Nugroho S.Sos, MA, mengatakan, spirit doll berwujud bayi dapat dikatakan sebagai sarana mencurahkan kasih sayang.
"Dikarenakan sebab-sebab tertentu, mereka belum bisa menikah dan memiliki anak, sehingga secara sosiologis spirit doll ini bisa disebut sebagai substitusi, sarana aktualisasi menjadi orangtua, bahkan belajar untuk menjadi orangtua," kata Wahyu saat dihubungi Tribun Bali, Rabu (5/1).
Menariknya, jelas Wahyu, wujud relasi para artis maupun mereka yang menggunakan atau mengadopsi spirit doll merupakan wujud relasi yang tertukar.
Secara sosiologis, relasi antar manusia berwujud I-Thou atau Aku-Kamu (manusia), sedangkan relasi antara manusia dengan benda disebut I-It atau Aku-Itu (benda).
"Tetapi dalam hal ini, relasi dengan spirit doll yang seharusnya I-It, berubah menjadi I-Thou. Boneka itu diperlakukan laiknya bayi manusia yang hidup," kata dia.
Dalam budaya pop, dituturkan Wahyu, fenomena ini sudah sering diangkat. Misal, dalam film Cast Away, tokoh utama Noland yang terdampar di pulau terpencil menganggap sebuah bola voli sebagai manusia dan terus diajak bercakap-cakap, atau Mr. Bean dengan boneka Teddy-nya.
Di sisi lain, tren spirit doll ini juga bisa menjadi komoditas konsumtif, mengingat harganya yang tidak murah. Sehingga, kata Wahyu, boleh jadi ini memunculkan kebanggaan dan kepuasan tersendiri bagi mereka yang memiliki dan memamerkannya di media sosial.
"Tren semacam ini tidak akan lama karena spirit doll tergolong sebagai komoditas tersier, bukan kebutuhan primer ataupun sekunder," ujar dia.
"Tetapi sekali lagi, boneka semacam ini mungkin bisa menjadi terapi bagi mereka yang ingin memiliki anak atau sempat berpikir untuk tidak memiliki anak," ucap Wahyu, yang akhir tahun lalu meluncurkan buku Sosiologi Kehidupan Sehari-hari.(ni luh putu sri wahyuni/adrian amurwonegoro)
Baca juga: Para Bobotoh Geulis Yakin Permainan Persib Bakal Gacor Tekuk Persita
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.