Panduan School Lunch Program, Solusi Pemenuhan Gizi Seimbang di Pesantren
Panduan School Lunch Program bermanfaat bagi pengelola dan tim penyedia makan di lingkungan pesantren.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institut Pertanian Bogor, Kementerian Agama dan Ajinomoto menyusun panduan School Lunch Program (SLP) yang ditujukan bagi pondok pesantren yang terdiri dari 3 buku.
Buku pertama berisi modul edukasi gizi di pesantren yang bermanfaat untuk membekali tenaga pengajar pengetahuan dasar tentang gizi dan kesehatan untuk anak dan remaja.
Buku kedua modul penyediaan makan bergizi seimbang di pesantren yang bermanfaat bagi pengelola dan tim penyedia makan pesantren.
Sedangkan buku ketiga merupakan kumpulan resep dan pilihan aplikasi menu lezat bergizi seimbang.
Dr. Rimbawan, Dosen di Departemen Gizi Masyarakat IPB sekaligus ketua project SLP mengatakan, adanya buku panduan SLP yang sudah dibuat tidak hanya bermanfaat bagi siswa/i di pesantren, namun bermanfaat juga bagi tenaga pengajar di pondok pesantren yang menerapkan.
Baca juga: Diet yang Dilakukan Tanpa Memperhitungkan Kebutuhan Gizi yang Tepat Dapat Berefek Negatif
"Buku dibuat ini berdasarkan hasil pilot project di 6 pesantren dan melakukan sosialisasi program SLP ke lebih banyak pesantren," kata Rimbawan saat memberikan sharing informasi dan pengalaman dalam mengimplementasikan pilot project SLP secara daring belum lama ini.
Pondok pesantren dipilih karena berdasarkan pengamatan, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengalami banyak kemajuan, namun dalam hal pangan, gizi dan kesehatan masih belum mendapatkan perhatian yang proporsional.
"Pada umumnya siswa/i mondok di pesantren, oleh karena itu kami menilai jika kondisi pangan, gizi dan kesehatannya baik, akan sangat berdampak pada peningkatan capaian pembelajarannya,” katanya.
Dr. H. Basnan Said MAG, Kasubdit Pendidikan Ponpes mengatakan, penting bagi kita semua untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan thoyib sehingga ia mengapresiasi Ajinomoto yang memberikan kesempatan kepada santri sehingga dapat merasakan gizi yang sama dengan anak-anak yang studinya di luar tetapi tinggalnya di rumah.
"Sebagaimana yang kita tahu, santri sebagian besar berasal dari desa-dari kampung dan kalau kita berbicara tentang masalah pemenuhan gizi, mungkin ada yang tidak terpenuhi,” katanya.
Grant Senjaya, Head of Public Relations Dept PT Ajinomoto Indonesia menerangkan, dalam pilot project ketika itu, pihaknya telah menetapkan target untuk menurunkan prevalensi status anemia santri di pondok pesantren melalui pemberian makanan bergizi seimbang dan pendidikan gizi.
Setelah kami menyediakan menu yang tinggi kandungan zat besi, seperti rendang hati aya dan menu sayur yang dimasak dengan mudah serta nikmat menggunakan produk kami, santri mulai makan lebih banyak.
"Hasilnya, kami mampu mengurangi 8 persen kejadian anemia di kalangan santri Pondok Pesantren Pertanian Darul Falah Bogor dan 20,9 % di Pondok Pesantren Darussalam Bogor. Berangkat dari kisah sukses ini, kami ingin terus kontribusi untuk mengatasi masalah gizi anak di Indonesia,” ujar Grant Senjaya.
Sehingga melalui sosialisasi SLP ini, kami ingin lebih banyak lagi pesantren yang melaksanakan program ini.
Dalam sesi webinar kali ini, Ajinomoto juga menyampaikan tentang kampanye Bijak Garam yang dipaparkan oleh Darma Suhandi, Product Marketing Manager Horeka Dept Ajinomoto mengenai pentingnya diet garam, gula, dan lemak.
"Melalui kampanye Bijak Garam yang sedang kami giatkan ini, kami ingin mengedukasi masyarakat tentang pentingnya diet rendah garam dan mengajak keluarga Indonesia untuk hidup lebih sehat dengan mengurangi asupan atau penggunaan garam dalam mengolah makanan,” ujar Darma.