Marak Kasus Anak Bunuh Diri, Psikolog: Perlu Pendampingan Orangtua Hingga Kelola Emosi
Orangtua diharapkan mengajarkan anak mengelola emosi sedini mungkin. Misalnya, saat anak menangis, jangan buru-buru dibilang "ih, jangan nangis."
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fenomena pada pelajar hingga anak jadi marak belakangan ini.
Terkait hal ini, Psikolog klinis dewasa Nirmala Ika Kusumaningrum, M.Psi beri penjelasan.
Orangtua perlu waspada dan perlu terus lakukan pendampingan pada anak.
"Pada anak-anak yang perlu diwaspadai jangan sampai karena ketidaktahuan anak-anak. Kalau ditanya bagaimana caranya, mereka masih butuh pendampingan," ungkapnya pada Tribunnews, Senin (16/10/2023).
Anak-anak harus mendapatkan pendampingan oleh orangtua.
Memberikan dukungan dan mengajari perihal mengelola emosi.
"Jangan karena anak sudah besar, mungkin secara intelegensi pintar. Tapi secara emosi kan belum tahu," kata Nirmala.
Di sisi lain, orangtua perlu mengecek kondisi anak secara pelan-pelan.
Baca juga: Marak Kasus Bunuh Diri di Kalangan Pemuda Masa Kini, Benarkah Mental Mereka Rapuh?
Masyarakat juga ketika ada pemberitaan soal anak-anak bunuh diri perlu berhati-hati.
"Jangan asal tuduh, wah ini anak iman kurang, makanya dari kecil anak-anak harus diajari salat. Oh kamu gak boleh pakai internet, nanti bunuh diri," kata Nirmala.
Kalimat tuduhan dan pikiran seperti di atas sudah sebaiknya dihilangkan dan mulai mencari akar permasalahannya.
Penting Ajarkan Anak Kelola Emosi
Lebih lanjut Nirmala menekankan pada orangtua untuk mengajarkan anak mengelola emosi sedini mungkin.
"Penting banget, sedini mungkin kita ajari sesuai kapasitas anak. Dan izinkan anak untuk memiliki emosi itu," jelas Nirmal.
Misalnya, saat anak menangis, jangan buru-buru dibilang "ih, jangan nangis kamu."
"Tapi pelan-pelan, oke nangis tidak apa tapi sesuai dengan usianya, pelan-pelan kita ajari kalau sedih boleh nangis, tapi kan tidak semua harus ditunjukkan di tempat umum," kata Nirmala lagi.
"Contoh, misalnya lagi jalan-jalan sama om tante, kamu sedih, tapi sambil teriak, kan om dan tante juga bingung," kata Nirmala mencontohkan.
Pelan-pelan ajari bagaimana anak menampilkan emosi. Tapi jangan juga sampai melukai atau menyakiti orang lain.
Setelah anak mengenali emosi, anak pelan-pelan juga diajari meregulasi emosi.
"Regulasi dari kecil sih. Emosi boleh ada, tapi tetap harus diregulasi jangan sampai kita dikuasai oleh emosi. Sedini mungkin. Termasuk orangtua harus bisa mencontohkan," tutupnya.