Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Lifestyle

Beberapa Faktor Penyebab Anak Speech Delay, Sikap Orang Tua Kadang Jadi Pemicunya

Speech delay adalah kemampuan bahasa ekspresif bicaranya anak tidak sesuai dengan kelompok umurnya. 

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
zoom-in Beberapa Faktor Penyebab Anak Speech Delay, Sikap Orang Tua Kadang Jadi Pemicunya
shutterstock
ilustrasi anak di cuaca panas menggunakan payung 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus speech delay atau keterlambatan bicara mulai sering ditemukan pada anak batita. 

Speech delay adalah kemampuan bahasa ekspresif bicaranya anak tidak sesuai dengan kelompok umurnya. 

Menurut Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DR dr Fitri Hartanto, SpA(K), ada beberapa faktor penyebab keterlambatan bicara ini. 

Ia membaginya menjadi dua kelompok yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. 

"Pertama adalah faktor intrinsik. Faktor ini menyebabkan keterlambatan bicara tipe sekunder, di antaranya karena kelainan organ, gangguan syaraf, gangguan perilaku, gangguan kognitif," ungkapnya pada media briefing virtual, Selasa (15/10/2024).  

Sedangkan faktor ekstrinsik biasanya didapatkan pada jenis keterlambatan bicara tipe primer.

Berita Rekomendasi

Biasanya keterlambatan hanya pada aspek bahasanya saja. Bukan karena adanya kelainan pada organ. 

Pada faktor ini, dr Fitri mengelompokkan menjadi dua penyebab. 

"Saya lebih cenderung mengelompokkan pada dua penyebab, yaitu stimulasi yang kurang dan pembelajaran yang salah," ucapnya.

Stimulasi yang kurang bisa dilihat pada saat anak belajar berkomunikasi. 

Saat berbicara, anak semestinya menggunakan bahasa ucap.

"Namun, anak terbiasa minta dengan cara meraih tangan saja atau menunjuk (sesuatu),  orang tua sudah diberikan. Dengan harapan anak tidak menangis, ini tidak memberi kesempatan anak belajar yang benar. Mestinya tidak demikian," lanjutnya. 

Ketimbang menggunakan isyarat, dr Fitri menegaskan orang tua perlu mengajari anak menggunakan bahasa ucap.

Selain itu, stimulasi yang kurang juga dikarenakan orang tua tidak memberikan kesempatan belajar pada anak. 

Seperti semua keinginan anak dituruti, dan apa pun dilayani agar anak berhenti menangis. 

Akibatnya, stimulasi yang diberikan akan berkurang, karena kesempatan belajar anak juga menurun. 

"Anak yang tidak diapa-apain juga akan terdampak karena tidak ada stimulasi yang diberikan," sambungannya. 

Kedua adalah pembelajaran yang salah. Menurut dr Fitri ada beberapa pembelajaran  cara berbicara yang keliru dari orang tua. 

Di antaranya bilingual, menggunakan lebih dari satu bahasa di usia-usia awal kehidupan. 

Padahal di saat anak itu, anak harus belajar berbahasa dalam berkomunikasi. 

Dalam literatur, memang dikatakan bahwa bilingual dapat membantu aspek fungsi kognitif dari seorang anak.

Namun, dari beberapa literatur lainnya menyatakan jika upaya ini efektif jika dilakukan pada usia sekolah. Bukan di usia dua tahun pertama anak. 

"Di literatur, dikatakan bilingual di usia awal itu sangat mengganggu proses pembelajaran bahasa. Sehingga akan terjadi keterlambatan berbicara. Menerjemahkan bahasa yang salah, seperti pada kasus tadi, dia menggunakan bahasa tubuh," kata dr Fitri. 

Membiarkan anak mengunakan bahasa tubuh juga tidak dianjurkan. 

Karena anak akan memahami bahasa gestur adalah bahasa yang benar. Apa lagi jika orang tua juga memberikan respons.

Selain itu pembelajaran tanpa pendampingan juga menjadi faktor terjadinya speech delay.

Di zaman sekarang ini, banyak sekali anak yang disuruh belajar mandiri televisi, handphone atau jenis gawai lainnya tanpa didampingi orang tua. 

"Sehingga yang terucap lebih banyak bahasa planet. Menurut saya kenapa bahasanya begitu? Ya, karena pembelajarannya tidak didampingi. Dia menggunakan bahasa yang diramu sendiri dari apa yang dia lihat," sambungnya. 

Terakhir, keterlambatan bicara juga disebabkan karena pembelajaran tidak melalui tahapan.

Pembelajaran bicara itu harus dimulai dari tahapan pengenalan, pemahaman, baru tahap pengucapan. 

"Tidak bisa anak setelah melalui tahapan pengenalan, langsung anak disuruh mengucap tanpa dia harus memahami apa yang diucapkan," pungkasnya. 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas