Bambang Soesatyo Sebut Pernyataannya Soal Penundaan Pemilu 2024 Dipelintir Terlalu Jauh
Bambang Soesatyo menyebut pernyataannya yang menjadi ramai soal Pemilu 2024 dan perpanjangan jabatan Presiden diperlintir terlalu jauh.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo merespons terkait pernyataannya yang menjadi ramai soal Pemilu 2024 dan perpanjangan jabatan Presiden.
Di mana, pernyataan itu disampaikan Bamsoet saat rilis survei Poltracking Indonesia soal kepuasan publik terhadap pemerintahan Presiden Jokowi dab Wapres KH Ma'ruf Amin.
Pria yang akrab disapa Bamsoet itu mengatakan, usai pernyataannya tersebut dirinya mendapat banyak protes dari berbagai kalangan.
Menurut Bamsoet, pernyataannya di dalam survei tersebut dipelintir terlalu jauh.
Baca juga: Soroti Pernyataan Bamsoet, Qodari Justru Usul Jokowi-Prabowo Lawan Kotak Kosong di Pilpres 2024
"Pertama, apa yang disampaikan dalam komentar berita-berita itu melintirnya terlalu jauh," kata Bamsoet, Sabtu (10/12/2022).
Politisi Partai Golkar ini juga mempertanyaan soal dirinya yang disebut meminta menunda Pemilu 2024. Padahal, Bamsoet mengaku tak menyebutkan hal itu.
Ia hanya mengajak berfikir soal potensi gangguan keamanan serta indikasi terjadinya konflik jelang 2024.
"Kedua, yang minta pemilu ditunda siapa? Saya hanya mengajak berpikir. Masa berpikir saja tidak boleh," ucap Bamsoet.
Bamsoet juga menyadari, bahwa tahapan pemilu sedang berjalan. Kecuali ada sesuatu hal yang luar biasa sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU.
Misalnya faktor alam dan non alam, perang dan lain-lain yang membuat pemilu tidak bisa dilaksanakan seluruhnya atau sebagian.
"Saya kan hanya mengajak berpikir. Masa berpikir saja tidak boleh," ucapnya.
Bamsoet juga mempersilakan jika ada pihak yang mau meng-amandemen.
Baca juga: Bamsoet Wacanakan Lagi Pemilu 2024 Ditunda, NasDem: Ketua MPR Harus Tegak Lurus, Jangan Bengkok
Namun, harus terpenuhi semua persyaratan sebagaimana diatur dalam konstitusi. Termasuk ketika mau kembali ke UUD 1945 yang asli.
"Bagi yang tidak setuju, silakan dengan argumentasinya. Yang pasti, kami saat ini di MPR telah sepakat tidak mengambil jalan amandemen untuk menghadirkan kembali PPHN (Pokok-pokok Haluan Negara) sebagai cetak biru atau bintang pengarah bagi kepemimpinan Indonesia dalam jangka panjang agar berkesinambungan dan berkelanjutan," papar Bamsoet.
Dia juga mengaku telah membuka diskursus publik untuk publik menyampaikan masukan dan kritiknya. Tentu, dengan harapan tak membawa unsur kemarahan.
"Yang pasti, konstitusi kita sudah mengatur dengan jelas, pemilu dilakukan setiap lima tahun. Masa jabatan presiden lima tahun, maksimal dua periode," ucap Bamsoet.
"Mau amandemen juga bukan sesuatu hal yang mudah dilakukan. Harus dengan alasan yang jelas. Pasal mana yang mau diamandemen disertai argumentasi dan kajian akademis yang jelas," terangnya.
"Tidak hanya itu. Syarat pentingnya adalah harus didukung sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR yang berjumlah 711 dari 9 Fraksi di DPR dan 136 anggota DPD serta untuk mencapai kuorum harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR. Jadi tidak mudah. Satu atau dua fraksi saja tidak hadir, sidang MPR tidak dapat dilanjutkan," kata Bamsoet.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.