Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ngaku Diperkosa, Mengapa Putri Candrawathi Menolak Tes Poligraf untuk Kronologi Pemerkosaan?

Putri Candrawathi, mengaku diperkosa, diancam, dan mendapatkan kekerasan fisik dari Brigadir Yosua.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ngaku Diperkosa, Mengapa Putri Candrawathi Menolak Tes Poligraf untuk Kronologi Pemerkosaan?
KOMPAS.com / IRFAN KAMIL
Putri Candrawathi, terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putri Candrawathi ternah pernah menolak dilakukan pemeriksaan poligraf atau lie detector untuk kronologi pemerkosaan yang diklaimnya dilakukan oleh Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat (Yosua) pada 7 Juli 2022 di Magelang.

Penjelasan itu disampaikan oleh Ahli Poligraf Aji Fibriyanto dalam sidang untuk lima terdakwa pembunuhan berencana Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).

“Beliau keberatan untuk menyampaikan kronologis di tanggal 7. Untuk kronologisnya bukan untuk tesnya,” ucap Ahli Poligraf Aji Fibriyanto.

Maka itu, kata Aji Fibriyanto, pemeriksaan poligraf terhadap Putri Candrawathi tetap dilakukan sesuai dengan prosedur.

Baca juga: Putri Candrawathi Akui Dibanting Brigadir J 3 Kali Sebelum Diperkosa, Hakim Wahyu Merasa Janggal

Terlebih berdasarkan hasil pretest dan test angka menunjukkan Putri Candrawathi layak untuk menjalani tes poligraf.

“Jadi untuk menentukan seseorang layak dilakukan pemeriksaan itu ada namanya tes angka. Nah di situ kita lihat grafiknya, apakah seseorang ini memang layak untuk dilakukan pemeriksaan atau tidak, kalau memang tidak layak, tidak kita lanjutkan,” ucap Aji Fibriyanto.

Dalam sidang, Penasihat Hukum Putri Candrawathi yakni Rasamala Aritonang bertanya kepada Aji Fibriyanto kenapa tes dengan pertanyaan soal perselingkuhan kliennya dengan Yosua tetap diberikan padahal ada keberatan untuk mengungkap kronologi di tanggal 7 Juli 2022.

Berita Rekomendasi

“Ini kan yang mau ditanyakan kan, perselingkuhan itu, ditanyakan untuk tanggal 7 atau tanggal yang lain?” tanya Rasamala.

“Di tanggal 7,” Aji Fibriyanto.

Lantas, kata Rasamala, kenapa pertanyaan itu tetap ditanyakan padahal kliennya sudah menolak sejak awal mengungkap kronologi pemerkosaan yang diklaim dilakukan Yosua.

Sementara, dalam tes poligraf perlu ada kepercayaan yang terbangun antara pemeriksa dan terperiksa untuk hasil optimal.

Mendengar pernyataan Rasamala, Aji Fibrianto pun menjelaskan jika dalam pemeriksaan poligraf seorang terperiksa berhak untuk melakukan penolakan.

Meskipun, lanjut Aji Fibriyanto, penolakan itu disampaikan di tengah-tengah tes poligraf yang telah dijalani.

“Pada saat proses pemeriksaan, seseorang bisa menolak pemeriksaan, di tengah jalan pun boleh melakukan penolakan, jadi misal, sudah saya tidak bersedia melakukan pemeriksaan, itu pasti akan kita cut,” kata Aji Fibriyanto.

“Tapi untuk yang kemarin, Ibu Putri masih kooperatif, jadi kita lanjutkan pemeriksaan,” kata Aji Fibriyanto.

Putri Candrawathi Ngaku Diperkosa

Pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022) lalu, terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi, mengaku diperkosa, diancam, dan mendapatkan kekerasan fisik dari mantan ajudannya.

Dia mengatakan kejadia itu  ketika berada di Magelang pada tanggal 7 Juli 2022.

Pengakuan Putri berawal dari pertanyaan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso tentang bagaimana proses pemakaman seorang anggota Polri.

“Apakah Saudara tahu proses pemakaman bagi seorang anggota kepolisian?” tanya Hakim Wahyu dalam persidangan.

“Tidak tahu, Yang Mulia,” jawab Putri.

“Tidak tahu, Saudara sudah berapa lama mendampingi suami Saudara jadi polisi?” timpal Hakim.

“Kurang lebih 20 tahun, Yang Mulia,” kata Putri.

“Tidak pernah hadir pemakaman anggota Polri sedikit pun?” tanya Hakim.

“Sering, Yang Mulia,” ucap istri Ferdy Sambo itu.

“Sering, tahu enggak syarat-syaratnya apa supaya mereka dapat kehormatan pada saat pemakaman?” cecar Hakim.

“Saya tidak tahu persis,” jawab Putri.

Mendengar jawaban tersebut, lantas Hakim Wahyu pun menjelaskan syarat untuk dapat dimakamkan secara kedinasan oleh Polri.

“Untuk mendapatkan seperti itu berarti yang bersangkutan tidak boleh mendapatkan cemar sedikit pun atau noda dalam catatan kariernya, faktanya almarhum Yosua dimakamkan dengan kebesaran dari kepolisian,” jelas Hakim.

“Kalau seandainya dia seperti yang Saudara sampaikan, melakukan pelecehan seksual kepada Saudara tentunya dia tidak akan mendapatkan hal itu,” ucapnya melanjutkan.

Selain itu, Hakim Wahyu juga menyinggung laporan polisi terkait pelecehan seksual yang dihentikan oleh Kepolisian.

“Apa yang Saudara sampaikan mengenai dalil pelecehan tadi, sampai hari ini pada akhirnya Mabes Polri membatalkan SPDP mengenai hal itu,” papar Hakim.

Atas pernyataan Hakim tersebut, lantas Putri membeberkan peristiwa pemerkosaan di Magelang yang ia alami.

Ia mengaku dilecehkan bahkan diancam oleh mantan ajudan suaminya tersebut.

“Mohon maaf, Yang Mulia, mohon izin yang terjadi memang Yosua melakukan kekerasan seksual, pengancaman, dan penganiayaan membanting saya tiga kali ke bawah itu yang memang benar-benar terjadi,” tutur Putri.

Seraya menangis, Putri menyatakan juga tidak memahami bagaimana pertimbangan Polri bisa memakamkan orang yang melakukan pemerkosaan terhadap seorang Bhayangkari.

“Kalaupun Polri melakukan pemakaman seperti itu saya tidak tahu mungkin bisa ditanyakan ke institusi Polri kenapa bisa memberikan penghargaan kepada orang yang telah melakukan pemerkosaan, penganiayaan, serta pengancaman kepada saya selaku Bhayangkari,” tutur Putri menahan tangis.

Sumber: Kompas.TV/Kompas.com/Tribunnews.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas