Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jelang Tahun Politik, Dewan Syura PKB: Pesantren harus Belajar dari Muktamar Cipasung

Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa mengingatkan pihak pondok pesantren untuk belajar dari muktamar cipasung terkait jelang tahun politik.

Editor: Endra Kurniawan
zoom-in Jelang Tahun Politik, Dewan Syura PKB: Pesantren harus Belajar dari Muktamar Cipasung
Tribunnews.com/Istimewa
Wakil Sekretaris Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), KH Maman Imanulhaq mengingatkan pihak pondok pesantren untuk belajar dari muktamar cipasung terkait jelang tahun politik. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Malau Andri

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang tahun politik, kalangan pesantren kerap menjadi buruan para politisi untuk didekati.

Padahal kalangan pesantren pun adalah subjek demokrasi yang punya andil besar mengelola negeri baik di level eksekutif maupun legislatif.




Oleh sebab itu, pesantren harus memiliki keberanian melawan oligarki dalam bentuk apapun yang terus merekayasa demokrasi.

Dengan modal sosial yang besar, basis keilmuan yang kokoh dan kemandirian, pesantren harus mulai memimpin proses demokrasi dengan menyuarakan keadilan bagi masyarakat, mengupayakan program kesejahteraan bagi umat, dan menguatkan komitmen kebangsaan sesama anak bangsa.

Hal itu disampaikan Wakil Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Maman Imanulhaq saat menghadiri acara peringatan 40 hari wafatnya pimpinan Pesantren Cipasung Tasikmalaya, KH. Abun Bunyamin, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (29/12/2022).

Baca juga: PKB Klaim Cak Imin Dapat Saran agar Jadi Cawapres dari Kiai di Jatim dan Jateng

Anggota Komisi VIII DPR RI ini mengingatkan peristiwa Muktamar NU di Cipasung tahun 1994 yang membuktikan bahwa dengan modal keberanian para ulama NU yang dimotori Gus Dur, bisa menang melawan rezim Soeharto yang ingin menghentikan kepemimpinan Gus Dur di NU.

BERITA TERKAIT

"Spirit keberanian dan kemampuan berpikir kritis dalam melawan rezim yang zalim saat itu serta kebijakan stategis untuk kemashlahatan masyarakat membuat pesantren dan NU dihargai dan dihormati."

"Pesantren jangan hanya "didatangi" saat momen demokrasi seperti pilkada, pileg, atau pilpres karena pesantren bukan vote getter, tapi justru pesantren adalah subjek demokrasi yang aktif, stretegis, dan kritis," kata Kiai Maman kepada wartawan.

Kiai Maman yang juga merupakan Pengasuh Ponpes Al Mizan Jatiwangi ini menambahkan, dari Pesantren Cipasung pun dapat diambil hikmah bahwa sosok KH Ruhiyat dan para putranya termasuk juga KH Ilyas Ruhiyat yang menjadi Rais Aam PBNU menunjukkan pesantren dijadikan sebagai motor penggerak kehidupan masyarakat.

"Ini harus kembali menjadi perhatian kita bahwa sesungguhnya semua roda pemerintahan masyarakat, upaya-upaya transformatif itu tidak akan pernah lepas dari pesantren," imbuh Kiai Maman.

Yang juga sangat penting, kata Kiai Maman, pesantren sebagai gudang ilmu pengetahuan melahirkan begitu banyak ulama intelektual bahkan para pejabat di level daerah sampai pusat.

Maka, imbuhnya, tawaran-tawaran yang diproduksi oleh kalangan pesantren terhadap proses demokrasi adalah tawaran yang konstruktif dan substansional, bukan hanya sekedar manis bibir yang ditawarkan namun harus berupa program yang diimplementasikan.

Dan yang ketiga, imbuh Kiai Maman, sosok KH Ilyas Ruchiyat adalah sosok yang santun, sosok penuh kelembutan dengan melakukan strategi-strategi yang kuat dalam penguatan kehidupan masyarakat dan juga dalam politik secara nasional.

Baca juga: Beberapa Alasan Gerindra dan Prabowo Subianto Akan Rugi Jika Tinggalkan PKB, Menurut Median

Hal itu dilakukan oleh Kiai Ilyas lantaran didasari oleh prinsip prinsip NU yang toleran, ramah, dan juga selalu memegang teguh komitmen kebangsaan.

"Nah bila 3 poin itu, keberanian, keilmuan, dan juga bentuk ketulusan yang dimiliki oleh Cipasung menjadi kesadaran bagi seluruh pesantren, maka saya yakin tidak akan ada lagi yang meremehkan pesantren, tidak akan ada lagi kelompok-kelompok yang menganggap pesantren bisa dibeli, bisa dibayar. "

"Pesantren dengan sejarah yang begitu panjang membuktikan kembali komitmennya untuk sebuah perubahan di tengah masyarakat dan juga menjaga negeri. Inilah hikmah pesantren untuk merawat masyarakat serta juga menjaga negeri," kata Kiai Maman menutup.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas