PDIP Anggap Pemilu Coblos Caleg Seperti Pasar Bebas dan Ongkos Politik Mahal
Ahmad Basarah menganggap sistem pemilihan umum (Pemilu) proposional terbuka seperti mekanisme pasar bebas dan memakan biaya kampanye yang cukup mahal.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menganggap sistem pemilihan umum (Pemilu) proposional terbuka seperti mekanisme pasar bebas dan memakan biaya kampanye yang cukup mahal.
"Seharusnya Pemilu legislatif itu berdasarkan sistem proposional tertutup bukan dengan mekanisme pasar bebas dengan suara terbanyak seperti yang sekarang ini," kata Ahmad Basarah saat ditemui di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (31/12/2022).
Menurutnya, sistem Pemilu proposional terbuka justru menimbulkan persaingan antar calon legislatif (Caleg) dan menimbulkan konflik di internal partai politik (parpol).
Selain itu, Basarah menilai Pemilu terbuka alias coblos Caleg menghabiskan biaya kampanye atau ongkos politik yang cukup mahal.
"Biaya kampanye menjadi mahal sehingga akhirnya yang lahir adalah bukan kader-kader partai politik yang memang sudah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya oleh partai politik untuk mewakili di parlemen, tetapi hasil dari pertarungan demokrasi liberal itu sendiri," ujar Basarah.
Wakil Ketua MPR RI itu menjelaskan apabila mengacu pada undang-undang dasar (UUD) 1945 maka Pemilu di Indonesia menggunakan sistem proposional tertutup.
"Kalau kita berdasar pada sumber hukum tertulis kita di UUD telah disebutkan di sana bahwa peserta pemilu legislatif adalah partai politik," ungkap Basarah.
Karenanya, Basarah menerangkan bahwa yang berhak menentukan kader-kadernya untuk menjadi anggota parlemen adalah parpol.
"Sehingga turunan kebijakannya dari amanat konstitusi itu memang seharusnya pemilu legislatif itu berdasarkan sistem proposional tertutup bukan dengan mekanisme pasar bebas dengan suara terbanyak seperti yang sekarang ini," ungkapnya.
Adapun saat ini sejumlah politisi mengajukan uji materi terhadap UU No. 7 tahun 2019 atau UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka meminta MK untuk membatalkan pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.
Baca juga: Plus Minus Pemilu 2024 Menggunakan Sistem Proporsional Tertutup Menurut Brando
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengungkapkan ada kemungkinan Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup.
Hal itu disampaikan Hasyim pada sambutan acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU RI, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/12/2022).
Hasyim juga mengimbau kepada para calon legislatif (Caleg) agar tidak melakukan kampanye dini.
Sebab, ada kemungkinan jika MK memutuskan untuk kembali ke sistem proporsional tertutup.
"Maka dengan begitu menjadi tidak relevan, misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan, jadi enggak relevan. Karena apa? Namanya enggak muncul lagi di surat suara. Enggak coblos lagi nama-nama calon. Yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta Pemilu," ungkap Hasyim.
Baca juga: Pengamat Kritik Pernyataan Ketua KPU soal Wacana Sistem Proporsional Tertutup Pemilu: Nggak Beres
Sebagai informasi, dalam sistem Pemilu proposional tertutup, partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut. Nomor urut ditentukan oleh partai politik.
Selain itu, pemilih memilih partai politik dan penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut.
Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.