Perlu Penyamaan Makna Politisasi SARA dan Politik Identitas Guna Bawaslu Lakukan Pencegahan
Bawaslu RI menganggap perlunya dilakukan penyamaan makna politisasi SARA dan politik identitas sebagai mitigasi bagi Bawaslu lakukan pencegahan.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menganggap perlunya dilakukan penyamaan makna politisasi SARA dan politik identitas sebagai mitigasi bagi Bawaslu lakukan pencegahan.
Persamaan makna ini, kata Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty, dilakukan dengan beberapa tokoh agama.
Menurutnya, penyamaan definisi dengan para tokoh agama lintas iman menjadi momentum Bawaslu lebih kuat dalam hal pencegahan.
"Ini jadi momentum yang tepat bagi Bawaslu untuk memastikan kita kuat dalam pencegahan. Sebaik-baiknya upaya memastikan kualitas demokrasi kita makin baik, tentu dilihat dari seberapa kita melakukan pencegahan dan menindak jika ada pelanggaran," kata Lolly dalam keterangannya, Senin (27/3/2023).
Hal senada juga di katakan oleh Anggota Bawaslu Totok Hariyono. Ia menegaskan, dalam hal menanggulangi politisasi SARA dan politik identitas, Bawaslu lebih mengedepankan konteks pencegahan.
Artinya, akan melakukan teguran-teguran bagi para peserta pemilu untuk tidak melakukan hal yang termasuk dalam kategori pelanggaran.
"Kami lakukan pencegahan terlebih dahulu baru penindakan, itu bagian dari konsep pemilu gotong-royong," terangnya.
Sebagai informasi, guna melakukan penyamaan makna, Bawaslu juga telah melakukan diskui bersama beberapa tokoh agama beberapa waktu lalu.
Dalam diskusi tersebut hadir para tokoh dari Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN).
Hadir pula Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI, Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.