KY Panggil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Majelis Hakim Perkara Prima Lawan KPU
Komisi Yudisial hari ini memanggil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dimintai keterangannya terkait putusan Partai Rakyat Adil Makmur.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) hari ini memanggil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dimintai keterangannya terkait putusan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) melawan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Perkara keperdataan ini sering disebut sebagai putusan penundaan pemilihan umum (pemilu).
"Namun, hari ini Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberitahukan bahwa beliau tidak dapat hadir karena ada agenda," kata Juru Bicara KY Miko Ginting dalam keterangannya, Senin (29/5/2023).
Dia menjelaskan, KY akan memanggil ulang Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (30/5/2023) besok.
Kata Miko, keterangan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diperlukan untuk membuat perkara Prima melawan KPU semakin terang.
"Pemanggilan terhadap Majelis Hakim akan dilakukan besok hari. Komisi Yudisial berharap para majelis hakim dapat hadir memenuhi pemanggilan tersebut," kata Miko.
"Pemanggilan dan penggalian keterangan ini dilakukan dalam rangka penelusuran ada atau tidaknya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), area yang menjadi domain Komisi Yudisial," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata menyebut pihaknya menerima laporan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diduga melakukan pelanggaran etik.
Putusan yang dipimpin oleh ketua majelis hakim T Oyong dengan anggota H Bakri dan Dominggus Silaban itu, pada pokoknya menghukum KPU sebagai pihak tergugat untuk menunda tahapan pemilu yang telah berjalan.
Adapun laporan Koalisi Masyarakat Sipil diwakili oleh Themis Indonesia Law Firm dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Perwakilan Perludem, Ihsan Maulana menilai, majelis hakim yang memeriksa perkara Prima diduga melakukan pelanggaran, karena mengabulkan sebuah perkara yang bukan kewenangan absolutnya.
Ia berpandangan, tindakan majelis hakim bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Baca juga: Gugatan PRIMA yang Keempat Kalinya Atas KPU Ditolak Bawaslu
"Oleh karena itu, dapat diduga majelis hakim yang memeriksa perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst melanggar prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim bersikap profesional," papar Ihsan.
Diberitakan, PN Jakarta Pusat memenangkan Prima atas gugatan perdata mereka terhadap KPU, Kamis (2/3/2022).
Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan pada 8 Desember 2022, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.
Adapun Prima melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.
Namun, Prima merasa telah memenuhi syarat keanggotaan tersebut dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.