Pengamat Menilai Ada 3 Hal yang Berpotensi Timbulkan Kerumitan di Pemilu 2024
Ray Rangkuti mengatakan bahkan potensi kerumitan tersebut kian hari semakin meningkat.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menilai Pemilu 2024 berpotensi menimbulkan kerumitan.
"Kita dari berbagai elemen civil society ini melihat memang ada ada situasi yang kalau kita tidak sikapi dari sekarang, ini potensial akan menimbulkan kerumitan. Kalau menggunakan istilah Pak Jokowi bisa menimbulkan riak-riak bagi penyelenggaran Pemilu yang demokratis," kata Ray ditemui di Jakarta, Senin (12/6/2023).
Baca juga: Dorong Partisipasi Politik Anak Muda di Pemilu 2024, Iluni UI: Anak Muda Basis Suara Terbesar
Ray melanjutkan bahkan potensi kerumitan tersebut kian hari semakin meningkat.
"Ini yang ingin kita ingatkan gejala-gejala ke arah sana itu hari demi hari terlihat oleh kita itu makin meningkat. Pertama soal pelaksana pemilu atau penyelenggara pemilu itu bersifat independen atau tidak, sejauh mana mereka kuat untuk memegang teguh prinsip-prinsip independensi ini," kata Ray Rangkuti.
Kemudian dikatakan Ray yang kedua apakah peserta Pemilu memiliki kesabaran atau tidak.
"Apa yang kita sebut dengan tidak sabaran itu artinya peserta pemilu yang mempergunakan segala cara untuk meraih kemenangan entah itu manipulasi, intimidasi, politik uang politik hingga SARA," jelasnya.
Baca juga: Bawaslu Ajak Pemuda dan Mahasiswa Berperan Aktif Mengawasi Pemilu 2024
Terakhir, terkait kenetralan pemerintah dari tingkat atas sampai paling bawah.
"Bukan berarti bahwa presiden itu tidak boleh memihak, itu boleh dalam ketentuan kita menyatakan presiden malah diatur kapan waktunya untuk kampanye dan sebagainya dengan caranya," kata Ray.
Tetapi menurutnya di luar yang telah diatur tentunya dilarang.
Baca juga: Peneliti Perludem Beberkan Empat Hal yang Berpotensi Merusak Proses Penyelengaraan Pemilu 2024
"Itu yang kita sebut dengan netral. Jadi bagaimana presiden dengan seluruh kewenangan dan kekuasaan yang ada pada dirinya. Dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi pemilihan demokratis atas nama pribadinya bukan kekuasaannya," tutupnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.