MK Putuskan Pemilu 2024 Tetap Gunakan Sistem Proporsional Terbuka, PAN Cermati Lima Hal Ini
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan Pemilu 2024 tetap menggunakan proposional terbuka.
Dikatakan Viva Yoga bahwa partainya mencermati lima hal. Pertama menurutnya sistem, mekanisme, prosedur dan tata cara kepemiluan yang sudah berjalan akan dilanjutkan tahapannya sesuai UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan KPU lainnya.
Baca juga: Sekjen PDIP Desak Denny Indrayana Pertanggungjawabkan Ucapannya Soal Putusan MK
"Kedua, seluruh partai politik, penyelenggara pemilu, kekuatan masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk berkomitmen menjaga pelaksanaan pemilu dapat berjalan secara luber, jurdil, berkualitas, berintegritas, aman dan damai," katanya.
Viva Yoga melanjutkan ketiga setelah terbentuknya pemerintahan dan pelantikan lembaga legislatif hasil pemilu 2024.
"Maka baik DPR maupun pemerintah untuk segera mempersiapkan Naskah Akademik dalam rangka menindaklanjuti hasil keputusan MK ini, yaitu wajib merevisi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu," tegasnya.
Menurut Viva Yoga, yang semestinya direvisi bukan hanya yang termaktub di putusan MK Nomor 114/PUU-XX/2022 yang dibacakan pada 15 Juni 2023 di halaman 734, yaitu bahwa di pemilu 2029 akan menggunakan Sistem Proposional Terbuka Terbatas.
Baca juga: MK Putuskan Sistem Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka, PAN: MK Tetap Menjaga Marwahnya
"Di samping soal sistem pemilu, bagi PAN yang juga harus di revisi adalah tentang presidential threshold 20 persen kursi DPR RI yang terlalu tinggi sebagai syarat pencalonan pemimpin bangsa sebagai capres atau cawapres," jelasnya.
Seharusnya Presidential Threshold kata Viva Yoga, tidak boleh membatasi secara ekstrim calon untuk maju sebagai capres atau cawapres.
"Sehingga pintu kompetisi menjadi sempit dan tidak banyak alternatif calon pemimpin nasional untuk dipilih rakyat," tutupnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Mahkamah Konstitusi pun membacakan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi sistem pemilu proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023).
"Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis.
Sedangkan, Hakim MK juga menyatakan menolak permohonan para pemohon dengan seluruhnya.