Perjuangkan LPSDK Tidak Dihapus oleh KPU, Koalisi Masyarakat Ingatkan Kembali Tugas Bawaslu
Dalam surat rekomendasi itu diminta supaya LPSDK tetap dimuat dalam Peraturan KPU (PKPU) yang tengah dirancang.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas lahir guna mendorong penyelenggara pemilu melakukan pemilu yang berintegritas dan akuntabel.
Koalisi ini tengah memperjuangkan supaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak menghapus Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) untuk Pemilu 2024.
Sebagai informasi, sebelumnya pihak koalisi telah mendatangi dan meminta langsung KPU untuk tidak menghapus LPSDK.
Namun hingga saat ini belum terlihat langkah KPU untuk mengabulkan permintaan itu.
Atas hal inilah pihak koalisi lalu melanjutkan langkahnya dengan mendesak KPU melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI selaku lembaga pengawas.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, yang turut menjadi bagian dari koalisi pun mengingatkan kembali tugas dari lembaga yang diatur dalam bab IV Undang-Undang (UU) No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
“Bawaslu adalah organ pengawasan eksternal yang berfungsi memastikan pemilu itu berjalan sesuai dengan Pasal 22 e Ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD), yaitu pemilu yang luber jurdil setiap 5 tahun sekali,” kata Titi kepada awak media, dikutip Selasa (20/6/2023).
Baca juga: Belum Ada Perkembangan Dari KPU Soal LPSDK, Koalisi Masyarakat Khawatir Pengaruh IPK
Bawaslu, lanjutannya, lahir sebagai organ eksternal untuk melengkapi pelaksanaan tahapan yang dilakukan oleh KPU.
“Karenanya dia tidak bisa dilihat secara terpisah oleh kerja kerja pengaturan teknis kepemiluan oleh KPU. Salah satu tugas utama Bawaslu adalah pencegahan,” jelas Titi.
Atas hal inilah, koalisi masyarakat menyambangi Bawaslu pada Senin (19/6/2023) kemarin. Mereka meminta Bawaslu untuk memberikan rekomendasi pengaturan soal LPSDK.
Dalam surat rekomendasi itu diminta supaya LPSDK tetap dimuat dalam Peraturan KPU (PKPU) yang tengah dirancang.
“Sebagai ikhtiar dan komitmen Bawaslu untuk melakukan pencegahan, pengawasan dana kampanye secara optimal, dan pelanggaran diterimanya dalam pemilu itu bisa dicegah secara maksimal melalui instrumen pengaturan yang selama ini sudah menjadi tradisi hukum di Indonesia,” tuturnya.
"Justru menjadi problematik ketika Bawaslu tidak merekomendasikan pengaturan LPSDK di dalam peraturan KPU karena itu akan melemahkan tugas-tugas Bawaslu di dalam melakukan pengawasan terhadap pelaporan dana kampanye,” Titi menambahkan.
Sebagai informasi, KPU tidak akan memuat ketentuan mewajibkan pelaporan LPSDK dalam Rancangan PKPU tentang Dana Kampanye. Beleid itu disetujui oleh Komisi II DPR. Dengan demikian, semua peserta Pemilu 2024 tidak perlu melaporkan dana sumbangan kampanye yang mereka dapat kepada KPU.
Padahal, kewajiban LPSDK sudah diterapkan sejak Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. KPU RI beralasan, penghapusan dilakukan karena LPSDK tidak diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Ketentuan itu juga dihapus dengan alasan masa kampanye Pemilu 2024 pendek, yakni 75 hari saja.
KPU juga berdalih bahwa penghapusan LPSDK dilakukan karena informasi mengenai penerimaan sumbangan dana kampanye akan termuat dalam laporan awal dana kampanye (LADK) dan laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye (LPPDK).