Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PKPU Tidak Memihak Perempuan, KPPRI Khawatir Bacaleg Perempuan Berkurang Saat Penetapan DCT

Diah Pitaloka khawatir jumlah bakal calon anggota legislatif (bacaleg) perempuan berkurang pada saat (KPU) RI nanti menetapkan Daftar Calon Tetap.

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Wahyu Aji
zoom-in PKPU Tidak Memihak Perempuan, KPPRI Khawatir Bacaleg Perempuan Berkurang Saat Penetapan DCT
Tribunnews.com
Ilustrasi Surat Suara 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI), Diah Pitaloka khawatir jumlah bakal calon anggota legislatif (bacaleg) perempuan berkurang pada saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI nanti menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT).

Tidak tanpa alasan, pengurangan ini tentu terpengaruh oleh Peraturan KPU (PKPU) 10/2023 yang mengatur soal pencalonan anggota legislatif.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, PKPU 10/2023 ini menuai polemik sebab dinilai tidak memihak kebijakan afirmasi perempuan.

Pernyataan Diah ini ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam diskusi daring yang diadakan oleh Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI, Selasa (20/6/2023).

"Harus sekali kita cermat dan kritis. Di tengah perdebatan soal Peraturan KPU (terkait afirmasi bacaleg perempuan), semua partai (mendaftarkan bacaleg perempuan) di atas 30 persen dalam DCS (Daftar Calon Sementara) mereka. Tapi mungkin ini akan berubah ke dalam DCT," jelasnya.

Diah juga menilai, sudah saatnya berbagai pihak bukan cuma mengkritik KPU dan mendesak agar peraturan bermasalah itu direvisi.

Berita Rekomendasi

Namun juga melakukan langkah-langkah konkret guna memastikan keterwakilan caleg perempuan di parlemen tidak merosot drastis.

Terlebih, menurutnya, dengan pemilu legislatif yang menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka, para caleg umumnya tidak mendapatkan nomor urut kecil yang lebih menjamin kemenangan. 

Mereka harus bertarung ketat bukan hanya untuk meyakinkan pemilih, namun juga mewaspadai potensi kecurangan yang dapat menggembosi suara mereka.

"Saya rasa banyak caleg perempuan butuh dukungan moral, ataupun politik, dan ini sudah sampai ke titik kontestasi," ungkap Diah.

"Banyak teman-teman perempuan kehilangan kursi atau kesulitan menang mendapatkan kursi ketika rekapitulasi suara. Dia tidak punya jaringan yang cukup untuk bisa mengawal suaranya. Itu rekapitulasi suara waktunya cukup panjang," lanjutnya.

Sejauh ini PKPU 10/2023 tengah diajukan oleh Koalisi Masyarakat Kawal Pemilu Bersih untuk diuji materi di Mahkamah Agung (MA). 

Pihak koalisi mengajukan uji materi Pasal 8 Ayat 2 PKPU Nomor 10/2023 tentang keterwakilan perempuan. 

Tindakan ini menyikapi tidak adanya kepastian revisi PKPU 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPD, dan DPRD pasca-Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Untuk diketahui, partai-partai politik telah mendaftarkan daftar bacaleg mereka pada 1-14 Mei 2023 ke KPU untuk diteliti. Kini, KPU sedang melakukan verifikasi sebelum menetapkan bacaleg yang dinyatakan masuk ke DCS resmi versi KPU.

Baca juga: Jelang Pemilu 2024, KPU Terancam Kehilangan 7 Ribu Lebih Pegawai Honorer

KPU sendiri telah merilis data 18 partai politik tingkat nasional yang mendaftarkan bacaleg mereka untuk Pileg DPR RI telah memenuhi keterwakilan perempuan di atas 30 persen secara akumulatif.

Ini menjadi dalih di balik keengganan KPU merevisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tadi, meski sebelumnya sempat berjanji sebaliknya.

Namun, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur, syarat keterwakilan perempuan 30 persen itu adalah di tingkat daerah pemilihan (dapil), bukan akumulatif. Data per dapil ini tidak dibuka KPU.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas