Bursa Cawapres Prabowo, Erick Thohir Dinilai Berpeluang Besar Maju bila Parpol Pengusung Deadlock
Menteri BUMN Erick Thohir berpeluang besar maju menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif The Political Literacy, Gun Gun Heryanto, menilai Menteri BUMN Erick Thohir berpeluang besar maju menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
Gun Gun mengungkapkan, Erick Thohir bisa saja dipilih kalau bursa bakal cawapres dari para ketua umum partai pendukung Prabowo mengalami kebuntuan alias deadlock.
Nama-nama seperti Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto maupun Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra kemungkinan akan diajukan sebagai bakal cawapres Prabowo.
"Kalau kemudian deadlock, biasanya kalau melihat skema 2019, kemudian orang yang di luar partai atau yang menjadi proxy partai yang kemudian disepakati oleh kekuatan partai yang berkoalisi (untuk menjadi cawapres)."
"Sebut saja seperti kasus Kyai Ma'ruf Amin di 2019, dan ini bisa saja kemudian bahwa kans Pak Erick Thohir menjadi (cawapres Prabowo) lebih besar ketika terjadi deadlock kekuatan partai mitra koalisi Pak Prabowo," ungkapnya saat menjadi narasumber di program dialog Kabar Petang tvOne, Selasa (5/9/2023).
Baca juga: Kubu Ganjar dan Prabowo Klaim Jalin Komunikasi dengan Demokrat Pasca-AHY Batal jadi Cawapres Anies
4 Faktor Mempengaruhi Pilihan Cawapres
Pada kesempatan itu, Gun Gun juga menyebut setidaknya ada empat hal yang mempengaruhi siapa cawapres yang bakal dipilih di penghujung proses kandidasi.
"Pertama figur itu public acceptance-nya bagaimana, terutama menyangkut tingkat elektabilitas."
"Nah tentu apakah (sosok cawapres) menjadi insentif elektoral yang signifikan bagi capres, dalam konteks ini Pak Prabowo," ungkapnya.
Hal kedua, lanjutnya, berkaitan dengan momentum.
"Ini momentum krusial, banyak hal dinamika yang terjadi, maka siapa yang bisa memanfaatkan momentum itulah yang kemudian bisa memperbesar peluang," ungkapnya.
Ketiga yaitu komunikasi antar-elite partai.
"Kerenggangan komunikasi di fase krusial ini tentu akan mengganggu, bahkan kasus beberapa waktu belakangan ini menunjukkan ketika komunikasi tidak lancar."
"Bahkan bisa saja kemudian berbalik badan ke koalisi lain," ujarnya.
Faktor keempat yaitu melihat kekuatan kandidat lain yang sudah dideklarasikan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.