Beda Sikap Prabowo dan Sekjen Gerindra soal Mantan Napi Korupsi Nyaleg
Beda sikap terjadi antara Prabowo dan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani terkait fenomena mantan napi korupsi nyaleg.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Perbedaan pernyataan terjadi antara bacapres Koalisi Indonesia Maju (KIM) sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Ahmad Muzani, terkait fenomena mantan narapidana (napi) korupsi mendaftarkan diri menjadi caleg di Pemilu 2024.
Prabowo mengatakan, tidak ada toleransi terkait tindakan korupsi apalagi jika hal tersebut dilakukan oleh kader Gerindra.
Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara di acara bertajuk '3 Bacapres Bicara Gagasan' yang digelar di Gedung Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, DI Yogyakarta pada Selasa (19/9/2023).
Bahkan, Prabowo mengungkapkan, telah mencoret dua caleg Gerindra yang merupakan mantan napi korupsi.
"Dua calon itu sudah saya coret. Calon legislatif kita (dari Gerindra), saya kira bera belas ribu gitu. Kadang-kadang verifikasinya lolos," kata Prabowo dikutip dari YouTube Mata Najwa.
Sebagai informasi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat merilis daftar 52 bakal caleg Pemilu 2024 yang berstatus sebagai mantan napi korupsi.
Baca juga: Banyak Eks Koruptor Nyaleg, KPU Gagal Beri Rakyat Perlindungan
Dari daftar tersebut, Partai Gerindra mendaftarkan dua caleg mantan napi korupsi yaitu Syaifur Rahman dari Dapil Jawa Timur IV dan Amry dari Dapil Sulawesi Selatan II.
Dikutip dari Surya.co.id, Syaifur Rahman pernah terjerat kasus penyalahgunaan dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) di PT Garam (Persero) pada tahun 2016.
Sementara, Amry merupakan mantan terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan jalan lapis aspal beton di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) yang merugikan negarai mencapai Rp 750 juta, dilansir Tribun-Timur.com.
Kembali lagi terkait pernyataan Prabowo soal pemberantasan korupsi, Prabowo mengatakan bersikap tegas kepada koruptor.
Namun, dirinya tidak membenarkan adanya hukuman mati bagi koruptor.
Menurutnya, hukuman mati bagi koruptor tidak selalu berdampak baik bagi persentase korupsi di sebuah negara.
Prabowo pun mencontohkan Tiongkok yang masih menerapkan hukuman mati bagi koruptor, tetapi angka korupsi di Negeri Tirai Bambu tersebut tetap masih tinggi.
"Saya tahu maksud beberapa orang, maunya kan hukuman mati seperti di Tiongkok. Ternyata orang kalau nekat ya nekat aja."