Pilkada Dimajukan, PPP Harap Ada Penyeragaman Dokumen Perencanaan Pembangunan dari Pusat ke Daerah
Syamsurizal mendukung penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dimajukan menjadi bulan September 2024 dari semula November 2024.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PPP, Syamsurizal, mendukung penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dimajukan menjadi bulan September 2024 dari semula November 2024.
Salah satu pertimbangannya, agar terjadi penyeragaman dokumen perencanaan, yaitu antara penyelenggaraan pemerintahan mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah.
Juga mulai dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) hingga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Artinya, baik itu pelantikan maupun pemilihannya pencoblosannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu berjarak sehingga dimungkinkan untuk menyiapkan rencana pembangunan jangka panjang menengah untuk tingkat nasional maupun di tingkat daerah itu bisa sama,” ujar Syamsurizal saat Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, KPU, dan Bawaslu terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada, Rabu (20/9/2023) malam.
“Dan kesamaan kedua dokumen perencanaan pembangunan itu menyebabkan indikator kinerja utama baik yang dicetuskan dalam konsep pembangunan jangka pendeknya di setiap tahunnya masing-masing tingkat pemerintahan pusat dan daerah itu bisa sama,” tambah Politikus Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Baca juga: Mendagri Usulkan Perppu Percepatan Pilkada 2024 Kepada Komisi II DPR
Syamsurizal memaparkan jikalau indikator kinerja utama untuk tingkat nasional sampai tingkat daerah itu bisa sama maka penyeragaman pembangunan bisa lebih efisien dan lebih efektif dan semakin berpotensi bisa mencapai sasaran yang diinginkan.
“Dan yang lebih penting daripada itu, untuk bisa di-follow up pada tahun tahun berikutnya dengan mudah, dengan instruksi-instruksi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat,” tuturnya.
“Nah itu berbeda kalau antara rezim pusat dengan rezim daerah provinsi dan kabupaten provinsi itu berjarak jauh, jadi itu sangat tidak bagus dalam konteks pembangunan kita depan. Jadi tidak mengapa kalau kita mau memajukan penyelenggaraan Pilkada itu dimajukan pada bulan September pandangan kami. Itu justru semakin bagus karena antara RPJMN dan RPJMD itu bisa dibuat sama indikatornya,” ujar Syamsurizal.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian pada saat Raker menyatakan bahwa kondisi nasional saat ini terdapat 101 daerah dan 4 daerah otonomi baru di Papua dan Papua Barat yang diisi oleh Pejabat Kepala Daerah sejak tahun 2022 dan terdapat 170 daerah yang diisi oleh Penjabat Kepala Daerah pada tahun 2023 serta terdapat 270 Kepala Daerah hasil pemilihan tahun 2020 yang akan berakhir pada 31 Desember 2024.
Berdasarkan data tersebut, maka terdapat potensi akan terjadi kekosongan Kepala Daerah pada 1 Januari 2025 dan jika ini terjadi maka pada 1 Januari 2025 terdapat 545 daerah tidak memiliki Kepala Daerah definitif hasil Pilkada.
Oleh karena itu, Mendagri berpandangan perlu diambil langkah-langkah yang bersifat strategis dan mendesak untuk menghindari kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025.
Terlebih lagi, adanya perbedaan kewenangan dan legitimasi antara kepala daerah definitif hasil Pilkada dengan Penjabat Kepala Daerah.
“Untuk mengantisipasi kekosongan kekosongan Kepala Daerah 1 Januari 2025, maka perlu dipastikan bahwa seyogyanya paling lambat 1 Januari 2025 Kepala Daerah hasil Pilkada Serentak Tahun 2024 mayoritas harus sudah dilantik. Dalam hal ini, perlu adanya pengaturan mengenai batas akhir pelaksanaan pelantikan bagi Kepala Daerah hasil Pilkada Tahun 2024,” usul Mendagri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.