JPPR Nilai Bawaslu Berlebihan Larang ASN Follow Akun Medsos Pemenangan Peserta Pemilu
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI berlebihan melarang aparatur sipil negara (ASN) untuk mengikuti akun media sosial pemenangan peserta Pemilu.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Suamampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menyebutkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI berlebihan ihwal melarang aparatur sipil negara (ASN) untuk mengikuti akun media sosial (medsos) pemenangan peserta pemilu.
Koordinator JPPR Nurlia Dian Paramita menegaskan, meski dalam pemilu ASN didorong untuk netral. Di satu sisi mereka tetap punya hak memilih.
"Namun sedikit berlebihan jika follow akun pemenangan dianggap melanggar netralitas ASN," kata perempuan yang akrab disapa Mita ini saat dikonfirmasi, Jumat (29/9/2023).
Sebagai orang yang punya hak pilih, tentu ASN juga butuh asupan informasi dan memahami visi misi calon kandidat.
Hal itu merupakan hak ASN, lanjut Mita, asal yang terpenting mereka tidak bertindak aktif berkomentar, menarasikan, atau membagikan informasi calon kandidat.
Baca juga: Ingatkan TNI/Polri Hingga ASN Netral di Pemilu, Bawaslu: Jangan Joget TikTok
Beda hal jika ASN ini masuk dalam grup medsos pemenangan. Hal itu justru dirasa Mita mengkhawatirkan sebab di satu sisi publik tak nisa melalukan pengawasan. Mengingat grup medsos biasanya tertutup dari publik.
UU 7/2017 tentang Pemilu telah mengatur rambu-rambu larangan ASN menunjukan sikap dukungannya dalam pelaksanaan pemilu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 280 ayat 2 huruf f.
Aturan itu melarang ASN ikut kampanye dengan sanksi tindak pidana pemilu di Pasal 494 UU 7/17 tentang Pemilu.
Selain itu dorongan netralitas ASN diatur dalam UU 5/2014 yang dalam penjelasannya upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Lebih lanjut asas netralitas ASN dalam UU ASN juga dimaknai bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Namun Mita menekankan, rambu-rambu yang diatur dalam kedua UU tersebut tentu masih bersifat umun.
Sehingga masih diperlukan aturan teknis dalam memastikan tindakan ASN tidak melanggar netralitasnya.
"Dengan demikian, aturan teknis yang tertuang dalam SKB itu sejatinya dapat memperkuat manajemen dan kontrol terhadap tindakan ASN dalam menjaga netralitasnya, tanpa menegasikan kebutuhannya untuk menentukan pilihan atau menggunakan hak pilihnya," tandas Mita.