Diusulkan Masinton PDIP, Ditolak Gerindra, Respons Jimly Soal Hak Angket MK: Ini Masalah Serius
Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi buntut putusan Mahkamah Konstitusi.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) buntut putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Masinton meyoroti Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap memuat konflik kepentingan.
Putusan tersebut berarti kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Kini Wali Kota Solo sekaligus putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka (36) belum lama ini diumumkan menjadi bakal calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Masinton menilai, putusan MK tersebut, tidak sekedar bicara capres-cawapres.
"Hari ini ada ancaman yang sangat serius terhadap amanat reformasi dan tegaknya konstitusi dan demokrasi kita. Ini bukan persoalan menang kalah tetapi putusan MK itu adalah putusan kaum tiran yang ingin memaksakan melanggengkan kekuasaan itu tadi," kata Masinton kepada wartawan di Jakarta, Minggu (29/10/2023).
Menurutnya, putusan MK tersebut bukan putusan atas nama konstitusi.
"Tapi itu putusan kaum tirani yang menggunakan tangan-tangan MK. Bahayanya apa? Bahayanya adalah kita semua tidak ada kepastian dalam menyelenggarakan proses demokrasi," tegasnya.
Singgung upaya langgengkan kekuasaan
Masinton mengatakan, putusan itu adalah upaya besar untuk melanggengkan kekuasaan pemerintah.
Pasalnya sejumlah isu dan peristiwa terjadi menjelang berakhirnya jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Tapi kalau kita lihat Semua rangkaian pembicaraan dari 2021 ke 2022 sampai kemudian dengan putusan MK itu kan ada upaya skenario besar untuk melanggengkan kekuasaan," kata Masinton.
Misalnya kata Masinton, isu penundaan Pemilu, perpanjangan masa jabatan Presiden dan wakil presiden, dan Calon boneka.
Hingga kemudian kebenaran isu tersebut dikuatkan dengan adanya putusan MK yang memperbolehkan peserta Capres-Cawapres di bawah usia 40 tahun asalkan pernah menjabat sebagai kepala daerah.
Dengan putusan MK tersebut Wali Kota Solo Gibran Rakabuming yang tak lain adalah anak Presiden Jokowi bisa mencalonkan diri sebagai Cawapres di Pilpres 2024.
"Ini terkonfirmasi dengan putusan MK," katanya.
Baca juga: Masinton PDIP: Putusan MK Terkait Usia Capres-cawapres Dirancang untuk Melanggengkan Kekuasaan
Masinton mengatakan putusan MK mengenai batas minimal usia Capres-Cawapres bukan putusan yang berdiri sendiri.
Putusan tersebut merupakan bagian dari rancangan untuk melanggengkan kekuasaan.
"Itu adalah upaya atau bagian desain besar politik untuk melanggengkan kekuasaan. Itu skenarionya gitu loh dari usulan 3 periode, penundaan pemilu, kemudian yang sekarang dengan putusan MK hari ini," pungkasnya.
Untuk itu dirinya menggalang dukungan dari fraksi lain di DPR untuk mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebab syarat hak angket diusulkan paling sedikit oleh 25 orang anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi.
"Pokoknya saya coba lagi kontak lagi ke teman-teman ya lintas fraksi lah," kata Masinton di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Masinton berharap fraksi-fraksi lain di DPR mendukung usulan hak angket terhadap lembaga penegak konstitusi itu.
"Kita harapkan beberapa teman-teman ya, mendukung usulan ini. Karena kita punya semangat yang sama untuk menegakkan konstitusi dan Undang-undang ini secara baik dan benar," ujarnya.
Menurutnya, semua lembaga negara yang melaksanakan undang-undang bisa menjadi objek angket.
"Iya kan. Kita kan tidak masuk kepada kewenangan yudisial-nya, gitu lho," ungkap Masinton.
Adapun usulan Masinton disampaikan dalam rapat paripurna yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/10/2023) kemarin.
Masinton menilai terjadi tragedi konstitusi setelah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres.
"Tapi apa hari ini yang terjadi? Ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya, itu adalah tirani konstitusi," kata Masinton.
Dia menegaskan konstitusi harus berdiri tegak, tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit.
Masinton menjelaskan dirinya bersuara bukan atas kepentingan pasangan capres dan cawapres 2024.
"Tapi saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini," ucapnya.
Dia menambahkan putusan MK tersebut tidak berdasarkan kepentingan konstitusi, namun dianggap putusan kaum tirani.
"Putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi, putusan MK itu lebih pada putusan kaum tirani saudara-saudara. Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak," jelas Masinton.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melantik tiga orang untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) Ad Hoc. Di antaranya yaitu Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
MKMK Ad Hoc dibentuk untuk menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan pelangharan etik ke MK imbas putusan 90/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut mengatur soal syarat batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
Ditolak Gerindra
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman menolak usulan Masinton Pasaribu untuk mengajukan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Habiburokhman, sebagai lembaga yudikatif MK tidak bisa dijadikan objek hak angket.
"Ya saya pikir kita sih tersenyum ya mana tahu lah, masa sih keputusan MK dijadikan objek hak angket ya kan," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2023).
Habiburokhman menjelaskan hak angket hanya bisa digunakan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah atau eksekutif.
"Yudikatif itu kalau di trias political lembaga lain lagi, enggak bisa jadi objek hak angket gitu lho," ujar Habiburokhman.
Baca juga: Tak Bermuatan Politis, Masinton Tegaskan Hak Angket MK demi Tegakkan Konstitusi
Apalagi, kata Habiburokhman, jika usulan tersebut dilakukan berlatar belakang urusan politik.
"Kita boleh kita politisi punya sikap politik, punya idealisme politik sendiri ya berbeda satu sama lain, tapi jangan perkosa sistem hukum, jangan atas nama politik ya kan apa yang menjadi hal dasar dalam hukum kita abaikan ya," jelasnya.
Jimly sepakat DPR jalankan fungsi pengawasan
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) merespons positif soal usulan Masinton Pasaribu.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mendorong hak angket digunakan DPR terhadap MK.
Hal itu, katanya, agar DPR menjalankan fungsi pengawasannya.
"Hak angket, ya baik itu saya kira, supaya DPR itu juga berfungsi menjalankan fungsi pengawasannya. Hak-hak DPR itu banyak yang enggak dipakai, hak angket, hak bertanya, itu bagus. Itu saya dukung saja," ucap Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Ditanya soal mekanisme hak angket, mantan hakim konstitusi itu mengatakan agar hal tersebut ditanyakan langsung ke DPR.
Sebab soal mekanisme itu telah tercantum di dalam tata tertib Anggota DPR.
"Ya tanya di DPR kan ada di dalam tata tertib, hak angket itu kan penyelidikan, ada hak bertanya, ada interplasi. Itu pertanyaan kelembagaan, hak bertanya individu anggota. Interpelasi itu pertanyaan institusi, kalau angket itu sudah lebih maju lagi penyelidikan," jelasnya.
Baca juga: Masinton PDIP Galang Dukungan Fraksi Lain Usul Hak Angket MK
Jimly mengatakan laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi ini merupakan masalah serius.
Sehingga DPR harus menggunakan fungsinya untuk mengawasi institusi peradilan konstitusional melalui hak angket.
"DPR itu harus menggunakan funsginya untuk mengawasi dengan menggunakan semua hak yang dia punya termasuk hak angket. Bagus-bagus aja karena ini masalah serius," ungkapnya.
Respons Sekjen PDI Perjuangan
ekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto memberikan sinyal pihaknya belum bisa menyikapi soal usulan hak angket yang muncul pada saat Rapat Paripurna DPR RI, kemarin.
Di mana, anggota DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menyampaikan hak angket terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Hasto menyatakan, bahwa PDIP dan TPN fokus turun ke masyarakat untuk memenangkan bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Pokoknya ya, buat kami yang terpenting saat ini semua fokus, semua fokus, pada pemenangan Pak Ganjar dan Prof Mahfud MD," kata Hasto usai hadir dalam rapat mingguan TPN Ganjar-Mahfud ditemui di Gedung High End, Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Hasto mengatakan, kerja memenangkan Ganjar-Mahfud tak hanya dilakukan partainya. Namun, seluruh pendukung Ganjar-Mahfud mulai dari partai politik pengusung yakni PPP, Perindo dan Hanura hingga relawan dan simpatisan.
"Gerakannya hanya tunggal," jelas Hasto.
Politikus asal Yogyakarta ini menambahkan, kiranya jawaban serupa mesti disampaikan oleh segenap pendukung Ganjar-Pranowo menanggapi apapun isu dinamika politik.
Hasto juga menyinggung soal situasi demokrasi di Indonesia yang dinilai mundur ke belakang.
"(Ganjar-Mahfud) setiap hari mendapat dukungan yang semakin luas, karena keprihatinan atas situasi demokrasi kita yang dirasakan mundur ke belakang," kata Hasto. (*)