Eks Hakim Aswanto Bantah Pembentukan MKMK Permanen Terhambat Persetujuan Anwar Usman
Eks Hakim Konstitusi Aswanto membantah pernyataan yang menyebut Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menjadi penyebab terhambatnya pembentukan MKMK.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Hakim Konstitusi Aswanto membantah pernyataan yang menyebut Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menjadi penyebab terhambatnya pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Sebelumnya, pernyataan tersebut disampaikan pelapor dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim atas nama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, dalam sidang pemeriksaan di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023).
Dalam laporannya di persidangan, pelapor Zico mengaku mendapatkan informasi soal itu dari Aswanto sebelum dicopot sepihak oleh DPR pada akhir tahun 2022.
"Tidak seperti itu. Semua hakim sudah setuju untuk membuat MKMK, termasuk Pak Ketua (Anwar Usman)," ucap Aswanto, saat dihubungi, Jumat (3/11/2023).
Adapun Aswanto menjelaskan, para hakim konstitusi saat itu sudah berkali-kali membahas konsep Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) tentang MKMK.
Baca juga: MKMK Kembali Periksa Anwar Usman Imbas Banyaknya Laporan Terkait Putusan Batas Usia Capres Cawapres
Meski demikian, penetapan MKMK secara permanen tertunda, dikarenakan para hakim konstitusi harus menyelesaikan PMK tentang penanganan Pemilu serentak.
"Hanya karena harus menyelesaikan PMK tentang penanganan Pemilu serentak jadi penetapannya (MKMK) tertunda," kata Aswanto.
"Tidak ada yang menolak MKMK permanen karena itu amanat Undang-Undang. Saya ingat waktu itu kita sudah membahas konsep PMK MKMK, tiba-tiba ada permohonan mengenai keanggotaan MKMK, mempersoalkan adanya perwakilan dari komisioner KY (Komisi Yudisial), dan permohonan itu dikabulkan MK, sehingga konsep PMK MKMK mengalami perubahan," sambungnya.
Baca juga: Jalani Pemeriksaan Kedua, Anwar Usman Ditanya MKMK soal Bocornya Hasil RPH
Ia kemudian menjelaskan, pembahasan PMK MKMK sempat kembali dilanjutkan setelah PMK Pemilu serentak selesai.
"Tapi karena PMK tentang penahanan Pemilu serentak sangat mendesak, sehingga kami dahulukan pembahasan PMK-nya akhirnya PMK MKMK tertunda pembahasannya, tetapi setelah konsep PMK Pemilu sudah rampung, kami membahas kembali MPK MKMK," jelasnya.
Lebih lanjut, Aswanto mengatakan, pembahasan pembentukan MKMK Permanen terdokumentasi dengan baik oleh kepaniteraan MK.
"Semua terdokumentasi dengan baik di bagian kepaniteraan," kata Aswanto.
"Itu yang terjadi ketika saya masih di sana, setelah itu saya tidak tahu perkembangannya," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengungkapkan alasan Mahkamah Konstitusi (MK) tak kunjung membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) permanen.
Zico selaku satu di antara beberapa pelapor dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim mengatakan, delapan hakim konstitusi sebenarnya telah menyetujui pembentukan MKMK permanen.
Adapun komposisi MKMK Permanen yang disetujui delapan hakim itu, kata Zico, dipimpimpin oleh Jimly Asshiddiqie.
Namun, ungkapnya, sikap Anwar Usman berbeda dari hakim konstitusi yang lain, di mana Ketua MK itu tak ingin mengumumkan MKMK.
Perilaku hakim konstitusi mulanya diawasi oleh Dewan Etik Hakim Kontitusi. Meski demikian, dewan etik tersebut dibubarkan pada 2021 menyusul dikeluarkannya UU Nomor 7/2020.
Dalam UU tersebut diamanatkan pembentukan MKMK yang sifatnya ad hoc. Oleh karena itu, sejak 2021 hingga awal 2023 MKMK mengalami kekosongan dan dibuat jika ada kasus tertentu saja.
Zico mengatakan, jika berkaca pada putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia capres-cawapres, eksistensi MKMK permanen itu dibutuhkan.
Hal itu dikarenakan, kata Zico, banyak pihak yang mempermasalahkan etik dan perilaku hakim konstitusi atas putusan tersebut.
Sehingga, menurutnya, MKMK harus dibentuk untuk memproses laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim.
"Kedelapan Hakim yang lain itu sudah setuju untuk membentuk MKMK permanen dengan ketuanya adalah Prof Jimly, tapi yang tidak menyetujui adalah Pak ketua MK Anwar Usman," ucap Zico, dalam sidang pemeriksaan pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, Jumat (3/11/2023).
"Sehingga sekalipun sudah diketok palu, sudah disetujui Prof Jimly, Pak Anwar Usman tidak mau mengumumkan MKMK permanen. Alasan karena beliau tidak suka dengan Prof Jimly kah, atau beliau tidak mau diawasi, kan saya tidak tahu," sambungnya.
Terkait pengakuannya itu, Zico mengaku hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan karena bersumber dari mantan hakim MK.
"Ini adalah informasi yang saya dapat dari internal MK, ya saya sudah tulis laporan siapa sumbernya, dan itu tidak melanggar etik karena orangnya sudah tidak di MK," ungkapnya.
Zico kemudian meminta agar MKMK menelusuri lebih dalam terkait informasi tersebut.
Ia menilai, hal itu berbahaya karena memungkinkan adanya penghalangan pengawasan terhadap institusi MK.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.