Pelapor Ungkap Pembentukan MKMK Permanen Tak Disetujui Anwar Usman
Advokat Zico ungkap 8 hakim setuju bentuk MKMK permanen dengan ketua Jimly Asshiddiqie tapi tak disetujui oleh Anwar Usman selaku Ketua MK.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengungkapkan alasan Mahkamah Konstitusi (MK) tak kunjung membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) permanen.
Zico selaku satu di antara beberapa pelapor dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim mengatakan, delapan hakim konstitusi sebenarnya telah menyetujui pembentukan MKMK permanen.
Adapun komposisi MKMK Permanen yang disetujui delapan hakim itu, kata Zico, dipimpimpin oleh Jimly Asshiddiqie.
Namun, ungkapnya, sikap Anwar Usman berbeda dari hakim konstitusi yang lain, di mana Ketua MK itu tak ingin mengumumkan MKMK.
Baca juga: MKMK Kembali Periksa Anwar Usman Hari Ini, Jimly: Paling Banyak Dilaporkan, Jadi Enggak Cukup Sekali
Perilaku hakim konstitusi mulanya diawasi oleh Dewan Etik Hakim Kontitusi. Meski demikian, dewan etik tersebut dibubarkan pada 2021 menyusul dikeluarkannya UU Nomor 7/2020.
Dalam UU tersebut diamanatkan pembentukan MKMK yang sifatnya ad hoc. Oleh karena itu, sejak 2021 hingga awal 2023 MKMK mengalami kekosongan dan dibuat jika ada kasus tertentu saja.
Zico mengatakan, jika berkaca pada putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia capres-cawapres, eksistensi MKMK permanen itu dibutuhkan.
Hal itu dikarenakan, kata Zico, banyak pihak yang mempermasalahkan etik dan perilaku hakim konstitusi atas putusan tersebut.
Sehingga, menurutnya, MKMK harus dibentuk untuk memproses laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim.
"Kedelapan Hakim yang lain itu sudah setuju untuk membentuk MKMK permanen dengan ketuanya adalah Prof Jimly, tapi yang tidak menyetujui adalah Pak ketua MK Anwar Usman," ucap Zico, dalam sidang pemeriksaan pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, Jumat (3/11/2023).
"Sehingga sekalipun sudah diketok palu, sudah disetujui Prof Jimly, Pak Anwar Usman tidak mau mengumumkan MKMK permanen. Alasan karena beliau tidak suka dengan Prof Jimly kah, atau beliau tidak mau diawasi, kan saya tidak tahu," sambungnya.
Terkait pengakuannya itu, Zico mengaku hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan karena bersumber dari mantan hakim MK.
"Ini adalah informasi yang saya dapat dari internal MK, ya saya sudah tulis laporan siapa sumbernya, dan itu tidak melanggar etik karena orangnya sudah tidak di MK," ungkapnya.
Zico kemudian meminta agar MKMK menelusuri lebih dalam terkait informasi tersebut.
Ia menilai, hal itu berbahaya karena memungkinkan adanya penghalangan pengawasan terhadap institusi MK.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melantik tiga orang untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) Ad Hoc. Di antaranya yaitu Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
MKMK Ad Hoc dibentuk untuk menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan pelangharan etik ke MK imbas putusan 90/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut mengatur soal syarat batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Baca juga: Kisruh KTA dan Status Keanggotaan di PDIP, Kaesang Rayu Gibran Gabung PSI
Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
Hingga saat ini MK telah menerima sebanyak 20 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim. MKMK masih terus memeriksa para pelapor.
Sementara itu, hingga saat ini MKMK telah memeriksa semua hakim terlapor.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.