Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

3 Kejanggalan Kasus Penembakan Bos Rental Mobil, Termasuk soal Senjata Api, Kata Pengamat Militer

Kejanggalan dalam kasus penembakan bos rental mobil di Rest Area KM 45 Tol Merak - Tangerang pada Kamis (2/1/2025) yang melibatkan tiga oknum TNI AL.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in 3 Kejanggalan Kasus Penembakan Bos Rental Mobil, Termasuk soal Senjata Api, Kata Pengamat Militer
Tribunnews/Reynas Abdila
Suasana rumah duka Ilyas Abdurahman, pemilik rental mobil Makmur Jaya di Taman Raya Rajeg Blok i5 No. 14 Kabupaten Tangerang. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyoroti sejumlah kejanggalan dalam kasus penembakan bos rental mobil di Rest Area KM 45 Tol Merak - Tangerang pada Kamis (2/1/2025) yang melibatkan tiga oknum TNI AL.

Menurut Fahmi kasus tersebut menyisakan sejumlah kejanggalan yang patut dicermati lebih jauh. 

Pertama, kata dia, soal penggunaan dan pemilikan senjata api oleh pelaku. 

Menurutnya penting untuk memastikan apakah senjata api yang digunakan oleh pelaku merupakan senjata dinas atau bukan. 

Ia mengatakan bila senjata tersebut adalah senjata dinas maka hal itu memunculkan pertanyaan besar mengenai bagaimana senjata tersebut bisa digunakan di luar tugas resmi.

"Prosedur penggunaan senjata dinas biasanya diawasi sangat ketat, termasuk dalam hal amunisi. Pelaku mestinya menghadapi risiko tinggi jika menggunakan senjata dinas untuk tindakan yang tidak sah," kata Fahmi saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Selasa (7/1/2025).

Berita Rekomendasi

Namun jika senjata tersebut ternyata tidak sah atau ilegal, menurut dia, maka pelaku dapat dikenai sanksi berat berdasarkan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

"Ini juga membuka dugaan lain, yaitu apakah ada potensi pelaku memiliki akses ke jaringan pemasok senjata ilegal, yang tentu harus diselidiki lebih lanjut," sambung dia.

Kejanggalan Kedua

Kejanggalan kedua, ungkap Fahmi, TNI AL telah membantah adanya keterlibatan institusional prajuritnya dalam kasus penggelapan mobil ini. 

Namun, menurut dia, hal itu perlu diungkap dengan bukti kuat apakah pelaku hanya berperan sebagai pembeli kendaraan 'bodong' atau ada kaitan lebih jauh, misalnya sebagai bagian dari jaringan penggelapan. 

"Jika benar pelaku hanya sebagai pembeli, pertanyaan logisnya adalah mengapa pelaku sampai menggunakan kekerasan bersenjata? " ujarnya.

"Sebagai aparat bersenjata, pelaku sebenarnya memiliki posisi yang cukup untuk menekan atau meminta pengembalian uang dari penjual atau penadah jika kendaraan tersebut akhirnya lepas dari tangannya," Fahmi menambahkan.

Menurut dia selain itu, sebagai pembeli, pelaku mestinya memahami risiko hukum dari membeli kendaraan hasil penggelapan, termasuk kemungkinan kendaraan disita sewaktu-waktu.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas