Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahfud MD Yakin MKMK Sanggup Tangani Perkara Pelanggaran Etik Hakim soal Batas Usia Capres-Cawapres

Pelanggaran Etik Hakim MK, Mahfud MD Berharap MKMK Beri Keputusan Sebaik-baiknya! Share this tool with your friends!   

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Endra Kurniawan
zoom-in Mahfud MD Yakin MKMK Sanggup Tangani Perkara Pelanggaran Etik Hakim soal Batas Usia Capres-Cawapres
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menkopolhukam Mahfud MD mengikuti proses pelantikan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Agus Subiyanto di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/10/2023). Mahfud MD yakin MKMK sanggup tangani perkara pelanggaran etik hakim soal putusan batas usia capres-cawapres. 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) yang juga calon wakil presiden (cawapres) Mahfud MD menyerahkan kasus putusan batas usia capres-cawapres ke Majelis Hakim Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Mahfud meyakini MKMK mampu menangani dugaan pelanggaran etik terkait gugatan batas usia capres-cawapres yang dilakukan oleh para hakim MK dengan adil dan demokratis.

"Iya saya mendukung Pak Jimly (Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie) dan para akademisi serta pecinta konstitusi dan demokrasi, agar memutus (perkara) ini dengan sebaik-baiknya, demi keberadaban demokrasi yang demokrasinya itu sehat," ungkap Mahfud MD, Sabtu (4/11/2023), dikutip dari Kompas Tv.

Ia pun memercayakan hal ini kepada MKMK.

Baca juga: Denny Indrayana: Jika MKMK Menunda Penerapan Putusan 90, KPU Harus Minta Gibran Diganti

"Tunggu putusan Pak Jimly sebagai MKMK, kita percayakan dalam sehari dua hari ini mungkin hari Senin atau Selasa paling lambat Selasa (akan diputuskan hasilnya)," jawab Mahfud.

Seperti diketahui, saat ini MKMK tengah melakukan pemeriksaan pada para hakim MK terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik atas perkara penetapan putusan terkait batas usia capres-cawapres, di mana MK menerima gugatan yang membuat salah satu cawapres dapat lolos mengikuti kontestasi politik PIlpres 2024.

Di sisi lain, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut pihaknya telah memperoleh semua bukti dugaan pelanggaran etik hakim MK.

Berita Rekomendasi

MKMK akan segera merumuskan putusan tersebut, apakah putusan etik MKMK ini akan mengubah putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres atau tidak.

"Sudah selesai semua, tinggal kami merumuskan putusan dan itu butuh waktu, karena semua laporan itu harus dijawab satu persatu," ungkap Jimly.

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie  di gedung MK, Jumat (3/11/2023) sore.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di gedung MK, Jumat (3/11/2023) sore. (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)

Baca juga: Pakar Hukum: Putusan MKMK Harus Out Of The Box dan Menggunakan Hati Nurani

Ada Dugaan Kebohongan dan Pembiaran

Sebelumnya, Jimly mengendus adanya dugaan kebohongan yang disampaikan Ketua MK Anwar Usman soal putusan usia capres-cawapres.

Pernyataan itu, disampaikan Jimly ke publik setelah melakukan pemeriksaan terhadap Anwar Usman dan lima orang hakim konstitusi lainnya.

Dijelaskan Jimly, Anwar Usman diduga berbohong soal ketidakhadirannya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang digelar pada 19 September 2023.

"Tadi ada yang baru soal kebohongan (alasan ketidakhadirannya di RPH). Ini hal yang baru (disampaikan)," kata Jimly, Rabu (1/11/2023).

Jimly mengungkap, ada dua versi alasan Anwar Usman tak ikut serta dalam memutus tiga perkara gugatan soal batas usia capres-cawapres.

"Ada yang bilang karena (Anwar Usman) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua (dia absen datang) karena sakit."

"Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar," ucap Jimly.

Seperti diketahui, kala itu RPH dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Arief Hidayat guna membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 soal usia capres-cawapres itu.

Dijelaskan Arief Hidayat, Saldi Isra mengabarkan Anwar Usman tak hadir karena menghindari potensi konflik kepentingan.

 "Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan."

"Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," ujar Arief.

Baca juga: MKMK Kembali Periksa Anwar Usman Imbas Banyaknya Laporan Terkait Putusan Batas Usia Capres Cawapres

Tanpa Anwar Usman, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah).

MK pun menolak ketiga gugatan itu, sehingga tak ada perubahan batas usia capres-cawapres, di mana keputusan ini menutup peluang Gibran Rakabuming Raka, anak Presiden Joko Widodo, untuk maju dalam kontestasi politik Pilpres 2024.

Namun, dalam RPH berikutnya, dalam memutus perkara lain yang masih berkaitan syarat usia capres-cawapres, Anwar Usman hadir.

Kepada hakim lainnya, Anwar Usman menyampaikan alasannya tidak hadir dalam RPH sebelumnya karena masalah kesehatan.

Alasan ini berbeda dengan apa yang disampaikan Saldi Isra sebelumnya.

Kedua alasan ini pun diduga mengandung kebohongan oleh Jimly.

Dengan kehadiran Anwar Usman dalam RPH kali ini, sikap MK mendadak berbalik 180 derajat.

MK menyampaikan, putusan bahwa kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.

Dengan demikian, Gibran pun bisa melenggang maju ke Pilpres 2024.

Selain dugaan kebohongan, Jimly juga menilai ada pembiaran yang dilakukan hakim konstitusi terhadap Anwar Usman yang hadir dalam RPH lanjutan itu.

Padahal dalam memutus perkara putusan 90/PUU-XXI/2023, Anwar Usman dianggap memiliki konflik kepentingan.

"Ada pelapor yang lain yang mempersoalkannya, nah ini agak berbeda juga, (yakni soal) pembiaran."

"Jadi 9 hakim atau 8 hakim kok membiarkan, enggak mengingatkan (Anwar Usman untuk tak hadir)? Padahal ini kan ada konflik kepentingan," ucap Jimly, Rabu (1/11/2023).

Dalam laporan ini, sembilan hakim konstitusi dilaporkan semua karena melakukan pembiaran terhadap Anwar Usman.

"Kok ada sidang (RPH) dihadiri ketua yang punya hubungan kekeluargaan, kan itu kan semua orang tau bahwa ada hubungan kekeluargaan. Kok dibiarin, enggak diingatkan."

"Sehinga sembilan (hakim) itu dituduh semua, melanggar semua karena membiarkan itu," sambung Jimly.

Terkait hal ini, adapun keputusan MKMK soal dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, akan diumumkan 7 November 2023, mendatang. 

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Adi Suhendi)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas