Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Panda Nababan Pertanyakan Etika Anak dan Mantu Jokowi: Datang Tampak Muka, Pulang Tampak Punggung.

Jika Gibran dan Bobby punya jiwa ksatria, maka seharusnya mereka lantang menyatakan sikapnya secara terbuka.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Panda Nababan Pertanyakan Etika Anak dan Mantu Jokowi: Datang Tampak Muka, Pulang Tampak Punggung.
TRIBUNNEWS/REZA ARIEF
Politisi senior sekaligus salah satu pendiri PDI Perjuangan Pandapotan Maruli Asi Nababan atau akrab disapa Panda Nababan saat diwawancarai secara khusus oleh Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu D Ambarita di Studio Newsroom Tribun Network, Jakarta, Senin (6/11/2023). Dalam wawancaranya, Panda Nababan heran dengan pernyataan miring soal petugas partai. Menurutnya, petugas partai adalah jabatan paling terhormat. TRIBUNNEWS/REZA ARIEF 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Politikus senior PDI Perjuangan (PDIP), Panda Nababan menyinggung etika dari keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bernaung di PDIP, yakni Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Walikota Medan Bobby Nasution.

Pasalnya Gibran sebagaimana diketahui menjadi bakal calon wakil presiden (bacawapres) dari Prabowo Subianto saat PDIP sudah mencalonkan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

Sementara Bobby belakangan ikut mendukung pencalonan Gibran sebagai bacawapres Prabowo. Padahal Bobby merupakan kader PDIP.

Baca juga: Golkar Buka Pintu, PDIP Tolak Permintaan Bobby Nasution, Tidak Bisa Main 2 Kaki!

Panda menyebut jika Gibran dan Bobby punya jiwa ksatria, maka seharusnya mereka lantang menyatakan sikapnya secara terbuka.

Hal itu diungkapkan Panda Nababan saat sesi wawancara eksklusif bersama Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu D Ambarita, di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Senin (6/11) malam.

“Apakah yang dilakukan Gibran sama Bobby ini ada etika? Bobby dari Medan juga begitu. Kalau pemahaman saya, dan betul-betul jantan, satria, dia ngomong ‘eh rakyat aku sudah berubah, sekarang tidak lagi ke Ganjar’ jangan main teka – teki petak umpet kemudian masyarakat mengambil kesimpulan,” kata Panda.

Panda pun menyinggung Gibran dan Bobby seharusnya mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA) sebagai kader PDIP, untuk menunjukkan keduanya memiliki etika.

Berita Rekomendasi

“Balikin dong (KTA), datang dong antar, datang tampak muka pulang tampak punggung. Itu etika,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu Panda turut menyinggung pesan Jokowi saat menyampaikan pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2023 di DPR RI. Saat itu Jokowi berpesan kepada semua politisi agar berpolitik dengan budi pekerti.

“Saya lihat tidak begitu penting meninggalkan tak meninggalkan. Jokowi ngomong di DPR tanggal 16 Agustus, pidato kenegaraan supaya berpolitik dengan budi pekerti,” ungkap Panda.

“Nah budi pekerti itu apa, ada tata krama, ada sopan santun, ada etika,” lanjut dia.

Selain itu, Panda juga menepis anggapan jika PDIP tak menaruh hormat kepada Presiden Jokowi dan keluarga.

Justru, dia meyakini partai pimpinan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ini sangat menaruh hormat.

Bahkan, merelakan kader yang loyal dan giat bekerja untuk ‘dipinggirkan’ untuk memberikan karpet merah bagi Gibran dan Bobby maju Pilkada.

Berikut petikan wawancara dengan Putra Nababan terkait Presiden Jokowi yang meninggalkan PDIP serta menepis anggapan soal PDIP tak hormat ke Jokowi:

Tadi Bobby, menantu Presiden dipanggil ke DPP PDIP karena menyatakan dukungan ke Prabowo-Gibran. Berarti dia berbeda dengan keputusan Partai memajukan Ganjar. Apa ini secara total keluarga Pak Jokowi meninggalkan PDIP?

Saya lihat ya, tidak begitu penting meninggalkan-ditinggalkan. Pak Jokowi ngomong di DPR, tanggal 16 Agustus, pidato kenegaraan, berpolitik dengan Budi Pekerti, aku terharu itu, berbudi pekerti.

Nah, budi pekerti itu apa, ada tata krama, ada sopan santun, ada etika.

Apakah yang dilakukan Gibran dan Bobby ini, ada etika? Viral saya mendukung Ganjar jadi Presiden, sukseskan Pilpres. Bobby juga dari Medan begitu. Ya kalau pemahaman saya dan betul-betul jantan, betul-betul satria, dia ngomong.

‘Hai Rakyat, aku sudah berubah. Sekarang tidak lagi ke Ganjar’, jangan main teka-teki, petak umpet, kemudian masyarakat berkesimpulan, jangan gitu loh. Ada etikanya, jadi sama yang dibilang oleh Rudy, dia waktu maju jadi walikota, dia datang ambil partai, dia datang ngambil KTA, Bobby juga mau, balikin dong. Dateng dong antar, datang tampak muka, pulang tampak punggung, itu etika.

Nah kemudian terus terang yang saya sedih, pemahaman terhadap partai ini diputarbalikan.

Maksudnya?

Diputarbalikan, disalah artika kemudian seakan-akan partai ini adalah partai yang tidak ada nilai, tidak ada harga. Jadi dia diusung oleh partai.

Pengalaman saya waktu kampanye Jokowi di Sumut, saya Ketua DPD PDIP Sumut, pada 2014 itu.

Saya bawa Jokowi ke Binjai, Langkat, saya bawa ke Deli Serdang, saya kenalkan dia disana, saya bikin podium pinjam aula sekolah, bawa dia saya bawa, itu kan saya mengenalkan dia. Sampai orang mengerti ‘Oh ini Jokowi yang mau jadi presiden’,.

Bisa bayangkan ga kemudian sekadang ngomong, sama dengan anaknya, Mas Gibran. Ga ada karpet merah, tidak ada pakai ini, partai-partai, tidak ada. Kita semua kan karena rakyat. ‘Rakyat da memilih’, itulah demokrasi. Kita pun terharu kan.

Ngapain juga dulu kita bawa-bawa ke Binjai, ngapain lagi.

Tapi kan semua ini, rakyat ada di bilik suara?

Bukan dibilik suara dia bilang, bahwa tidak ada cerita di partai, yang ada rakyat. Gitu loh.

Saya mau bilang, rakyat itu kan setelah di bilik suara, tapi sebelum di bilik suara kan di bawah partai toh?

Cuman maksud aku, kalau sampai Gibran ngomong tapi Jokowi ngomong, tidak ada urusan dengan endorsmen, dukungan dari partai, karena apa, itu karena rakyat. ‘Rakyat lah yang memilih’, ‘rakyat lah yang menentukan, itulah demokrasi’. Coba bayangkan, apa itu pembodohan, manipulasi, apa mendeskreditkan, jutaan loh rakyat Indonesia yang ada di PDIP, disakiti hatinya begitu, direndah- rendahkan, saya pikir bukan asli karakter Jokowi itu. Aku tau dia mencintai rakyat, sering ketemu dengan rakyat, kenapa begitu.

Sama dengan Ganjar, bahwa saya dengan dia, berdiskusi membahas, berdiskusi, mengatur strategi bagaimana dengan Ibu Mega setuju, bagaimana Puan, kita diskusikan, kita bahas.

Nah sekarang dia beralih, tidak lagi ke Ganjar, beralih ke yang lain. Ya kalau orang-orang yang punya budi pekerti, adat istiadat, tata kerama, ngomong dong.

‘Eh Pratik, panggil dulu Panda, undang dulu. Pram undang dulu Panda’, ya apa kabar Mas sudah lama tidak ketemu. ‘Mas Panda, sekarang saya sudah berubah, aku bukan Ganjar lagi, aku sekarang Prabowo’.

Bayangin itu, tata kramanya seperti itu, toto kromonya.

Sebelumnya, membahas nama Pak Ganjar itu berapa kali pertemuan?

Oo banyak, banyak kali. Lebih (5 kali), karena dalam kurun berapa tahun.

Artinya sudah konfirm kepada Ganjar?

Iya, dia yang mempengaruhi aku supaya Ganjar. Ganjar sendiri tak terpikir.

Bukan Opung Panda yang menyodorkan Ganjar?

Tidak, makannya karena itu Ganjar datang ke rumahku, karena waktu itu sensitif kalau terbuka dengan Ganjar, seperti mendahuli Ibu, mengapakan Ibu, anggota DPR juga ga ada yang mau ketemu dia. Betul-betul dijaga, perasaan ibu di jaga, perasan ini dijaga. Begitu juga aku wanti-wanti ‘aku ngomong berdua sama Mas Jokowi

Konfirm disitu, lebih dari 10 kali pertemuan dengan Pak Jokowi, memikirkan supaya Ganjar jadi Capres di Istana?

Di Istana lebih dari itu.

Belakangan kan berubah, dan cukup cepat, apa kira-kira yang cepat berubah?

Aku belum dengar dari dia.

Apa kepentingan politik atau investor asing?

Aku nggak mau berteka-teki, kayanya biasa kok kita ketemu. Bagus juga kalau ketemu langsung. Aku menahan diri agar tidak mengambil kesimpulan-kesimpulan.

Apa ada niat ingin bertemu dengan beliau?

Ada, dua minggu lalu aku sudah melalui ajudan minta waktu, tapi belum ada jawaban.

Ini sudah banyak berubah, tidak bisa ditebak, nasib-nasiban bertemu Jokowi.

Ini terus terang aja, kelihatannya sederhana tapi menyangkut moral, etika, kehormatan terhadap demokrasi, pendidikan bangsa, berpolitik, saya tidak bisa bayangkan, capres kita Ganjar Pranowo, itu ribuan manusia di GBK. Tugas kita menang-menang-menang. Diucapkan di hadapan ribuan orang. Waktu Bulan Bung Karno.

Lalu, Rakernas, tadi saya bisik-bisik dengan Pak Ganjar, kemudian sata bilang, begitu selesai di lantik, langsung bekerja. Frame kita yakin betul terpilih. Tambah kagum kita sama Jokowi.

Itu nggak sembarang loh, bisik-bisik dibocorin. Kalau ga konfiden. Tadi kami dua bisik-bisik, itu masalah pribadi. Trus saya katakan, tidak ada kata jika.

Apa sih yang memicu konflik Ibu Mega dan Pak Jokowi?

Jadi begini, sakit hati kepada PDIP tidak ada, tidak ada. Coba tunjukan ke saya satu, dari PDIP tidak menghormati dia, tidak ada. Sangat menghormati dia, terukur dan terbukti, mantunya anaknya.

Mau maju anaknya, dikorbankan orang lain. Di Medan, Ahiar Nasution itu wakil saya selama 10 tahun di sana, kualitas dan dedikasinya bukan main, pas walikota, minggir itu demi mantu. Di Solo, Purnomo minggir demi Gibran.

Di mana, partai tidak menghargai, saya cuman berdoa memohon jangan sampai ada tinggi hati, jangan lah ada kesombongan, jauhkanlah. Merasa sombong, semua bisa diatur. Kepongaan, ‘tenang aku ada disini’.

Ya Allah, jadi drama apa yang begini, kita sesama bersaudara harus berani bertegur sapa, berani mengingatkan, atau menjilat supaya lebih terjerumus. (Tribun Network/ Yuda).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas