Keluarga Ketua BEM UI Diintimidasi Diduga soal Protes Putusan MK, Mahfud Bakal Kirim Tim
Mahfud MD bakal mengirimkan tim terkait dugaan intimidasi yang dialami keluarga Ketua BEM UI yang diduga buntut protes soal putusan 90 MK.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, bakal mengirim tim untuk mendalami terkait pengakuan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Melki Sedek Huang, yang menyebut keluarganya di Pontianak, Kalimantan Barat, mengalami intimidasi buntut dugaan protes soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres.
Mahfud mengatakan pengiriman tim ini guna mendalami apakah intimidasi benar-benar dilakukan oleh aparat penegak hukum.
"Saya akan mengirim tim dalam waktu dekat ini, apa betul itu diteror oleh polisi? Kita lihat, kita pastikan dulu, karena sekarang ini sesama warga sipil juga saling teror lalu nuduh polisi juga ada loh, banyak."
"Tapi kalau betul-betul polisi, nanti kita tangani," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Mahfud mengungkapkan jika pihak yang mengintimidasi seperti yang dimaksud Melki dan keluarganya adalah aparat kepolisian, maka dia menegaskan hal tersebut telah melanggar konstitusi.
"Apalagi yang diteror keluarga dia, orang tuanya yang ada di desa. Itu tidak boleh, itu pelanggaran atas asas profesionalitas dan itu tidak boleh terjadi di NKRI yang punya konstitusi yang sangat ketat untuk itu."
"Baik Melki maupun orang tuanya harus dilindungi," tegas Mahfud.
Baca juga: Mahfud MD soal Keluarga Ketua BEM UI Diduga Diintimidasi: Kalau Benar, Itu Melanggar Konstitusi
Di sisi lain, Mahfud menjelaskan aparat TNI dan Polisi harus bersikap netral dalam Pemilu 2024 sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya akan mengirim tim ke sana karena kalau ini dibiarkan nanti akan terjadi lebih lanjut dalam peristiwa-peristiwa politik berikutnya," katanya.
Pengakuan Melki
Sebelumnya, Melki mengaku keluarganya di Pontianak didatangi sejumlah orang mengaku sebagai aparat beberapa minggu lalu.
Saat orang-orang tersebut datang, ujar Melki, mereka tidak membeberkan dari satuan mana.
Mereka, sambungnya, hanya mengaku sebagai aparat.
"Paling parah ibu saya di rumah Pontianak, didatangin sama orang berseragam TNI sama polisi."
"Ditanya-tanyainlah kebiasan Melki di rumah ngapain, ibu saya itu kalau balik ke rumah pernah balik malam enggak, balik jam berapa. Ya menanyakan kebiasaan orang-orang di rumah," katanya kepada Tribunnews.com, Kamis (9/11/2023).
Baca juga: Elit PPP Ledek Anwar Usman Ngotot Bertahan Jadi Hakim MK: Kalau di Jepang, Sudah Mundur
Tak hanya keluarganya, Melki juga memperoleh kabar adanya orang yang datang ke SMA Negeri 1 Pontianak, tempat dirinya bersekolah, mencari dirinya.
Kabar tersebut diperoleh Melki dari gurunya di sana.
Melki mengungkapkan orang tersebut bertanya soal kebiasaannya saat masih bersekolah di sana.
"Sampai sekarang masih wait and see sih," tuturnya.
Hakim MK Disanksi MKMK Imbas Putusan 90 MK
Seperti diketahui, putusan MK soal batas usia capres-cawapres berujung pelaporan terhadap sembilan hakim konstitusi dari sejumlah elemen masyarakat.
Pasca pelaporan tersebut, pemeriksaan hingga persidangan pun dilakukan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) secara maraton.
Putusan terkait pelaporan terhadap hakim konstitusi itu pun digelar pada Selasa (7/11/2023) lalu.
Dalam putusan itu, MKMK menyatakan sembilan hakim konstitusi dijatuhi teguran lisan lantaran bocornya Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan dimuat di salah satu media massa nasional.
Kemudian, hakim yang paling berat disanksi adalah Anwar Usman.
Baca juga: Momen Suhartoyo Pimpin Sidang Pertama Kali sebagai Ketua MK, Bahas soal Gugatan UU Pemilu
MKMK mencopot Anwar Usman sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat.
"Menyatakan Hakim Terlapor melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip kepantasan dan Kesopanan."
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie.
Selain itu, MKMK juga menjatuhi sanksi kepada Anwar Usman untuk tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatan berakhir.
"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," pungkas Jimly.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.