Dua Makna Sungkem Gibran dan Kaesang ke Megawati: Antara Gimmick Politik atau Tulus Minta Maaf?
Dua pengamat menganalisa momen Gibran dan Kaesang sungkem ke Megawati. Mereka menganggap ada dua kemungkinan alasan Gibran dan Kaesang melakukan itu.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Tahapan Pilpres 2024 telah memasuki pengundian nomor urut bagi tiga capres-cawapres yang digelar di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa (14/11/2023) kemarin.
Tiga capres-cawapres yaitu Anies-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD telah memiliki nomor urut masing-masing.
Anies Muhaimin mendapat nomor urut 1, Prabowo-Gibran nomor urut 2 dan Ganjar-Mahfud nomor urut 3.
Dari rangkaian acara yang juga dihadiri oleh berbagai elemen termasuk partai politik pengusung, ada momen menarik yang terjadi sebelum pengumuman nomor urut capres-cawapres.
Yaitu momen saat Gibran dan adiknya sekaligus Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep menyempatkan untuk sungkem kepada Ketua Umum PDI Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputri.
Mereka tampak menyalami Megawati yang duduk di sebelah Ketua Umum Partai Hanura, Oemar Sapto Odang (OSO).
Bahkan, Kaesang tampak bercengkrama singkat dengan Megawati.
Baca juga: Momen Gibran dan Kaesang Cium Tangan Megawati, Prabowo Hormat hingga Reaksi Ganjar
Sementara Gibran, tampak mendampingi sang adik yang berada di belakangnya.
Seperti diketahui, kedua putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu 'membelot' ke kubu Prabowo.
Pembelotan itu diwujudkan dengan Gibran, yang merupakan kader PDIP, justru menjadi cawapres pendamping Prabowo dan adiknya yang secara terbuka turut mendukungnya.
Bahkan, Jokowi pun digadang-gadang turut mendukung Prabowo-Gibran dan diisukan hal itu direalisasikan lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres.
Lalu bagaimana memaknai sungkem yang dilakukan Gibran dan Kaesang ke Megawati?
Antara Gimmick Politik atau Tulus sebagai Etika
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menilai sungkemnya Gibran dan Kaesang ke Megawati adalah wujud etika politisi junior ke seniornya.
Ujang juga menganggap peristiwa itu adalah wujud mengenang hubungan masa lalu antara Gibran yang dulu merupakan kader PDIP kepada Megawati.
"Ya itu bagus, positif lah buat Gibran dan Kaesang. Bagaimanapun Megawati kan bosnya Gibran, bosnya Jokowi ketika di PDIP. Jadi hubungan itu tidak bisa dilepas begitu saja."
"Hubungan dulu keakraban, kemesraan saat di PDIP ya dalam konteks tertentu, ya harus menyapa," katanya kepada Tribunnews.com, Rabu (15/11/2023).
Selain itu, Ujang juga melihat hal tersebut adalah wujud etika dan adab yang dilakukan Gibran dan Kaesang sebagai orang yang lebih muda dari Megawati.
"Ya kalau saya melihatnya sebagai adab, tata krama, penghormatan kepada Megawati yang mana sudah membesarkan Gibran. Dikatakan juga bersama-sama Jokowi menang dua kali di Pilpres," tuturnya.
"Justru kalau tidak menyapa nanti dikesankan sombong dan tidak mau menyapai yang muda (ke yang lebih tua). Itu adab umur orang-orang adat ketimuran lah," sambung Ujang.
Berbeda dengan Ujang, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai sungkemnya Gibran dan Kaesang hingga membungkukkan badan ke Megawati adalah gimmick politik.
Baca juga: Momen Prabowo-Gibran Saling Tos dengan Anies-Cak Imin Hingga Ganjar-Mahfud Salam Metal
Di era sekarang, Pangi menilai sosok dapat dinilai lewat perbuatan nyatanya apakah yang dilakukannya baik atau buruk.
Pernyataannya ini berkaca dari membelotnya Gibran dan Kaesang dengan mendukung Prabowo.
"Kalau hanya sekedar gimmick politik membungkukkan badan, cium tangan, lalu jalan seperti raja dulu sampai membungkuk, itu sebenarnya tidak terlalu penting."
"Tapi yang penting adalah perbuatan, bagaimana kita bersikap dan memperlakukan orang itu yang lebih penting daripada soal gimmick politik membungkukan badan atau cium tangan begitu," katanya kepada Tribunnews.com, Rabu (15/11/2023).
Pangi juga menduga sungkemnya Gibran dan Kaesang ke Megawati demi pencitraan di dalam kontestasi Pemilu 2024
Dia mengatakan Gibran dan Kaesang diduga tengah membangun citra bahwa mereka adalah orang beretika dan berbudi pekerti.
Pangi pun menegaskan bahwa apapun yang dilakukan elite politik termasuk Gibran dan Kaesang pasti ada maksud untuk mendongkrak elektoral.
"Jadi itu bukan berdiri sendiri atau ruang kosong," tuturnya.
Kendati demikian, Pangi juga berprasangka baik kepada Gibran dan Kaesang yang sungkem ke Megawati.
Dia menganggap hal tersebut adalah wujud permintaan maaf kedua anak Jokowi itu ke Megawati karena 'membelot' ke Prabowo.
"Memang udah wajar mereka meminta maaf karena pergi tanpa kejelasan, membelot, dan juga Pak Jokowi berkhianat ke PDIP, dan Gibran juga yang mengkhianati PDIP ketika jelas-jelas PDIP punya jagoan capres yang sudah diputuskan di Kongres," katanya.
Di sisi lain, Pangi menilai Megawati tidak akan terlalu memikirkan momen Gibran dan Kaesang sungkem kepadanya.
Megawati, sambungnya, justru ingin meminta secara tidak langsung, khususnya Gibran, untuk berpikir bahwa dirinya dibesarkan oleh PDIP.
"Karena memang yang dilihat itu, ya tidak soal hanya sungkem meminta maaf dan datang. Tapi bagaimana orang-orang yang sudah dibesarkan oleh Bu Mega itu memperlakukan Bu Mega di akhir kekuasaan terakhir (Jokowi) saat ini," jelasnya.
Baca juga: Reaksi Gibran Dapat Nomor Urut 2 di Pilpres 2024
Lebih lanjut, Pangi menilai membelotnya Gibran ke Prabowo dan Jokowi yang diisukan sama dengan anaknya itu hanya sebatas politik pragmatis tanpa ada unsur ideologis sama sekali.
Dia mengatakan peristiwa politik semacam ini hanya dilakukan Jokowi untuk melanggengkan dinasti politik yang dibangunnya.
"Hanya lebih keputusan pribadi, kepentingan dinasti, mungkin Presiden ingin berpikir ke depan membangun Kaesang menjadi Ketua Umum, Gibran menjadi wakil presiden. Jadi hanya kepentingan personal (Jokowi)," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024