Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Hak Konstitusional Berpendapat Jelang Pemilu 2024, Harus Dijamin dan Dilindungi Pemerintah

Pengamat politik dari Universitas Krisnadwipayana Ade Reza Hariyadi menyoroti soal dugaan kriminalisasi dan intimidasi terhadap kalangan aktivis

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Pengamat: Hak Konstitusional Berpendapat Jelang Pemilu 2024, Harus Dijamin dan Dilindungi Pemerintah
Grafis Tribunnews/Gilang Putranto
Ilustrasi Pemilu 2024 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Krisnadwipayana Ade Reza Hariyadi menyoroti soal dugaan kriminalisasi dan intimidasi terhadap kalangan aktivis dan mahasiswa jelang Pemilu 2024.

Ade mengaku, khawatir terhadap upaya-upaya membungkam kebebasan para aktivis dalam memberikan kritik.

"Sepanjang terkait penggunaan hak konstitusional warga negara untuk menyatakan pendapat, sekalipun dalam bentuk kritik terhadap pemerintah, tentu harus dijamin dan dilindungi. Hal ini akan menjadi ujian bagi pemerintah atas komitmennya terhadap demokrasi dan pemajuan hak-hak sipil politik," kata Ade kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/11/2023).

Diketahui, keluarga Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Melki Sedek Huang di Pontianak, Kalimantan Barat, dikabarkan mendapat intimidasi.

Intimidasi itu diduga terkait aktivisme politik Melki di kampus.

Melki sempat mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan bagi Gibran maju menjadi cawapres.

Selain itu, jurnalis nonaktif Aiman Witcaksono turut dilaporkan oleh Juru Bicara Aliansi Elemen Masyarakat Sipil untuk Demokrasi, Fikri Fakhrudin ke Polda Metro Jaya.

Berita Rekomendasi

Aiman dipolisikan lantaran menyebar informasi mengenai beberapa komandan Polri yang diduga memenangkan salah satu paslon.

Menurut Ade, publik punya hak untuk menyuarakan kritik dan mengawasi penyelenggaraan pemilu. 

Apalagi, saat ini muncul beragam laporan di media massa yang mengindikasikan adanya kecurangan dan ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN). 

"Persaingan elektoral saat ini melibatkan figur-figur dalam pemerintahan, tentu saja tidak boleh menggunakan alat-alat kekuasaan untuk kepentingan elektoral bagi pihak tertentu. Apalagi jika dimaksudkan untuk merepresi sikap kritis yang merupakan perwujudan kontrol publik dan check and balances," ucap Ade.

Lebih lanjut, Ade meminta pemerintah bersikap tegas dan mengistruksikan aparat penegak hukum di lapangan untuk bersikap netral.

"Fenomena kasus yang disebut di atas, bisa menjadi semacam sinyal bahwa ada tantangan berat atas komitmen dalam berdemokrasi. Jika ini tidak segera diwaspadai, dapat menjadi potensi kita setback (mundur) ke masa lalu," terang Ade.

Sebelumnya, Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani sepakat tindakan represif aparat penegak hukum atau kelompok masyarakat terhadap kritikus tak boleh dibiarkan. 

Dia meminta publik melapor bila mendapat tindakan represif dan intimidatif dari siapa pun.

Baca juga: Rekam Jejak Aiman Witjaksono, Jubir TPN Ganjar-Mahfud Dilaporkan ke Polda Metro Jaya

"Saya rasa kalau ada hal-hal yang terkait dengan warga atau orang yang merasa bahwa itu dari aparat keamanan yang (represif dan intimidatif) dilaporkan saja secara kita punya mekanisme hukum yang ada. Dengan melapor, paling tidak perbuatan itu terekspose ke publik," jelas Jaleswari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas