Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ditolak MK, Penggugat Batas Usia Capres-Cawapres dari Unusia Khawatir Ada Dualisme Hukum

Brahma khawatir penolakan gugatan soal batas usia capres-cawapres oleh MK justru bakal menimbulkan dualisme hukum.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Ditolak MK, Penggugat Batas Usia Capres-Cawapres dari Unusia Khawatir Ada Dualisme Hukum
Tribunnews/JEPRIMA
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Brahma Aryana dan kuasa hukumnya Viktor Snatosa Tandiasa berfoto bersama sebelum mengikuti sidang soal syarat usia capres dan cawapres di bawah 40 tahun di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023). MK kembali menggelar sidang soal syarat usia capres-cawapres di bawah 40 tahun. Gugatan baru tersebut diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana. Brahma khawatir penolakan gugatan soal batas usia capres-cawapres oleh MK justru bakal menimbulkan dualisme hukum. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan terkait batas usia capres-cawapres dengan nomor perkara 141-PUU/XXI/2023 pada Rabu (29/11/2023).

"Amar putusan, mengadili dalam provisi, menyatakan permohonan provisi tidak dapat diterima. Dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo.

Pasca putusan tersebut, penggugat yaitu mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (Unusia), Brahma Aryana pun angkat bicara.




Awalnya, Brahma mengaku kecewa atas putusan MK terhadap gugatannya tersebut.

Namun, dia mengatakan terpaksa harus menerimanya lantaran sudah menjadi putusan peradilan yang final dan mengikat.

"Terhadap putusan kemarin, dengan sangat terpaksa dan kecewa, ya saya menerima putusan 141 ini. Karena mau bagaimanapun itu sudah menjadi putusan peradilan," kata Brahma kepada Tribunnews.com, Kamis (30/11/2023).

Baca juga: Putusan MK tentang Batas Minimal Usia Cawapres Dinilai Puncak Praktik Politik Dinasti di Indonesia

Kendati menerima, mahasiswa yang akrab disapa Bram ini menilai putusan MK tersebut menjadi wujud inkonsistensi lembaga itu dalam mengambil putusan.

BERITA TERKAIT

Pernyataannya itu mengacu pada argumen hakim konstitusi dalam putusan 29, 51, dan 55 yang juga terkait dengan gugatan batas usia capres-cawapres.

Dalam putusan tiga gugatan tersebut, hakim menyebut aturan terkait batas usia capres-cawapres merupakan kewenangan dari pembentuk undang-undang (UU) atau open legal policy yaitu DPR ataupun Presiden.

Namun, dalam gugatan 90 MK, Brahma mengatakan adanya perubahan pendirian oleh MK di mana membuat poin baru soal aturan batas usia capres-cawapres yaitu berusia minimal 40 tahun atau pernah atau sedang menjadi kepala daerah yang dipilih lewat pemilihan umum.

"Tetapi kemudian dalam putusan 90 MK berubah pendirian dengan kemudian membuat rumusan syarat alternatif terhadap usia 40, yakni orang yg pernah/sudah menduduki jabatan elected official," ujarnya.

Kini, kata Bram, putusan MK terhadap gugatannya justru kembali menggunakan argumen hukum bahwa aturan batas usia capres-cawapres adalah open legal policy.

Dia pun menilai adanya keanehan lain terkait putusan MK terhadap gugatannya, di mana salah satu pertimbangan hukum yang disampaikan adalah bahwa syarat alternatif batas usia-capres-cawapres yaitu 40 tahun dan menjabat sebagai gubernur.

"Karena menurut MK, tingkat gubernur itu tidak terlalu jauh dengan Presiden dan tingkat provinsi itu seperti miniatur negara dalam skala yang lebih kecil," kata Brahma.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Syarat Batas Usia Capres Cawapres yang Diajukan Mahasiswa Unusia

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas