Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

5 Serangan Anies ke Prabowo di Debat Perdana Capres, Sebut Tak Tahan Oposisi Hingga Istilah Ordal

Anies Baswedan tercatat memberikan 5 serangan yang menohok kepada Prabowo Subianto dalam debat perdana Capres 2024 di KPU RI, Jakarta Pusat

Editor: Adi Suhendi
zoom-in 5 Serangan Anies ke Prabowo di Debat Perdana Capres, Sebut Tak Tahan Oposisi Hingga Istilah Ordal
Tribunnews/JEPRIMA
Calon Presiden nomor urut 01 Anies Baswedan menjawab pertanyaan dari Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto saat mengikuti Debat Pertama Calon Presiden 2024 di Halaman Gedung KPU, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023). Debat Perdana tersebut mengusut tema Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Pemberantasan Korupsi, dan Penguatan Demokrasi. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan tercatat memberikan 5 serangan yang menohok kepada Calon Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dalam debat perdana Capres 2024 di KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023) lalu.

Anies diketahui mengungkit korban kerusuhan 21-22 Mei 2019 bernama Harun Al Rasyid hingga menyebut Prabowo Subianto tak tahan menjadi oposisi.

Berikut sejumlah pernyataan Anies Baswedan yang dinilai menyerang Prabowo Subianto dalam debat capres bertema dalah Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, dan Penguatan Demokrasi:

1. Kenalkan Ayah Harun Al Rasyid

Dalam debat perdana capres di KPU RI, Jakarta, Selasa (12/12/2023) malam, Anies langsung menyebut dirinya membawa ayahnya Harun Al Rasyid.

Anies pun dengan lantang bila Harun Al Rasyid merupakan pendukung Prabowo Subianto pada Pilpres 2019.

"Tidak kalah penting hadir bersama saya di sini ayahnya Harun Al Rasyid, Harun adalah adalah anak yang meninggal pendukung Pak Prabowo di Pilpres 2019 yang menuntut keadilan pada saat itu, protes hasil pemilu," kata Anies.

Baca juga: Usai Hadiri Debat Capres, Ayah Harun Al Rasyid Ungkap Alasannya Kini Dukung Anies Bukan Prabowo Lagi

Dikatakan Anies, kasus tewasnya Harun Al Rasyid belum ada kejelasan hingga kini.

Berita Rekomendasi

Hal itu menunjukkan hukum belum menghadirkan keadilan bagi warga negara.

"Apa yang terjadi? Dia tewas sampai dengan hari ini tidak ada kejelasan," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Menyikapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Ahmad Muzani menyebut Harun Al Rasyid bukanlah simpatisan Prabowo.

Ia menyebut Harun hanyalah anak yang menjadi korban saat kerusuhan Bawaslu.

"Dia itu masih SMP, dia juga mengatakan dia datang ke sana untuk menyaksikan, untuk melihat ya. Jadi dia bukan pemilih, dia bukan pendukung, simpatisan juga bukan, tapi dia usia anak-anak yang ikut menjadi korban," ujar Muzani seusai peluncuran pemilihmuda.id di TKN Pemilih Muda (Fanta) Prabowo-Gibran, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2023).

Baca juga: Prabowo Imbau Publik Tak Perlu Saling Hasut, TKN: Itu Sikap yang Diperlukan Demi Kerukunan Bangsa

Muzani pun menyatakan Anies mengeksploitasi kasus yang dialami Harun Rasyid untuk menarik simpati masyarakat. Padahal, Anies lupa sejarah sebenarnya dalam kejadian tersebut.

"Jadi saya kira mas Anies mengeksploitasi suasana itu untuk menggunakan simpati atau untuk menarik simpati seolah-olah ada pembiaran tapi dia lupa dengan fakta dan data yang ada di lapangan, tolong dicek apa yang dikatakan orang tuanya di sosial media masih banyak," jelasnya.

Di sisi lain, Muzani mengaku tidak tahu menahu alasan kasus kematian Harun Al Rasyid tidak diusut oleh aparat penegak hukum.

"Saya tidak tahu apa namanya peristiwa itu karena kan saya tidak menangani hukum, tapi semua proses hukum kita hadapi kita proses dengan baik," tukasnya.

Sekilas Soal Kematian Harun Al Rasyid

Dari penelusuran Tribunnews.com, Harun masih berusia 15 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) saat tewas dalam kerusuhan 22 Mei 2019 di kawasan Slipi, Jawa Barat.

Ini berarti Harun belum memiliki hak pilih saat ia tewas dalam kerusuhan di Slipi.

Diketahui, kerusuhan saat itu terjadi karena massa yang kecewa terhadap hasil Pilpres 2019.

Menurut pengakuan teman Harun, Angga, ia dan Harun memang berada di lokasi kerusuhan, namun bukan untuk ikut aksi.

Pada Rabu (22/5/2019) siang, Angga mengatakan ia dan Harun sempat makan bersama di sebuah warteg di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Setelah itu, Harun lantas mengajak Angga ke kawasan Slipi untuk melihat kerusuhan.

"Dari siang sampai malam sama saya. Siang Harun ngajakin ke warteg, habis itu Harun ngerancanain ke sana (Slipi)."

"Dia bilang, 'Ayo kita lihat di Slipi yang perang (kerusuhan)'," ungkap Harun, Kamis (23/5/2019), dilansir TribunJabar.id.

Saat kerusuhan di Jembatan Slipi Jaya pecah, Angga mengatakan paha Harun sempat terkena gas air mata dari polisi.

Harun lantas mengajak Angga untuk pulang ke rumahnya agar luka dapat diobati.

Menjelang malam, Angga meminta Harun untuk kembali ke rumah.

Tetapi, Harun menolak dan mengajak Angga kembali ke Slipi untuk menyaksikan kerusuhan.

Keduanya lantas kembali ke Slipi menggunakan motor.

Namun, pada pukul 22.00 WIB, Harun dan Angga terpisah di lokasi kerusuhan.
Angga mencoba mencari keberadaan Harun, tetapi tak membuahkan hasil.

Baru pada Kamis (23/5/2023) pagi, Angga dan ayah Harun, Didin Wahyudin, mendapat kabar Harun meninggal dunia di RS Dharmais, Slipi, Jakarta Barat.

Berdasarkan hasil autopsi, Harun tewas akibat luka tembak di lengan kiri yang menembus sampai ke dada.

"Hasil autopsinya, (penyebab kematian karena) luka tembak. Luka tembak dari lengan kiri atas, ya dari lengan kiri menembus ke dada," kata Kepala RS Polri Kramat Jati saat itu, dr Musyafak, Jumat (30/5/2019).

2. Anies Baswedan Sebut Prabowo Tak Tahan Oposisi

Serangan lain Anies Baswedan adalah menyebut Prabowo tak tahan menjadi oposisi.

Awalnya Anies Baswedan menyoroti lemahnya keberadaan oposisi saat ini ketika bericara soal partai politik.

"Saya rasa lebih dari sekadar partai politik. Rakyat tidak percaya pada proses demokrasi yang sekarang terjadi, itu jauh luas dari sekadar partai politik," ujar Anies membuka gagasannya saat debat Capres, Selasa (12/12/2023).

Menurut dia, saat berbicara demokrasi minimal ada tiga syarat yang harus dipenuhi, di antaranya adanya kebebasan berbicara, adanya oposisi yang bebas untuk mengkritik pemerintah dan menjadi penyeimbang pemerintah, serta adanya proses Pemilu atau proses Pilpres yang netral, transparan, jujur, dan adil,

"Kalau kita lihat akhir-akhir ini dua ini mengalami problem. Kita menyaksikan bagaimana kebebasan berbicara menurun, termasuk kritik partai politik dan angka indeks demokrasi kita menurun," ujarnya.

Selanjut, Anies pun menyoroti keberadaan oposisi.

"Kita saksikan minim sekali adanya oposisi selama ini dan sekarang ujiannya adalah besok, bisakah pemilu bisa diselenggarakan dengan netralitas, dengan adil, dengan jujur," ucapnya.

Menyikapi hal tersebut, Prabowo Subianto lantas menyinggung bagaimana Anies Baswedan bisa menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017.

Diketahui pada Pilkada DKI 2017, Anies Baswedan berduet dengan Sandiaga Uno yang kala itu merupakan kader Gerindra.

"Mas Anies, Mas Anies, saya berpendapat mas anies ini agak berlebihan. Mas Anies mengeluh tentang demokrasi ini itu dan ini, Mas Anies dipilih jadi gubernur DKI menghadapi pemerintah yang berkuasa. Saya yang mengusung bapak," ucap Prabowo.

"Kalau demokrasi tidak berjalan, tidak mungkin anda jadi gubernur. Kalau Jokowi diktator anda tidak mungkin jadi gubernur. Saya waktu itu oposisi Mas Anies, anda ke rumah saya, saya opisisi, anda terpilih," ujar Prabowo.

Lantas, Anies yang diberi kesempatan untuk kembali menyikapi tanggapan Prabowo kembali menegaskan bahwa dalam proses demokrasi harus ada pemerintah dan oposisi.

Menurut Anies dua-duanya sama-sama terhormat dan ketika proses pengambilan keputusan itu dilakukan bila ada oposisi maka akan selalu ada perspektif pandangan berbeda yang membuat masyarakat bisa menilai.

"Sehingga, oposisi itu penting dan sama-sama terhormat. Sayangnya tidak semua orang tahan untuk menjadi oposisi," ucapnya.

"Seperti disampaikan Pak Prabowo, Pak Prabowo tidak tahan untuk menjadi oposisi apa yang terjadi beliau sendiri menyampaikan bahwa tidak berada dalam kekuasaan membuat tidak bisa berbinis, tidak bisa berusaha, maka itu harus berada dalam kekuasaan. Kekuasaan lebih dari soal bisnis, keuasaan lebih dari soal uang, kukasaan soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat," ujar Anies.

Terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Ahmad Muzani menegaskan Prabowo Subianto tidak pernah mengeluarkan pernyataan 'tidak tahan jadi oposisi' seperti yang disampaikan Anies Baswedan.

Muzani mengungkit bahwa tidak ada orang yang lebih dekat dari Prabowo dibandingkan dirinya.

Ia pun menjamin eks Danjen Kopassus itu tidak pernah berbicara 'tidak tahan jadi oposisi'.

"Saya ini paling dekat dengan Pak Prabowo. Pak Prabowo nggak pernah pidato seperti itu. Pak Prabowo nggak pernah ngomong seperti itu," ujar Muzani seusai peluncuran pemilihmuda.id di TKN Pemilih Muda (Fanta) Prabowo-Gibran, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2023).

Muzani mempertanyakan Anies untuk mengungkap kapan Prabowo berbicara 'tidak tahan jadi oposisi'.

Sebab, ia tidak mendengar atasannya itu berucap seperti yang dituduhkan Anies.

"Saya bisa hitung kapan pak Anies ketemu dengan Pak Prabowo. Ngomongnya di mana, apa segala macam, pidato di mana, saya nggak pernah dengar," katanya.

Karena itu, Muzani menegaskan ucapan Anies Baswedan bahwa Prabowo 'tidak tahan jadi opsisi' tidak berdasar.

Sebab, ia tidak pernah mendengar.

"Jadi menurut saya itu yang diomongin mas Anies tidak bersumber yang saya nggak pernah dengar," katanya.

3. Anies Baswedan Siinggung Pelanggaran Etika

Serangan Anies Baswedan selanjutnya adalah mengungkit putusan MK yang melahirkan putusan pelanggaran etik yang dikeluarkan Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Anies dalam debat bertanya bagaimana perasaan Prabowo seusai mendengar MKMK mengeluarkan putusan pelanggaran etik yang dilakukan MK.

"Pada tanggal 25 Pak Prabowo mendaftar ke KPU sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Sesudah keputusan MK. Kemudian di MK dibentuk MKMK, yang hasilnya mengatakan terjadi pelanggaran etika berat yang menyebabkan keputusan yang dibuat MK secara etika bermasalah. Kemudian bapak punya waktu sampai dengan 13 November untuk mengambil karena disitu waktu mengambil keputusan bila ada perubahan. Sesudah bapak mendengar bahwa ternyata pencalonan persyaratannya bermasalah secara etika. Pertanyaan saya apa perasaan bapak ketika mendengar ada pelanggaran etika disitu?" tanya Anies dalam debat di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (12/12/2023) malam.

Prabowo pun memberikan jawaban bahwasanya para pakar hukum yang berada di sekitarnya telah menyatakan bahwasanya tidak ada masalah dalam putusan tersebut.

"Jadi tim saya, para pakar hukum yang mendampingi saya menyampaikan bahwa dari segi hukum tidak ada masalah. Masalah yang dianggap pelanggaran etika sudah diambil tindakan dan keputusan, ya, waktu itu oleh pihak yang diberi wewenang," ujar Prabowo.

Prabowo menyatakan bahwasanya sudah ada tindakan terhadap keputusan MK tersebut.

Akan tetapi, putusan tersebut masih saja diprotes oleh sejumlah pihak.

"Tetapi intinya adalah bahwa keputusan itu final dan tidak dapat diubah. Ya saya laksanakan, ya. Dan kita ini bukan anak kecil mas Anies. ya. Anda juga paham ya. Sudah lah, ya," katanya.

Lebih lanjut, Prabowo menambahkan pihaknya meminta masyarakat memutuskan dan menilai terkait keputusan MK tersebut.

Jika tidak suka dengan Gibran, maka tidak usah memilih paslon nomor urut 2.

"Intinya rakyat putuskan, rakyat yang menilai. Kalau rakyat tidak suka Prabowo dan Gibran, nggak usah pilih kami saudara-saudara sekalian," katanya.

4. Sindir Prabowo Bicara Tak Pakai Data

Anies Baswedan pun menyindir orang berbicara tak pakai data ketika ia menanggapi pertanyaan Prabowo Subianto soal polusi udara.

Awalnya, Prabowo Subianto memberikan pertanyaan kepada Calon Anies Baswedan terkait dengan permasalahan kota DKI Jakarta.

Adapun yang menjadi salah satu fokus Prabowo dalam pertanyaannya kepada mantan Gubernur DKI Jakarta itu adalah terkait dengan masalah polusi udara.

Padahal kata Prabowo, DKI Jakarta memilki dana APBD DKI Jakarta yang mencapai Rp 80 Triliun.

"Lima kali DKI selama mas Anies mimpin sering sekali DKI menerima indeks polusi tertinggi di dunia. Bagaimana dengan anggaran 80 T, pak Anies sebagai Gubernur tidak dapat berbuat sesuatu yang berarti untuk mengurangi polusi. Terima kasih," tanya Prabowo Subianto kepada Anies Baswedan dalam debat capres perdana di KPU RI, Selasa (12/12/2023).

Menjawab pertanyaan dari Prabowo dalam debat itu, Anies menyatakan bahwasanya masalah itu tidak terlepas dari permasalahan udara di Jakarta.

Kata Anies, Jakarta di suatu hari tidak selalu mengalami polusi buruk.

"Jadi di Jakarta kami memasang alat pemantau polusi udara bila masalah udara bersumber dari dalam kota Jakarta maka hari ini besok minggu depan selalu akan kotor," jawab Anies.

"Tapi apa yang terjadi? ada hari dimana kita bersih ada hari dimana kita kotor, ada masa minggu pagi, jagakarsa sangat kotor," sambung dia.

Secara garis besar, Anies menyatakan bahwa ada faktor lain yang besar terkait permasalahan polusi udara ini yakni soal angin.

Kata dia, angin bisa bergerak kemanapun termasuk masuk ke dalam wilayah Jakarta.

"Apa yang terjadi? polusi udara tak punya KTP, angin tidak ada KTP-nya. Angin itu bergerak dari sana sini ketika polutan yang muncul PLTU mengalir ke Jakarta, maka Jakarta punya indikator, karena itu Jakarta mengatakan ada polusi udara," ujar Anies.

Merespons pernyataan Anies itu, Prabowo merasa heran, sebab, jika yang dipermasalahkan adalah angin, maka tidak perlu lagi adanya peran dari pemerintahan.

"Jadi saya kira kalau kita pengin gampang menyalahkan angin, hujan, dan sebagainya, ya mungkin tidak perlu ada pemerintahan kalau begitu," kata Prabowo.

Menyikapi hal itu, Anies kemudian menyindir orang yang berbicara tidak menggunakan data.

“Inilah bedanya yang berbicara pakai data, yang berbicara pakai fiksi. Saya pakai data,” ucapnya.

5. Gunakan Istilah Ordal Saat Singgung Putusan MK

Anies Baswedan dalam debat pun menyinggung tentang fenomena "orang dalam" atau "ordal".

Menurut Anies, fenomena ordal ini menyebalkan karena membuat meritokratik tidak berjalan dan etika luntur.

"Di seluruh Indonesia kita menghadapi fenomena ordal. Mau masuk kesebelasan ada ordalnya, mau masuk jadi guru ordal, mau daftar sekolah ada ordal, mau dapat tiket untuk konser, ada ordal. Ada ordal dimana-mana, yang membuat meritokratik tidak berjalan, yang membuat etika luntur," kata Anies saat menanggapi pernyataan Prabowo dalam debat capres.

Fenomena ordal ini disampaikan Anies ketika merespon jawaban calon presiden 02 Prabowo Subianto tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan umur calon presiden dan calon wakil di bawah usia 40 tahun. (Tribunnews.com/ rizki/ fersianus/ igman)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas