Komentari Pernyataan Jokowi soal Presiden Boleh Memihak, Anies Sebut Indonesia Diatur dengan Hukum
Capres nomor urut 1, Anies Baswedan, mengomentari pernyataan Jokowi yang mengatakan presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilu.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilihan umum (Pemilu) asal tidak memanfaatkan fasilitas negara mendapatkan banyak respons.
Salah satu sosok yang memberikan komentar terkait perkataan Jokowi ialah calon presiden (capres) nomor urut 1, Anies Baswedan.
Anies meminta supaya ahli hukum tata negara memverifikasi pernyataan dari mantan Wali Kota Solo itu, apakah sesuai atau tidak dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Hal ini dikemukakan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta itu selepas melakukan kampanye akbar di Lapangan Parkir GOR Haji Agus Salim, Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Kamis (25/1/2024).
"Sehingga ini bukan soal selera, setuju atau tidak setuju, tapi soal benar atau salah, ini sesuai aturan hukum atau tidak?"
"Jangan negeri ini diatur pakai selera dan perasaan, serta pandangan subjektif, tapi diatur pakai aturan hukum," ungkapnya saat diwawancari wartawan dikutip dari TribunPadang.com.
Dia mengatakan Indonesia diatur dengan hukum. Lalu, pemegang kewenangan disumpah mengikuti seluruh aturan hukum.
Oleh sebab itu, sambung Anies, presiden, menteri, gubernur, hingga wali kota atau bupati harus bertindak sesuai aturan hukum.
Sementara itu, pendamping Anies Baswedan dalam Pilpres 2024, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, mengaku sedih atas apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi.
Menurut Cak Imin, presiden adalah pemimpin tertinggi sehingga muruahnya mesti dijaga.
Ketua Umum PKB itu menyampaikan pandangannya ini saat ditemui awak media di sela-sela acara Haul Mbah Kyai Abu Amar Khotib di Pondok Pesantren Ar Roudloh Berbaur, Paserepan, Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (24/1/2024).
Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, Maruf Amin: Aturannya Boleh, Urusan Publik Setuju atau Tidak
Lebih lanjut, Cak Imin mempersilakan masyarakat untuk menilai pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden Jokowi itu.
Namun, dia kembali menegaskan bahwa tugas presiden ialah mengayomi seluruh kekuatan.
"Biarkan rakyat yang menilai, tapi bahwa seharusnya kita semua meletakkan presiden sebagai pengayom semua kekuatan," pungkasnya.
Penjelasan Pihak Istana
Sementara itu, Pihak Istana Kepresidenan melalui Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menjelaskan maksud Presiden Jokowi dalam pernyataannya.
Ari mengatakan pernyataan Presiden ke-7 Indonesia itu banyak disalahartikan.
Menurutnya, apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi itu untuk menjawab pertanyaan dari awak media soal menteri yang ikut berkampanye.
"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu (24/01/2024), telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses," kata Ari, Kamis.
Berdasarkan penuturan Ari, dalam menjawab pertanyaan itu, Presiden Jokowi kemudian menjelaskan aturan main bagi menteri maupun presiden dalam berdemokrasi.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 281 di UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, kampanye pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, kepala daerah, dan wakil kepala daerah.
"Artinya, presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU," terang Ari.
Meski begitu, ada syarat yang mesti dipenuhi apabila presiden ikut berkampanye dan mendukung salah satu pasangan calon (paslon).
Presiden dilarang menggunakan fasilitas negara dan harus mengajukan cuti.
"Tapi, memang ada syaratnya jika presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara," ujarnya.
Ari mengatakan dengan diperbolehkannya presiden berkampanye, maka dia diizinkan memiliki referensi politik pada partai atau pada pasangan capres-cawapres.
"Artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU," ujarnya.
Lebih lanjut, Ari menyatakan apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukanlah hal baru. Aturan terkait sikap presiden dalam pemilu telah diatur dalam UU Pemilu.
Dia memaparkan, dalam sejarah pemilu setelah Reformasi, presiden-presiden sebelumnya juga memiliki referensi politik, bahkan mereka ikut berkampanye.
"Presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke-5 dan ke-6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya," jelasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunPadang.com dengan judul: Respons Anies Soal Presiden Boleh Memihak: Jangan Negeri Ini Diatur Pakai Selera dan Perasaan.
(Tribunnews.com/Deni/Mario Christian Sumampow/Taufik Ismail)(TribunPadang.com/Wahyu Bahar)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.