Hasto Kristiyanto Beberkan Sejumlah Distorsi Jelang Pilpres 2024
Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud MD, Hasto Kristiyanto, memaparkan berbagai distorsi yang terjadi jelang Pilpres 2024.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud MD, Hasto Kristiyanto, memaparkan berbagai distorsi yang terjadi jelang Pilpres 2024.
Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber pada diskusi "Pilpres dan Memulihkan Distorsi Kompetisi Menjadi Kompromi" yang digelar Forum Dialog Nusantara (FDN) di Patra Kuningan, Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Hasto mengatakan distorsi pertama itu terkait hukum dimana rules of the game, yang teorinya harus menjadi panglima tapi fakta yang terjadi dilanggar.
Sekjen DPP PDIP itu mencontohkan manipulasi hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) yang nyata.
Meski pun Majelis Kehormatan MK (MKMK) memutuskan ada pelanggaran etis nyatanya pencalonan tetap diteruskan sehingga terjadi conflict of interest.
Padahal sudah banyak pihak yang mengingatkan agar hal itu tidak diteruskan. Namun, pencalonan Gibran Rakabuming Raka tetap berjalan.
Dan ini dikuatkan oleh keputusan DKPP. Ketua KPU dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat juga.
"Sehingga dua pelanggaran etik. Etik itu di atas hukum. Seluruh teori politik diatas hukum ada etika. Etika muncul dari nilai-nilai yang diyakini bersama tentang baik dan buruk dalam pengaturan hidup bersama itu menjadi society values," kata Hasto.
"Apalagi kalau kita berakar dari agama. Ini yang dilanggar, dua keputusan etik. Apakah ini kita biarkan? Dan dua keputusan etik yang sangat berat ini kan akhirnya menyandera demokrasi kita. Terkait proses legitimasi, legalitas. Kenapa ada putusan etik? Karena ada conflict of interest tadi," imbuh Hasto.
Baca juga: H-9 Pencoblosan, Hasto PDIP: Jangan Sampai Fungsi Kekuasaan Lebih Dominan dari Kedaulatan Rakyat
Kemudian Hasto menyoroti intervensi oknum aparatur negara terhadap para guru besar dan akademisi di kampus-kampus.
"Bagi saya pribadi ketika kita juga dari kalangan kampus melihat dosen-dosen, rektor mulai ditekan. Untung mahasiswa sedang libur. Kalau tidak sudah bergerak, melihat profesor diintervensi dengan cara-cara seperti itu. Ini bukan demokrasi," ucapnya.
"Distorsi kedua, asas pemilu dilanggar langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Jujur-adil itu maknanya dalam banget. Langsung nanti kita lihat tanggal 14 Februari, kemudian umum apakah setiap rakyat punya hak memilih, diijinkan. Kemudian apakah betul proses itu praktek di lapangan. Kita lihat rakyat yang punya hak pilih dilindungi hak konstitusionalnya," lanjut Hasto.
Hasto mengurai tekanan ke sejumlah kalangan akademisi dan bahkan kepala desa dipanggil dengan membawa laporan penggunaan dana desa.
"Apakah ini bukan intervensi? Apakah bisa dibiarkan? Tekanan-tekanan kepada kepala desa yang berlangsung secara masif," kata Hasto.
"Kepala daerah kami di Jatim, di beberapa daerah basis PDIP kemudian ditekan dengan pengaduan masyarakat (dumas) yang diajukan. Padahal dumas ini skenario. Dari dumas ini dipakai untuk menekan, kalau tidak kita proses," lanjut Hasto.
Baca juga: Ganjar Respek Presiden Jokowi Putuskan Tidak Ikut Kampanye, Titip Pesan Pastikan Aparat Netral
Itu sebabnya, beberapa kepala daerah harus mengubah dukungannya karena ada tekanan terhadap mereka. Hal ini sangat disayangkan terjadi.
"Mau menang satu putaran boleh tapi rakyat yang menentukan. Jangan satu putaran seperti kejar setoran sehingga segala sesuatu dilakukan. Atau kejar jabatan, kalau menang jabatan saya seperti ini," ucap Hasto.
Sehingga, kata Hasto, tak heran saat ini banyak tokoh termasuk kampus yang mencoba mengingatkan agar demokrasi di Indonesia dijaga.
"Jadi mari kita buka mata hati kita dengan jernih. Ini bukan persoalan siapa mau menjadi presiden. Ini persoalan Indonesia kita. Ini persoalan bahwa kultur demokrasi itu jangan sampai dirusak. Kultur demokrasi ini sangat mahal dibangun dengan susah payah," tandas Hasto.