Yusril Sindir Penyampaian Berapi-api Kubu AMIN: Lebih Banyak Narasi dan Asumsi Dibandingkan Bukti
Yusril Ihza Mahendra merespons permohonan gugatan sengketa pemilu yang disampaikan kubu paslon 01 Anies-Muhaimin atau AMIN di Mahkamah Konstitusi (MK)
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra merespons permohonan gugatan sengketa pemilu yang disampaikan kubu paslon 01 Anies-Muhaimin atau AMIN di Mahkamah Konstitusi (MK).
Yusril menilai apa yang disampaikan Ketua Tim Hukum Nasional AMIN Ari Yusuf Amir serta Tim Hukum Timnas AMIN Bambang Widjojanto di persidangan berapi-api.
Tak hanya itu, dikatakan Yusril bahwa apa yang disampaikan keduanya lebih banyak narasi dan asumsi dibandingkan penyampaian pembuktian.
“Intinya kami menilai bahwa permohonan ini banyak narasi, asumsi, hipotesa, daripada menyampaikan bukti. Dan saya baru dengar dari Pak Kaligis tadi pagi, dia bilang narasi itu bukan bukti,” kata Yusril kepada awak media usai persidangan di gedung MK, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Begitu juga asumsi, kata Yusril itu bukan bukti.
Menurutnya tudingan sesuatu yang harus dibuktikan.
Baca juga: Makna Kutipan Alquran yang Dibacakan Pengacara AMIN di MK, Ayat Ini Juga Terpampang di Harvard
Begitu juga patut diduga dan sebagainya yang disampaikan, harus dibuktikan.
“Jadi lebih banyak opini dan narasi yang dibangun. Dibandingkan fakta dan bukti yang diungkapkan di persidangan,” tegasnya.
Sementara itu di persidangan, Tim Hukum Timnas AMIN, Bambang Widjojanto menuding Presiden Joko Widodo berambisi melanggengkan kekuasaannya sehingga nepotisme lahir antara pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.
"Nepotisme ini terjadi sebagai dampak ikutan dari ambisi Presiden Jokowi melenggangkan kekuasaannya," kata Bambang di Gedung MK, Rabu (27/3/2024).
Baca juga: Sederet Menteri Jokowi hingga BIN Ini Disebut Kubu AMIN Bantu Kampanye Prabowo-Gibran
Bambang menuturkan Jokowi telah melakukan ragam langkah dalam proses-prosesnya untuk melanggengkan kekuasaannya.
"Pertama kali akan menambah periode masa jabatan presiden, instrumennya amandemen UUD 1945 oleh pembantu Jokowi itu terjadi pada maret 2022 dan ada pengarahan aparatur desa untuk 3 kali masa jabatan presiden ini gagal," tuturnya.
Kemudian ada pula usaha Jokowi dengan menggunakan instrumen dan framing di media melalui wacana dari para menteri-menterinya.
"Itu November 2022, jadi setelah Maret upaya pertama gagal, masuk ke upaya kedua, itu pun gagal," lanjut Bambang.
Kini upaya Jokowi beralih dengan dengan proses ketiga menentukan presiden berikutnya dalam Pilpres 2024 di mana anaknya, Gibran, turut ambil andil dalam menjadi cawapres melalui Putusan MK 90/2023.
Selain itu juga Jokowi disebut juga mengendalikan penyelenggara pemilu, mengoperasikan alat kekuasaan negara, hingga menjinakkan partai politik.
"Dan ini yang mengakibatkan ada konsekuensi Indonesia sekarang ada di persimpangan jalan," tandasnya.