Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Belum Diatur, MK Tak Bisa Lakukan Tindakan Hukum soal Jokowi Tidak Netral Untungkan Prabowo-Gibran

MK tak dapat melakukan tindakan hukum terkait ketidaknetralan Jokowi menguntungkan Prabowo-Gibran lantaran belum ada aturan perundang-undangan.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Belum Diatur, MK Tak Bisa Lakukan Tindakan Hukum soal Jokowi Tidak Netral Untungkan Prabowo-Gibran
Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
MK tak dapat melakukan tindakan hukum terkait ketidaknetralan Jokowi menguntungkan Prabowo-Gibran lantaran belum ada aturan perundang-undangan. 

TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bisa melakukan tindakan hukum terkait ketidaknetralan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menguntungkan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.

Hal ini disampaikan oleh hakim konstitusi, Ridwan Mansyur dalam sidang pembacaan putusan terkait sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta pada Senin (22/4/2024).

Awalnya Ridwan menjelaskan bahwa endorsment merupakan teknik dalam komunikasi persuasif seperti dalam kontestasi Pilpres 2024.




Namun, sambungnya, menjadi masalah etika saat hal tersebut dilakukan oleh Presiden yang notabene mewakili entitas negara.

Sehingga, Ridwan mengatakan sudah seharusnya Presiden bersikap netral dalam Pilpres 2024.

"Endorsment atau perlekatan citra diri demikian, sebagai bagian dari teknik komunikasi persuasif, potensial menjadi maslaah etika manakala dilakukan oleh seorang Presiden yang notabene dirinya mewakili entitas negara, di mana seharusnya Presiden bersangkutan berpikir, bersikap, dan bertindak netral dalam ajang kontestasi memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang akan menggantikan dirinya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan," kata Ridwan.

Ridwan pun mengatakan MK mengakui bahwa jabatan sebagai Presiden memang dilematis lantaran beberapa faktor seperti sebagai kepala eksekutif hasil Pemilu, sebagai kepala negara, hingga sebagai kader dari partai politik yang mengusungnya dalam Pemilu.

BERITA TERKAIT

Kendati demikian, Ridwan mengungkapkan bahwa perlunya Presiden untuk menahan diri untuk tampil di muka umum sehingga diasosiasikan atau ditafsirkan mendukung salah satu paslon dalam Pemilu.

Hal ini semata-mata demi tercapainya peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia.

"Kesediaan/kerelaan presiden yang demikian, serta kerelaan para petahana di level masing-masing yang menghadapi kemiripan situasi dengan kondisi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 ini, in casu petahana kepala daerah, merupakan faktor utama bagi terjaganya serta meningkatnya kualitas demokrasi Indonesia," kata Ridwan.

Baca juga: MK: Jokowi Tak Melanggar Hukum Soal Dugaan Politisasi Bansos

Namun, Ridwan mengungkapkan ketika Presiden bertindak tidak netral dalam Pilpres, maka tidak dapat dikenai sanksi hukum lantaran hal tersebut masuk dalam ranah moralitas dan etika.

Berkaca dari hal tersebut, Ridwan mengatakan bahwa MK tidak menemukan landasan hukum untuk dilakukan tindakan terkait ketidaknetralan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehingga menguntungkan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka selaku pihak terkait.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, hal tersebut lantaran landasan ketidaknetralan seorang Presiden merupakan ranah etik dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.

"Sekali lagi karena tolok ukur atau parameter ketidaknetralan Presiden dalam Pemilu termasuk wilayah etik belum diatur tegas dalam peraturan perundang-undangan khususnya di level undang-undang."

"Apalagi UUD 1945 dengan tegas menaytakan bahwa "hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, vide Pasal 28 huruf l ayat (1) UUD 1945," kata Ridwan.

Lebih lanjut, Ridwan mengaakan bahwa perlu adanya perubahan paradigma mengenai netralitas kekuasaan eksekutif seperti Presiden demi mewujudkan Pemilu yang jujur dan adil sesuai dengan amanat UUD 1945.

"Tentunya perubahan paradigma demikian harus dilakukan melalui perubahan atas undang-undang mengenai kepemiluan sebagaimana telah disinggung dalam pertimbangan hukum sebelumnya, termasuk dalam hal ini berkenaan dengan pemilu yang memenuhi asas jujur dan adil," pungkas Ridwan.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Artikel lain terkait Pilpres 2024

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas