Surya Paloh: Hak Angket Sudah Tidak Up to Date Lagi
Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, mengatakan hak angket DPR RI untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 sudah tidak up to date lagi.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, mengatakan hak angket DPR RI untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 sudah tidak up to date lagi.
Hal ini disampaikannya selepas Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD terkait Pilpres 2024.
"Progres, keberjalanan waktu, sejujurnya membuat hak angket sudah tidak up to date lagi untuk kondisional hari ini. Itu menurut NasDem," tuturnya di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024), dilansir YouTube Kompas TV.
Menurutnya, seiring berjalannya waktu, hak angket sudah jauh dari harapan bersama.
Meski begitu, ini bukan berarti pihaknya menghalangi perjuangan untuk mewujudkan hak angket.
"Dari satu proses perjalanan, minute by minute, jam by jam, waktu ke waktu, hari ke hari, saya melihat esensi daripada hak angket sudah jauh daripada harapan kita bersama."
"Tapi bukan berarti kita menghalangi upaya untuk meneruskan, barangkali perjuangan untuk memuluskan perjuangan. NasDem mengatakan time frame-nya tidak tepat."
Pada kesempatan ini, Paloh menyebut pihaknya menghormati keputusan MK untuk menolak gugatan sengketa Pilpres 2024.
Ia berujar keputusan dari MK sudah bersifat final dan mengikat.
"Hari ini MK telah memberikan putusan menolak seluruh gugatan, apa sikap kita? Saya pikir bagi NasDem ini adalah keputusan final dan mengikat bagi seluruh prosedur hukum yang kita miliki di negeri ini," terangnya.
Keputusan itu harus dihormati dan perjuangan untuk membangun negeri tak boleh berhenti. Menurutnya, ini adalah konsekuensi dari demokrasi.
Baca juga: LIVE: AKSI DEMO BESAR-BESARAN Iringi Putusan MK, 7 Ribu Aparat Gabungan Diterjunkan
"Kita menghormati dan menghargai itu, ini jelas, bahkan tentu tidak hanya sekadar itu."
"Saya ingin mengingatkan semuanya, perjuangan kita bersama untuk membangun negeri ini tidak boleh terhenti, tidak boleh juga harus merasa dikecilkan karena ada satu keputusan yang tak sesuai dengan harapan kita, ini konsekuensi dari demokrasi ini," sambungnya.
Ia mengibaratkan bahwa semua pihak harus menutup buku terkait putusan ini dan membuka lembaran buku baru.
Selepas kontestasi politik selesai, siapa pun pemenangnya harus dihargai.
"Sebagai negara hukum, ini merupakan keputusan peradilan yang tertinggi, maka wajar bagi kita semua harusnya ibarat menutup buku lama dan membuka lembaran buku baru. Itulah harapan saya," ungkapnya.
Sebagai informasi, dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi dari Pilpres 2024 dan digelar pemungutan suara ulang.
Berbeda dengan Ganjar-Mahfud, Anies-Muhaimin juga memasukkan petitum alternatif, yakni diskualifikasi hanya untuk Gibran.
Namun, seluruh isi gugatan tersebut ditolak oleh MK.
Kondisi Hak Angket
Nasib hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 memang masih belum menemui kejelasan.
Wacana ini awalnya dilontarkan oleh PDIP dan Ganjar Pranowo, lalu disambut beberapa partai politik dari kubu Anies-Muhaimin.
Namun, pengguliran wacana hak angket di DPR ini keburu redup sebelum berkembang.
Menurut pakar hukum tata negara, Feri Amsari, hak angket memang sarat dengan nuansa politis.
Jika wacana ini redup sebelum berkembang, terangnya, maka telah terjadi transaksi politik dari para elite yang tidak diketahui publik luas.
"Tentu saja hak angket nuansanya sangat politis, kalau redup ini berarti transaksi politiknya terjadi. Itu sangat disayangkan sebenarnya."
"Sebenarnya hak angket itu jalan sebelum proses persidangan di MK," kata Feri dalam wawancara khusus dengan Tribun Network, di Studio Tribun Network, Palmerah, Jakarta Pusat, Jumat (19/4/2024).
Ia menyayangkan wacana hak angket tersebut tidak benar-benar diwujudkan.
Padahal hak angket bisa membantu membongkar berbagai kecurangan yang terjadi selama tahapan Pemilu 2024.
Pengguliran hak angket tidak direalisasikan oleh parpol-parpol koalisi kubu nomor urut 1 dan 3 karena dipandang telah terjadi pembicaraan di belakang layar.
"Karena hak angket itu forum yang bisa diikuti siapa saja untuk mengungkap sesuatu. Sayangnya itu tidak dimanfaatkan secara politik karena saya yakin ada pembicaraan di belakang layar," tuturnya.
Jika ditilik dari besarnya jumlah anggota dari partai oposisi pada kubu nomor urut 1 dan 3 yang sebanyak 334 anggota, maka pengguliran hak angket dan pembentukan panitia khusus (pansus) bisa diwujudkan.
Namun, dirinya heran hal itu tak kunjung terjadi sehingga wajar jika banyak pihak menilai, termasuk dirinya bahwa elite-elite politik negeri ini sudah menjalankan transaksi besar demi gagalnya hak angket bergulir.
"Ini mengindikasikan bahwa jangankan berkembang jadi pansus angket yang mengusulkan pun tidak terjadi, bagi saya ini transaksinya pasti sangat besar."
"Yang diajarkan guru-guru saya di kampus ada yang lain. Ayam berkokok curiga tidak berkokok curiga. Ada pembicaraan curiga, tidak ada yang berbicara lebih curiga lagi," pungkas Feri.
(Tribunnews.com/Deni/Danang Triatmojo)