Sengketa Pileg PPP di Papua Tengah Tak Diterima MK, Permohonan Dinilai Kabur
PPP tidak menyebutkan dan tidak menunjukkan suara yang pindah dan dipindah itu dari suara partai politik atau dari suara calon legislatif parpol.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menerima permohonan sengketa pileg yang diajukan PPP untuk pemilihan anggota DPRD Papua Tengah dan anggota DPRD Kabupaten Paniai, Dapil Paniai 1 dan 2.
Putusan Perkara Nomor 174-01-17-36/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 itu dibacakan Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pengucapan putusan dismissal sengketa pileg, di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Baca juga: MA Catat Persentase Besar dalam Penanganan Sengketa Tanah, Pengamat: Butuh Keseriusan Penegak Hukum
"Mengadili, dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi termohon berkenaan dengan permohonan pemohon tidak jelas atau kabur. Menolak eksepsi termohon untuk selain dan selebihnya. Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ucap Suhartoyo membacakan amar putusan.
Mahkamah mempertimbangkan dalil Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku termohon terkait permohononan PPP yang tidak jelas.
Soal ketidakjelasan itu, kata KPU, pemohon tidak menjelaskan bagaimana peristiwa perpindahan suara PPP ke PDI Perjuangan dan tidak menjelaskan locus terjadinya perpindahan suara secara spesifik.
Tak hanya itu, lanjutnya, PPP juga tidak menyebutkan dan tidak menunjukkan suara yang pindah dan dipindah itu dari suara partai politik atau dari suara calon legislatif partai politik.
Bahkan, pemohon PPP juga meminta tiga alternatif petitum dengan pokok-pokok yang berbeda. Hal itu menyebabkan ketidakjelasan permintaan mereka selaku pemohon.
Dalam persidangan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menerangkan, petitum dalam sebuah permohonan merupakan bagian yang sangat penting untuk dibahas.
Baca juga: Ada Laporan Etik, Anwar Usman Dipastikan Masih Bisa Ikut Tangani Perkara Sengketa Pileg 2024
Hal itu dikarenakan petitum berkaitan dengan permintaan pemohon kepada mahkamah.
Enny juga mengatakan, kejelasan petitum dalam suatu permohonan menjadi salah satu syarat formil yang diatur dalam Pasal 11 ayat (2) PMK Nomor 2 Tahun 2023.
"Namun karena permohonan pemohon tidak jelas atau kabur, maka eksepsi termohon berkenaan dengan permohonan tidak jelas atau kabur adalah beralasan menurut hukum. Sehingga pokok permohonan pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut," ucap Enny.
Sebelumnya, pemohon menduga telah terjadi kecurangan dalam pemilihan anggota DPR di beberapa kabupaten di Papua Tengah.
Ia mendalilkan terdapat ketidaksesuaian signifikan dalam penghitungan suara di kabupaten Paniai dan Dogiyai.
Kuasa hukum pemohon menuturkan, berdasarkan kesepakatan noken yang diadakan oleh kepala suku setempat, caleg pemohon bernama Albertus Keiya, seharusnya memperoleh suara yang jauh lebih banyak daripada yang ditetapkan dalam rekapitulasi resmi.
Adapun perhitungan internal partai menunjukkan, Keiya menerima 65.587 suara yang valid dari kesepakatan tersebut. Tapi, hanya sebanyak 1.025 suara yang tercatat.
Sebagai informasi, Hakim Konstitusi Arsul Sani menggunakan hak ingkar dalam memutuskan perkara ini lantaran berhubungan dengan pengalamannya yang pernah berstatus sebagai politikus PPP, sebelum menjadi hakim konstitusi.