Hakim MK: Pemberhentian PPD karena Ada Intervensi Tidak Dibenarkan dan Tidak Objektif
Pemberhentian Panitia Pemilihan Distrik (PPD) karena adanya intervensi pihak luar atau tuntutan massa adalah tindakan yang tidak dibenarkan.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberhentian Panitia Pemilihan Distrik (PPD) karena adanya intervensi pihak luar atau tuntutan massa adalah tindakan yang tidak dibenarkan dan tidak objektif.
Hal itu masuk dalam pertimbangan hukum putusan perkara nomor 158-02-16-37/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 saat dibacakan pada sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/6/2024)
“Berkenaan dengan pemberhentian dan pengangkatan PPD antarwaktu tersebut, Mahkamah tidak dalam posisi memberikan penilaian berkaitan dengan aspek legalitasnya,” ujar hakim Guntur Hamzah.
“Namun secara faktual mahkamah menemukan fakta hukum bahwa hal tersebut menjadi salah satu pemicu adanya perubahan hasil rekapitulasi perolehan suara di tingkat Kabupaten Jayawijaya,” sambungnya.
Sebagai informasi, perkara nomor 158 ini dilayangkan secara perseorangan oleh caleg Perindo, Festus Asso untuk pengisian calon anggota DPR dari dapil Papua Pegunungan I.
Dalam permohonannya, Festus menyebutkan adanya pergantian PPD yang lama kepada PPD yang baru pada Dapil Papua Pegunungan 1 dan berujung pada terjadinya kesalahan penghitungan suara khususnya di Distrik Asotipo, Distrik Popugoba, dan Distrik Maima.
Dalam sidang, mahkamah memeriksa dan menyandingkan bukti formulir model D. Hasil Kecamatan dari PPD yang baru baik yang diajukan KPU maupun Bawaslu.
Ditemukan perbedaan antara bukti yang diajukan tersebut. Pada D. Hasil Kecamatan DPR Papua Pegunungan (DPRPP) yang diajukan KPU pada kolom perolehan suara ditemukan banyak bekas tipe ex kemudian ditulis menggunakan huruf seperti misalnya “tiga ribu” dan “empat ratus”.
Sementara itu, dalam bukti yang diajukan Bawaslu juga ditemukan banyak bekas tipe ex dengan penulisan jumlah akhir “tiga nol nol nol” dan “empat ratus ribu”.
Bukti itu tidak dapat diyakini kebenarannya apalagi validitasnya. Terlebih, baik KPU maupun Bawaslu tidak mengajukan bukti C. Hasil Salinan sebagai data pembanding.
Sehingga untuk meyakinkan mahkamah terkait perolehan suara, permohonan Festus dikabulkan sebagian yakni dengan melakukan pemungutan suara ulang di Distrik Maima, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan Dapil Papua Pegunungan 1.
Baca juga: MK: KPU Perlu Lakukan Perbaikan Mekanisme Administrasi Suara dalam Sistem Noken