Mahfud MD Ungkap Anak Temannya Ikut Kena Pencatutan KTP Calon Independen Pilkada Jakarta
Mahfud MD ngaku terima laporan, anak temannya ikut kena pencatutan KTP dari calon perseorangan Pilkada Jakarta 2024, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof Mahfud MD mengaku menerima laporan, anak temannya ikut kena pencatutan KTP dari calon perseorangan Pilkada Jakarta 2024, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana.
Kata dia, selain kedua anak Anies Baswedan, masih banyak warga Jakarta yang kena pencatutan tersebut.
“Saya dengar kan bukan hanya Pak Anies yang dicatut, anaknya teman saya juga dicatut juga. Dan, ya banyak kan? Banyak. Dan itu serius,” kata Mahfud MD saat ditemui di kawasan Epiwalk Riverside, Karet Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (17/8/2024).
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini pun menilai aksi pencatutan KTP dilakukan secara sengaja.
Pasalnya pencatutan KTP bertujuan agar persyaratan pencalonan perseorangan terpenuhi.
Ketika calon perseorangan ingin maju pemilihan di Jakarta, mereka harus mengumpulkan dukungan minimal sebesar 618.968 warga DKI yang dilengkapi dengan fotokopi KTP, identitas diri, serta tanda tangan dukungan.
Jika banyak warga yang merasa KTP mereka dicatut, maka dalam kesempatan yang sama juga terindikasi adanya pemalsuan tanda tangan.
“Kalau cuma satu mungkin keliru. Ingat lah, itu pasti sengaja. Karena ketika dia mencantumkan nama orang, ada fotokopi KTP-nya. Ada nomornya, ada identitasnya, dan ada tanda tangan dukungannya. Iya kan? Kan bisa pemalsuan tanda tangan juga,” ungkap Mahfud.
Mahfud Sebut Pencatutan KTP Bentuk Kriminal, Bisa Dijerat Pidana, Perdata dan Administrasi
Mahfud mengungkap ada 3 bentuk kriminalitas dalam perkara pencatutan KTP. Di antaranya membuka data pribadi orang lain, menyebarkan data orang lain, dan menggunakan data orang lain.
Pelakunya bisa dijerat dengan beberapa undang-undang berbeda, baik hukum pidana, perdata maupun administrasi. Meliputi, UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
“Jadi ada pidana, perdata, administrasi,” jelas Mahfud.
Mantan calon wakil presiden dari PDIP di Pilpres 2024 ini menjelaskan, Pasal 67 ayat (1), (2), dan (3) UU PDP mengatur ancaman hukuman 4 dan 5 tahun.
Sementara UU ITE mengatur ancaman hukuman yang lebih berat, yakni di atas 5 tahun.
Sedangkan pidana ringan diatur lewat pasal pencemaran nama baik dalam UU KUHP. Pihak yang merasa dirugikan bisa melapor jika KTP mereka dicatut tanpa persetujuan untuk mendukung paslon independen.
Baca juga: NIK Warga yang Sudah Meninggal Ini Dicatut Dukung Pasangan Dharma-Kun, Nama di Nisan Sama dengan KTP
Pencatutan KTP itu juga bisa digugat ke ranah perdata lewat perkara perselisihan dalam UU ITE. Dalam gugatan perdata, kata Mahfud, penggugatnya bisa meminta ganti kerugian dengan nominal berapapun kepada tergugatnya.
“Perselisihan di undang-undang ITE itu ada perselisihan antara orang yang namanya dicatut, dokumennya dicatut, dan sebagainya. Namanya dokumen data pribadi. Itu bisa menggugat secara perdata. Kalau ada misalnya 20 orang yang dicatut, masing-masing gugat sendiri-sendiri bisa. Dan bisa minta berapa miliar aja, berapa harga saya, kan gitu,” tegas Mahfud.
Sedangkan dari sisi hukum administrasi, jika dugaan itu terbukti, konsekuensinya adalah batalnya dokumen syarat yang dikumpulkan karena cacat sejak awal.
“Hukum administrasi itu harus dibatalkan. Itu cacat sejak awal. Cacat sejak awal,” kata Mahfud.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.