Ramai Pencatutan KTP untuk Dukung Dharma Pongrekun-Kun Wardana, Mahfud MD Tegaskan Itu Bisa Dipidana
Eks Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi soal dugaan pencatutan KTP untuk mendukung pencalonan Dharma Pongrekun-Kun Wardana di Pilkada Jakarta.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, buka suara terkait ramainya pencatutan KTP warga DKI untuk mendukung pencalonan independen pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana di Pilkada Jakarta 2024.
Mahfud MD menilai pencatutan KTP ini sebagai suatu kejahatan.
"Menurut saya ini merupakan kejahatan," kata Mahfud saat ditemui di kawasan Epiwalk Riverside, Karet Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (17/8/2024).
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan terkait tiga bentuk kriminalitas dalam perkara pencatutan KTP.
Yakni membuka data pribadi orang lain, menyebarkan data orang lain, dan menggunakan data orang lain.
Pihak-pihak yang melakukan pencatutan KTP ini juga bisa dijerat beberapa undang-undang yang berbeda.
Di antaranya adalah hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi.
"Jadi ada pidana, perdata, administrasi," terang Mahfud.
Aturan terkait pencatutan KTP ini pun ada dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Lalu UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Mantan Ketua MK ini kemudian menegaskan, dalam Pasal 67 ayat (1), (2), dan (3) UU Perlindungan Data Pribadi mengatur ancaman hukuman 4 dan 5 tahun.
Baca juga: Heboh NIK KTP Dicatut Dukung Dharma Pongrekun, PDIP Minta KPU Validasi Data
Sementara, UU ITE mengatur ancaman hukuman yang lebih berat, yakni di atas lima tahun.
Kemudian ada pidana ringan yang diatur lewat pasal pencemaran nama baik dalam UU KUHP.
Mahfud menuturkan, bagi yang merasa dirugikan atas adanya pencatutan KTP ini bisa melaporkannya ke pihak berwajib.